3. Apa Kabar?

484 92 7
                                    

"Ti, kamu apa kabar?"

Tiara menghela napasnya kasar mendengar basa basi yang dilontarkan oleh Anrez.

"As you can see."

"Nah, ini ruangan lo. Di luar ruangan lo ada kubikel bagian lo kalau misalkan lo butuh sesuatu, lo bisa minta tolong mereka. Kalau misalkan lo butuh bantuan lagi, lo bisa samperin gue, ruangan gue di sana," lanjut Tiara sambil menunjuk ruangannya yang tepat berasa di sebrang ruangan Anrez. Kebetulan sekali.

"Mas Raka, bisa gantiin aku temenin dia keliling kantor gak?" lanjut Tiara lagi seolah tidak membiarkan Anrez berbicara padanya.

"Bisa kok, Ti."

"Makasih, ya, Mas. Aku duluan," pamit Tiara ramah. Anrez menatap nanar kepergian cewek itu. Mungkin hari ini belum waktunya ia bisa ngobrol panjang dengan Tiara.

•••

Tok tok

Tiara melihat ke arah pintu kacanya untuk melihat siapa yang mampir ke ruangannya. Ternyata Anrez lagi.

"Masuk."

"Ti, ini ada file yang perlu kamu tanda tangan," kata Anrez to the point sambil memberikan file yang dimaksud.

"Oh iya."

Anrez menatap lekat perempuan yang duduk di depannya. Rambut coklat yang setengahnya diikat, sisanya ia biarkan tergerai indah dan juga pada ujung rambutnya di-curly. Outfit kerjanya yang terlihat dewasa tetapi tidak membuat wanita itu kelihatan lebih tua dari seharusnya. Cantik.

"Rez," panggil Tiara menginterupsi lamunannya.

"Oh, udah?" Tiara mengangguk tanda ia sudah selesai menanda tangani file-nya.

"Jejeee."

Tiara menatap Anrez dengan tatapan yang sulit diartikan ketika ia mendengar panggilan yang biasa laki-laki itu sebut jika dirinya tengah marah kepada Anrez atau cowok itu sedang manja kepadanya.

"Kalau udah gak ada urusan pekerjaan lagi, lo bisa keluar dari sini," kata Tiara final karena ia sedang tidak ingin membahas masa lalu.

"Ti, aku harap kamu mau dengerin penjelasan aku nanti, ya. Have a nice day."

Setelah Anrez pergi dari ruangannya, pertahanan Tiara akhirnya runtuh juga. Ia menangis. Tidak peduli Anrez bisa melihat dirinya dari ruangannya, yang pasti, ia sudah tidak kuat menahan tangisnya.

Tiara menghapus air matanya dan merapikan penampilannya untuk menghampiri abangnya ke ruangan. Ia akan merasa lebih tenang setelah mendapatkan pelukan hangat dari abangnya.

Sementara Anrez, tentunya dia dapat melihat kegiatan Tiara dari ruangannya. Termasuk Tiara yang sedang menangis. Keinginan hatinya untuk menghampiri perempuan itu dan memeluknya, tapi apa daya, Tiara pasti akan menolaknya.

"Maafin aku, Tiara."

•••

"Abanggg," panggil Tiara tiba-tiba dan langsung memeluk tubuh kekar milik Langit untuk menumpahkan yang ia rasakan hari ini.

"Eh, kenapa?"

"Titi gak kuat harus nahan-nahan di depan Anrez," adu Tiara kepada Langit.

Langit mengelus lembut rambut Tiara guna menenangkan adiknya yang tengah melanjutkan tangis di pelukannya.

"Sini duduk," perintah Langit lalu mendudukkan Tiara di kursi kerjanya. Kemudian Langit berlutut di hadapan adiknya sambil menatap Tiara yang menunduk.

"Tiara, liat Abang."

Chance ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang