Sekarang Tiara, Langit, Pelangi, dan Hana sudah berada di depan ruang UGD. Beberapa saat lalu, Bintang dan Bulan sampai di rumah sakit. Ditambah Mars yang terlihat sedang menenangkan Tiara.
"Ti, jangan nangis terus dong. Kita doain Ayah sama-sama, ya?" kata Mars lembut seraya mengelus puncak kepala Tiara.
"Aku takut Ayah kenapa-kenapa. Tadi Ayah pingsan pas banget aku dateng ke rumah."
"Iya, Ti. Ayah gak akan kenapa-kenapa kok," balas Mars kemudian memeluk erat tubuh Tiara seolah menyalurkan kekuatan untuk gadis itu.
Seketika tangis Tiara semakin pecah di dalam pelukan Mars. Sungguh, ia sangat-sangat khawatir dengan kondisi Ayahnya.
"Anrez mana? Kamu gak ngabarin Anrez?"
Tiara menggeleng membuat Mars mengerutkan keningnya bingung. "Kok gak ngabarin?" tanyanya.
"Anrez lagi nyebelin."
Mars terkekeh. "Lagi berantem, ya? Mau aku yang kabarin?"
"Gak usah, biarin aja."
"Loh—"
Ceklek
Seorang Dokter baru saja keluar dari ruang UGD membuat semuanya kompak berdiri dari duduknya.
"Gimana Ayah, Dok?" tanya Bintang.
"Boleh dua orang ikut saya ke ruangan?"
Sontak semuanya saling pandang. Perasaan mereka sudah tak karuan. Rasanya semakin takut terjadi hal yang tidak diinginkan.
"Bunda mau ikut ke Dokter?" tanya Bintang.
Hana mengangguk. "Bunda sama Abang ke Dokter, ya."
"Ayo, Bun."
Bintang menggandeng tangan Hana mengikuti langkah Dokter ke ruangannya. Jantungnya benar-benar berdetak lebih cepat. Tidak siap dengan apa yang akan Dokter sampaikan kepada mereka.
"Begini, menurut hasil rontgen, Bapak mengalami kanker darah stadium 3."
•••
Tiara memulai paginya dengan semangat yang hilang entah kemana. Baru saja semalam ia mengetahui penyakit yang diderita ayahnya.
Ah, sekarang Tiara benar-benar overthinking dengan semuanya. Tiara benar-benar lelah karena sekarang, ia mendapatkan masalah yang datang bersamaan.
Kali ini, Tiara merasa sendirian. Ia merasa tidak ada orang yang dapat menemaninya. Oh tidak, mungkin Tiara yang tidak memberi ruang kepada mereka. Ya, Tiara ingin sendiri. Tapi ia tidak bisa.
Tok tok
Ceklek
"Ti," panggil Saga seraya berjalan tergesa menghampiri Tiara yang terduduk di kursi kerja.
"Hai, Saga," sapa Tiara berusaha tersenyum.
"Gak usah senyum-senyum palsu gitu. Aku tau itu bukan senyumnya Tiara banget," kata Saga.
Tiara terkekeh. "Masa kamu dateng aku cemberut?"
"Gak apa-apa, aku lebih suka kamu nunjukkin apa yang kamu rasain ke aku."
"Uuuuu manis banget mulut buaya," canda Tiara seraya tertawa pelan.
"Astaga, aku bukan buaya, ya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Chance ✓
Teen FictionKenapa kamu pergi disaat aku gak pernah sekalipun ngebayangin hariku tanpa kamu? Tiara Andini Zefanya. Perempuan yang selama bertahun-tahun mengeraskan hatinya karena laki-laki yang tiba-tiba menghilang bak ditelan bumi. Selama bertahun-tahun, ia be...