Tok tok
Suara ketukan pintu membuat Tiara berdiri dari duduknya. Ia berjalan ke arah pintu untuk membukakan tamunya.
Ceklek
"Papaaa," sapa Tiara ceria kemudian memeluk tubuh Arya. Papa Bulan.
"Hai, cantiikkk. Lagi apa? Papa ganggu gak?"
Tiara menggeleng. "Enggak kok. Tadi aku selesai mandi abis pulang kantor."
"Ohhh. Udah makan?"
"Belum," jawab Tiara.
"Papa bawa sushi kesukaan kamu," ucap Arya sembari menunjukkan kantong plastik berisi sushi.
Mata Tiara sontak berbinar. "Waahhh. Ayo masuk, Pa."
Arya mengangguk seraya terkekeh. "Ayo."
Tiara menggenggam tangan Arya, menariknya pelan memasuki unit apartemennya.
"Kak Bulan gak diajak ke sini, Pa?" tanya Tiara.
"Papa gak ngasih tau kalau Papa ke sini. Papa mau ngobrol aja sama kamu."
Tiara terkekeh. "Kalau Kakak tau, ngambek nih pasti."
"Itu mah urusan belakangan, Ti," balas Arya.
Tiara berjalan menuju dapurnya untuk membawa piring dan minuman untuk Arya. Entahlah apa yang akan dibicarakan oleh Arya. Yang pasti, Tiara senang. Ia merasa kalau dirinya sedang bercengkrama dengan sang ayah.
"Kamu gimana kabarnya? Baik?" tanya Arya.
"Papa basa-basi banget. Kita teleponan tiap hari loh," balas Tiara.
Arya tertawa pelan. "Oh, iya, soal kantor kamu, Ti."
"Kenapa, Pa? Udah ada kabar?"
"Udah ketangkep kok penipunya. Sekarang udah ada di kantor Papa," jawab Arya.
"Sejak kapan? Kok aku gak tau?"
"Beberapa hari lalu, Ti. Papa gak ngasih tau kamu, soalnya takut kamu masih sedih. Jadinya Papa gak ngasih tau kamu dulu," jawab Arya.
"Iihhh. Siapa tau kabarnya buat aku jadi lebih baik dari sebelumnya, Pa."
Arya tersenyum manis. "Kalian tinggal urus keuangan kantor aja berarti, ya."
"Iya, Pa. Kalau Ayah masih ada, pasti Ayah seneng banget denger kabar ini."
"Sayang, Ayah pasti seneng kok di Surga sana. Kalau kamu mau Ayah seneng di sana, kamu juga harus seneng dong," balas Arya lembut.
Tiara mengangguk pelan. "Aku kangen Ayah."
Arya menatap lekat gadis yang sudah ia anggap sebagai putrinya sendiri itu. Tatapannya masih terlihat sendu. Arya paham betul bagaimana perasaan Tiara.
Pasti gadis itu merasa dunianya hancur ketika cinta pertamanya, meninggalkan Tiara untuk selamanya.
Sejak melihat sorot mata Tiara, Arya seolah langsung berjanji pada dirinya sendiri untuk selalu menjaga Tiara, selalu ada untuknya, menggantikan peran Andi sebagai sosok ayah untuk Tiara. Mau bagaimanapun, gadis itu pasti sangat membutuhkan sosok ayah di hidupnya.
"Ti, coba liat Papa," seru Arya yang langsung dituruti oleh Tiara.
Arya tersenyum ke arah Tiara. "Kalau kangen, Tiara cukup doain Ayah, dateng ke makamnya juga gak apa-apa kok. Tiara inget, ya, kata Papa. Ada Papa di sini, ada Papa Yudha juga. Kita pasti bakal selalu ada buat Tiara. Okay?"
Tiara mengulum senyumnya. "Iya, Papa."
"Sini peluk Papa." Tiara langsung menghambur ke pelukan Arya. Memeluknya sangat erat seolah tak ingin terpisah. Ah, rasanya Tiara semakin merindukan ayahnya sekarang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Chance ✓
Teen FictionKenapa kamu pergi disaat aku gak pernah sekalipun ngebayangin hariku tanpa kamu? Tiara Andini Zefanya. Perempuan yang selama bertahun-tahun mengeraskan hatinya karena laki-laki yang tiba-tiba menghilang bak ditelan bumi. Selama bertahun-tahun, ia be...