4. Dia Siapa?

515 93 3
                                    

Maaf sudah membuatmu terluka dan menangis.

•••

"Lo ngapain ngikutin gue sih?"

"Ti, kamu gak mau peluk aku gitu? Gak kangen?"

Tiara yang masih bergelut dengan pikirannya, tiba-tiba ia mendapatkan pertanyaan seperti itu dari orang yang membuatnya menangis hari ini? Tiara Benar-benar tak habis pikir.

"Lo kenapa sih?" tanya Tiara dengan suara yang bergetar.

Anrez sangat menyadari kalau suara Tiara sudah mulai bergetar. Ia berjalan mendekati perempuan itu.

"Jejee, maafin Jendra, ya?"

Tanpa menunggu persetujuan dari sang empu, Anrez langsung menarik tubuh Tiara ke dalam pelukannya. Laki-laki itu tidak bisa munafik, ia sangat merindukan Tiara.

Lagi-lagi, Tiara harus menangis hari ini. Bedanya, sekarang ia menangis dalam pelukan orang yang menjadi alasan dirinya menangis. Pertahanan yang Tiara bangun sejak tadi, runtuh ketika tubuhnya berada di pelukan Anrez. Namun jangan salah, Tiara tidak membalas pelukannya.

Masih dengan sisa tangisnya, Tiara menjauhkan tubuhnya dari Anrez dan mendorongnya pelan. Merasa sudah sadar dengan apa yang terjadi, Tiara memukul dada bidang Anrez untuk melampiaskan kekesalannya hari ini.

"Ti..."

"Keluar, Rez."

Anrez mengembuskan napasnya kasar. Ia yakin, setelah ini Tiara semakin tidak akan mau berbicara dengannya terkecuali masalah kerjaan. Laki-laki itu berjalan keluar ruangan, meninggalkan Tiara seorang diri yang masih menyisakan tangisnya.

Kemudian Tiara terduduk lemas di sofa ruangannya. Ia rasa usahanya memang benar-benar sia-sia selama ini semenjak kedatangan Anrez hari ini.

"Ti? Ti, lo kenapa?" tanya Elara panik ketika ia sudah memasuki ruangan Tiara dan melihat keadaan sahabatnya yang jauh dari kata baik-baik saja.

"Elll," lirih Tiara kepada Elara lalu memeluk tubuh sahabatnya.

Elara mengelus punggung Tiara menenangkan perempuan itu. Meskipun ia bingung, tetapi ia tidak bisa banyak bertanya pada Tiara. Dirinya yakin, pasti alasan sahabatnya menangis ada kaitannya dengan Anrez.

Elara lantas menoleh ke ruangan Anrez untuk melihat kondisi laki-laki itu. Cowok itu sekarang tengah memperhatikan ke arahnya. Sepertinya, Anrez pun sama hancurnya dengan Tiara. Namun bedanya, dia bisa menahannya.

"Titi, udah baikan? Hm?" tanya Elara lembut. Terlihat Tiara menganggukkan kepalanya.

"Mau panggil Abang sama Kakak?"

"No. It's okay. Lo ada apa ke sini?"

"Mau ngajak lo makan siang. Dari tadi gue ketok, gak ada yang nyaut. Pas gue masuk, eh lo malah lagi nangis," jelas Elara menceritakan kenapa dirinya bisa tiba-tiba berada di ruangan Tiara.

"Mau ikut makan, tapi anter gue dulu ke toilet," pinta Tiara.

"Okay, bawa juga make up lo."

"Gue sejelek apa sih kalau beres nangis?" kesal Tiara. Tidak abangnya, tidak sahabatnya, sepertinya mereka menatap dirinya jelek sekali kalau ia baru selesai menangis.

"Jelek banget, Ti," ledek Elara disertai dengan tawanya.

"Gak Bang Langit, gak lo, ledek aja gue terus," keluh Tiara.

Elara mengerutkan keningnya. "Lo tadi abis nangis juga depan Abang?"

Tiara menganggukkan kepalanya. "Gue nanti aja ceritanya, yuk anter dulu ke toilet. Takutnya kelamaan, Tata juga takutnya nyariin kita."

Chance ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang