64. Cinta Pertama

277 69 11
                                    

Katanya, cinta pertama anak perempuan itu adalah ayahnya. Entah dunia akan sehancur apa bagi anak perempuan kalau cinta pertamanya pergi.

•••

Tiiitttttt

Mesin EKG berbunyi nyaring di ruangan membuat mereka diam terpaku. Grafik yang tertera di benda itupun berubah menjadi garis saja. Detak jantung Andi perlahan turun.

"Ayah..."

Saga berlari keluar ruangan untuk memanggil dokter. Merasa sangat panik karena tiba-tiba detak jantung Andi turun dengan sangat cepat.

"Ayah, bangun. Jangan tinggalin Titi," lirih Tiara yang berdiri di samping brankar Andi.

Tangannya menggenggam erat tangan Andi. Dingin, tangan ayahnya sangat dingin. Ia hanya bisa berdoa semoga ayahnya tidak akan meninggalkannya.

Ceklek

Dokter dan perawat berjalan tergesa menghampiri Andi. Dia memeriksa kondisi Andi sekarang dengan alat EKG yang masih berbunyi.

Terlihat dokter menghela napasnya berat. Perawat melepaskan alat-alat di tubuh Andi serta mematikan alat EKG.

"Sorry, we've tried our best. Patient has passed away."

Dua kalimat yang terlontar dari dokter membuat mereka semua terdiam. Merasa tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya.

Andi sudah tiada.

Tiara berjalan perlahan ke arah brankar sang ayah. "Ayah, Ayah katanya gak akan ninggalin Titi? Kenapa Ayah ninggalin Titi sekarang?"

Lutut Tiara serasa lemas. Ia berjongkok karena sudah tidak bisa lagi menopang beban tubuhnya. Saga menghampiri Tiara lalu merangkul tubuh itu.

"Tiara..."

"Ayah udah gak ada, Saga. Ayah ninggalin Titi," lirih Tiara.

Di sisi lain, Hana sama tidak percayanya dengan Tiara. Suaminya, ayah dari anak-anaknya, laki-laki yang sudah menemaninya selama bertahun-tahun, kini sudah berpulang ke Surga.

"Mas, yang tenang di sana, ya. Tunggu aku di Surga. Kita kumpul lagi bareng-bareng sama anak-anak nanti," ucap Hana tepat di telinga sang suami.

Tangisannya sungguh tidak bisa ia tahan lagi. Belahan jiwanya sudah pergi meninggalkannya. Orang yang menemaninya hampir setengah hidupnya kini telah tiada.

"Ayah. Ayah katanya mau liat Abang nikah? Kenapa Ayah ninggalin Abang? Ayah, bangun. Sebentar lagi Abang mau nikah sama Pelangi," kata Langit seraya menangis tersedu-sedu.

"Sayang, udahh," ujar Pelangi dengan tangannya yang mengelus punggung Langit. Dirinya pun sama sedihnya, ia menangis. Tapi apa boleh buat? Pelangi tidak bisa berbuat apa-apa.

"Sayang, bilang kalau Ayah gak pergi."

Pelangi menggeleng. "Ayah udah pergi ke Surga-Nya Allah, sayang."

Langit menangis. "Katanya Ayah mau dateng ke pernikahan kita."

"Ayah nanti liat pernikahan kita dari Surga, sayang," balas Pelangi kemudian memeluk tubuh calon suaminya. Memberikan kekuatan kepada Langit.

"Ayah, makasih, ya, udah berjuang buat lawan penyakit Ayah. Maaf kalau Abang belum bisa jadi anak yang baik buat Ayah. Ayah yang tenang di sana, ya," kata Bintang.

Bintang kini sedang mengontrol dirinya sendiri. Kedua adiknya, bundanya, dan sang istri sudah menangis. Ia tidak boleh lemah, Bintang harus kuat supaya mereka pun juga kuat.

Chance ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang