Pada akhirnya, mengambil keputusan pada saat emosi hanya akan menimbulkan penyesalan.
•••
Jam menunjukkan pukul lima sore. Tiara mengemasi barang-barangnya setelah pekerjaannya hari ini selesai. Setelah itu, Tiara membereskan ruangannya agar terlihat rapi. Ia keluar dari ruangannya dengan tumblr di tangannya.
"Mbak Fay, makasih, ya, udah handle kerjaan aku minggu lalu. Oh, iya, file yang perlu aku cek sama tanda tangan mana, Mbak?"
Fay tersenyum. "Sama-sama, Ti. Nih file yang perlu kamu cek dan tanda tangan. Mau kamu kerjain sekarang? Udah jam pulang kantor loh ini."
"Enggak kok, Mbak. Aku mau bawa pulang aja file-nya. Makasih, ya, Mbak sekali lagi," balas Tiara dengan senyum manisnya.
"Oke, Ti. Hati-hati di jalan, ya." Tiara mengangguk kemudian melangkahkan kakinya pergi dari kubikelnya.
"Ti."
Tiara menghentikan langkahnya lalu membalikkan badannya untuk melihat orang yang memanggilnya. Ia sangat hafal suara itu.
"Iya?" Tanpa Anrez duga, Tiara merespon panggilannya. Ia berjalan mendekat ke arah Tiara.
"Aku... aku minta maaf, Ti. Soal kemarin—"
"Next time, ya? Aku ada urusan abis ini," timpal Tiara kemudian beranjak dari hadapan Anrez.
Cowok itu menatap nanar punggung Tiara yang perlahan semakin menjauh sampai akhirnya tak terlihat lagi di balik pintu lift.
Anrez menghela napasnya kasar. Ia bingung sekarang. Bagaimana caranya harus memperjuangkan Tiara, dan kali ini pasti akan lebih sulit. Apalagi, cara Tiara berbeda, ia belum memahami dan belajar menghadapi Tiara yang sekarang.
•••
Tok tok
"Assalamualaikum."
Anrez sekarang berada di depan rumah orang tua Tiara. Setelah pulang dari kantor, Anrez memutuskan untuk berkunjung ke rumah kedua orang tua Tiara. Mengingat ia belum meminta maaf kepada mereka.
Ceklek
"Waalaikumsalam, eh Anrez," sapa Hana ramah. Tak menunjukkan aura marah atau kesal sama sekali padanya.
Anrez tersenyum kemudian mencium punggung tangan Hana. "Sibuk gak, Tan?"
"Enggak kok. Masuk dulu, yuk."
Hana melangkahkan kakinya memasuki rumah disusul oleh Anrez di belakangnya. Rasanya sama saat ia akan meminta maaf kepada abang. Takut di blacklist dari daftar calon menantu idaman kalau sekarang.
"Om ada, Tan?"
"Ada kok, lagi mandi. Tunggu bentar, ya," jawab Hana yang masih mempertahankan senyum ramahnya.
"Kamu mau minum apa?" tanya Hana.
Anrez menggeleng. "Gak usah deh, Tan."
"Bener? Teh manis aja, ya?"
"Boleh deh, Tan," balas Anrez tak enak kalau harus menolak tawaran dari Hana lagi.
"Oke, sebentar, ya, Tante bikin dulu. Kamu tunggu sini sekalian tunggu Om." Hana berdiri dari duduknya lalu berjalan menuju dapur untuk membuatkan Anrez minum.
KAMU SEDANG MEMBACA
Chance ✓
Teen FictionKenapa kamu pergi disaat aku gak pernah sekalipun ngebayangin hariku tanpa kamu? Tiara Andini Zefanya. Perempuan yang selama bertahun-tahun mengeraskan hatinya karena laki-laki yang tiba-tiba menghilang bak ditelan bumi. Selama bertahun-tahun, ia be...