Rasanya waktu berjalan sangat lambat. Apalagi keduanya tidak ada yang berniat untuk memulai pembicaraan. Max dan Sabrina sibuk dengan isi pikirannya masing-masing. Entah apa yang mengusik pikiran mereka.
Sabrina yang sudah menyelesaikan berbagai pertanyaan dalam otaknya dan menormalkan detak jantungnya yang sejak beberapa saat lalu sedang disko. Sungguh berdekatan dengan Max benar-benar menguras imannya. Dia rasanya tidak ingin berjauhan dengan pria di sampingnya. Kapan lagi dia bisa memiliki tunangan seorang pria tampan.
Kehidupan sebelumnya, Tidak ada waktu untuk bisa berdekatan dengan lawan jenis. Selain itu tidak ada pria yang setampan Max. Kalaupun ada juga, Dia tidak mungkin mau bersama dirinya. Melihat saja sepertinya tidak mau. Mengingat penampilan kehidupan sebelumnya jauh dari kata cantik dan indah.
Seluruh waktunya dicurahkan untuk mencari harta yang akan diserahkan secara percumah pada hama di rumahnya. Mungkin orang lain berpendapat tindakannya sangat bodoh. Dia bisa kabur tanpa memperdulikan para hama yang semakin hari semakin rakus saja. Setiap hari keinginan hama-hama itu semakin di luar akal.
Dia hanya tidak bisa meninggalkan semua kenangan tetang keluarganya pada hama-hama itu. Seluruh rumah yang berisi cerita dirinya dan kedua orang tuannya. Rasanya hidupnya jadi tidak berarti kalau semua itu menghilang dan Dia harus menyerah dengan para hama itu.
"Sepertinya ada berbagai yang sedang kamu pikirkan, Kamu terlihat seperti nenek sihir kalau sedang berpikir." ucap Max yang membuat Sabrina menatap tajam pria di sampingnya. Benar-benar pria yang menyebalkan seperti dalam cerita. Sepertinya mulut pria ini harus di sekolahkan agar bisa mengeluarkan kata-kata indah bukan sindiran dan hinaan saja. Untungnya pria di sampingnya ini seorang pangeran. Kalau bukan Sabrina sudah pasti sudah memberikan pelajaran pada mulut menyebalkannya itu.
"Kenapa kamu menatap bibirku seperti itu? jangan bilang kamu sangat ingin mengecup bibir sexyku ini. Maaf aku tidak tertarik dengan bibirmu yang bau amis itu." Ucap Max yang entah sejak kapan sudah melepaskan pegangan tangannya dari Sabrina.
"Yang mulia saya tidak tertarik dengan bibir anda yang seharusnya di sekolahkan lagi. Biasanya yang mengatakan kata-kata seperti itu adalah orang yang paling mengharapkannya, bukan?" ucap Sabrina yang membuat Max membuang mukannya ke samping. Dia tidak ingin wanita ini tersanjung saat melihat rona merah di pipinya. Sejujurnya dia sangat ingin melakukan itu lagi. Namun gengsinya itu terlalu tinggi untuk mengatakan secara langsung pada Sabrina. Sialnya dia malah melemparkan bumerang yang membalik menyerangnya.
"Aku tidak tertarik, cara kamu melakukannya sangat amatiran. Tidak seperti para wanita yang sering bersamaku." ucap Max yang membuat Clovis harus menahan tawannya. Sayangnya Sabrina menyadari hal itu. Wanita itu menatap tunangannya dengan senyuman mengejeknya. Sedangkan Max sudah menatap tajam tangan kanannya yang bisa-bisa tertawa saat dia mengatakan hal seperti itu.
"Sepertinya kamu bukan orang yang ahli juga atau jangan bilang tadi pagi juga adalah pertama untukmu?"tanya Sabrina yang sekarang tersenyum lebar sambil menatap Max. Sayangnya pria itu lebih memilih mempercepat langkahnya. Sekarang Sabrina berada di belakang Max. Entah kenapa melihat wajah pria itu tersipu malu membuatnya Sabrina gemas sendiri.
Dia tidak menyangka sang tokoh antagonis yang terkenal sangat dingin bahkan dengan pujaan hatinya itu. Bisa juga tersipu malu seperti saat ini. Bukankah hal ini harus dia abadikan. Sayangnya di kerajaan ini tidak ada kamera yang bisa digunakannya untuk mengabadikan wajah max.
"Apakah pangeran ketiga tidak pernah berdekatan dengan wanita selain aku?"tanya Sabrina pada Clovis. Dia memang tidak berniat mengejar pria yang sedang merajuk itu. Entah kenapa dia senang melihat sikap kekanak-kanakan seorang Max.
".."
"Clovis, mengeluarkan sepatah kata lagi. Aku pastikan kamu tidak bisa memakan apapun dari mulutmu itu." Ucap Max sebelum Clovis menjawab pertanyaan Sabrina. Max memberikan peringatan yang membuat tangan kanannya itu memilih diam. Dia masih sayang dengan nyawanya. Apalagi tuannya sedang menatap tajam padannya. Pada akhirnya Clovis hanya bisa menganggukkan kepala saja mendengar perintah tuannya.
Sedangkan Sabrina tidak menyangka pria yang sedang menariknya menjauh dari Clovis. Bisa mengatakan kata-kata yang kejam pada orang paling dipercayanya. Bukankah hal itu berlebihan untuk sebuah fakta yang terdengar biasa saja.
Clovis tidak berniat memceritakan rahasia rencannya untuk menggulingkan putra mahkota atau kutukan yang diderita oleh Max. Tapi pria itu terlihat sangat marah jika Sabrina mengetahui fakta remeh itu.
"Kenapa kamu sampai mengancamnya seperti itu?" tanya Sabrina yang menatap tajam pria di sampingnya. Max menghentikan langkahnya, dia menatap tidak kalah tajam dengan Sabrina. Hal itu membuat seluruh keberaniannya hilang begitu saja. dia masih ingin hidup.
"Aku tidak suka saja ada yang membicarakanku. Apalagi tangan kananku mengatakan sesuatu tentangku pada kamu." ucap Max yang membuat emosi Sabrina kembali muncul. Dia tidak paham dengan maksud dari perkataan pria di depannya. Tapi dia sedikit tersinggung dari perkatannya. seakan-akan dia masih dianggap musuhnya.
"Kenapa? kamu masih berpikir aku musuhmu yang mulia pangeran ketiga." ucap Sabrina yang sekarang berjalan mendekati pria itu. Jari terunjuknya mengacung pada wajah Max. Hal itu membuat Max kesal.
Clovis dan Millie hanya bisa menatap takut dengan kedua tuan mereka. Apalagi mengingat kedua orang itu sama -sama keras kepala. Apakah akan terjadi pertumpahan darah di malam perayaan ini. Sungguh bukan hal yang baik bukan. Padahal beberap waktu lalu keduannya terlihat sangat akrab dan baik-baik saja.
"Aku tidak menganggapmu seor..." ucapan Max terhenti saat bibirnya di tutup rapat oleh tangan Sabrina. Wanita itu melihat kesekelilingnya. Dia merasa ada orang yang memperhatikannya. Perasaanya merasa tidak tenang. Dia menatap Clovis dengan lirikan mata. Beruntungnya tangan kanan tuannya sangat cepat tanggap. Pria itu langsung mengejar bayangan yang sempat menghilang sangat cepat.
Max menatap wanita di depannya dengan tatapan yang sulit di artikan. Dia sadar hampir saja melakukan kesalahan. Padahal biasanya dia adalah orang yang sangat hati-hati bila bertindak. Sayangnya semua itu hilang bila sedang bersama dengan Sabrina. Seakan-akan seluruh kewaspadaanya menurun begitu saja.
"Tempat ini tidak aman, ternyata pria itu masih belum mempercayaiku sepenuhnya." bisik Sabrina pada Max. Dia tahu siapa yang sedang dibicarakan oleh tunangan di depannya. Entah kenapa dia merasa wanita di depannya terlihat sangat pintar dan berhati-hati dalam bertindang. Sangat berbeda dengan rumor yang beredar tentangnya.
Sabrina memang terkenal dikalangan para wanita bangsawan. Sayangnya dia bukan wanita yang cerdas. Seringnya Sabrina dimanfaatkan oleh para bangsawan. Karena wanita itu terlalu polos dan naif. Tidak hanya itu saja dia bukan bangsawan wanita yang terkenal menonjol di kerajaan ini. Tentu saja hal itu yang membuat putra mahkota tidak bisa menerima cinta seorang Sabrina. Karena dia tidak membutuhkan pendamping yang bodoh seperti Sabrina.
"Sebenarnya siapa kamu Sabrina?" gumam Max dalam hati sambil menatap Sabrina yang sedang mengamati sekeliling mereka.
SELAMAT MALAM MINGGU PARA PEMBACAKU. SEMOGA CERITA INI BISA NEMANI MALAM KALIAN YANG BERADA DI KAMAR ATAU DIMANAPUN KALIAN BERADA. JANGAN LUPA FOLLOW, VOTE DAN COMMENT.
SELAMAT MENIKMATI CERITA THE FIANCE'OF VILLAIN CURSED.
MALAM INI BAKAL ADA KEJUTAN UNTUK KALIAN SEMUA LOH. JADI RAMAIKAN CERITANYA YA.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Fiance' of Villain Cursed (TAMAT)
Fantasy# 2 Edisi Novel Transmigrasi #Season 2 Warning '16+++ [Follow sebelum membaca ya 🙏] Kayla yang masuk ke dalam tubuh seorang wanita dari anak marquess di kerajaan Octavain. Tentu dia senang saat tahu akan hidup bahagia. Karena kedua ora...