Bab 38: Berlatih pedang

19K 2.2K 28
                                    

Sabrina menatap bangunan di depannya dengan wajah malasnya. Sebenarnya dia tidak ingin kembali ke tempat ini. Namun Dia ingat ada kelompok yang sedang mengejar hidupnya. Tentu saja hal itu bisa membahayakan orang disekitarnya.Sabrina tidak ingin kedua orang tua Sabrina berakhir menyedihkan karena keberadaannya di kediaman Marquess Valendric.

Sedangkan Max yang berada di samping tunangannya itu. Sudah sangat paham dengan isi pikiran dari Sabrina. Dia tahu kalau tunangannya tidak ingin kembali ke istana. Mengingat banyak aturan yang berlaku di istana yang membuat hidup Sabrina tidak bebas.

"Bisakah kita kembali lagi." ucap liri sabrina yang dihadiahkan sebuah elusan di kepalannya. Tentu saja orang yang melakukannya adalah Max.

"Bertahanlah setelah semua masalah selesai aku akan menjadikanmu istriku. Nanti kita bisa keluar dari istana ini." ucap Max yang membuat Sabrina mendengus kesal.

"Siapa yang memintamu menikahiku? jangan terlalu percaya diri kalau aku akan menerima lamaranmu itu." ucap Sabrina yang langsung meninggalkan tunangannya. Dia sebenarnya senang sekaligus malu mendengar perkataan pria itu. Wanita mana yang tidak bahagia jika ada pria yang mengutamakannya dibandingkan hal lain di dunia ini.

"Nona." panggil Millie pada nonannya.

Millie harus mengejar nonannya yang sudah berjalan jauh di depannya. Tadi dia sempat ditahan oleh pangeran ketiga sebelum membiarkannya menyusul Sabrina. Dia tidak menyangka mendengar perintah dari tunangan nonannya itu.

"Millie kenapa kamu harus berlari seperti itu?"tanya Sabrina pada pelayannya yang terlihat seperti habis marathon. Dia tidak sadar penyebab adalah dirinya yang berjalan terlalu cepat.

"Yang mulia pangeran ketiga berpesan untuk mempersiapkan diri anda karena setelah makan siang anda harus latihan." ucap Millie yang membuat kedua mata Sabrina melebar mendengarnya. Sebenarnya apa yang sedang direncanakan oleh tunangannya itu.

"Latihan apa? tadi dia tidak bilang apapun padaku?"tanya Sabrina pada pelayannya.

"Kata yang mulia, anda harus berlatih beladiri untuk menjaga diri anda saat yangmulia tidak ada di samping anda." jelas millie yang membuat kedua mata Sabrina semakin melebar. Dia sudah duga hidupnya tidak lagi tenang setelah kembali ke istana ini. Sungguh sebuah neraka untuk seorang sabrina yang lebih suka menghabiskan waktunya dengan bersantai di dalam kamar.

"Sialan, dia memang ingin memberikan hukuman padaku." umpat sabrina yang ingat perkataan tadi malam sebelum Max meninggalkannya. Pria itu mengatakan ada sebuah hukuman manis untuk Sabrina. Manis dari manannya kalau hukumannya itu adalah berlatih pedang dan seni beladiri lainnya.

Sabrina sudah mengganti bajunya dengan celana pakaian yang sering digunakan oleh para ksatria di kerajaan ini. Tentu saja pakaian itu didapatkan dari tunangannya yang sedang tersenyum padannya. Sedangkan Sabrina menatap tajam pria yang sedang menunggu kedatangannya itu.

Sungguh tunangannya itu jauh dari kata romantis. selalu saja membuat Sabrina kesal kalau ada di dekat seorang Max. Sabrina berjalan dengan wajah yang ditekuk tanpa ada senyuman yang menghiasi wajahnya.

"Hey kenapa kamu menatapku seperti kucing yang melihat ikan saja?" sindir Max. Dia sudah menduga akan begini akhirnya. Tunangannya itu memang wanita pemalas. Dibandingkan wanita-wanita bangsawan lainnya yang suka pergi ke acara teh. Sabrina lebih suka menghabiskan seluruh waktunya di kamar. Lebih tepatnya tunangannya itu lebih suka bersantai di atas tempat tidur saja.

"Kamu tahu alasan aku kesal padamu Max." ucap Sabrina.

"ayolah semuai ini demi kebaikan kamu. Kita tidak tahu mereka akan menyerang kapan. Kita harus selalu dalam keadaan waspada dan siaga. Kita tidak boleh menurunkan kewaspadaan kita." ucap Max sambil mengelus rambut tunangannya yang hari hanya dikat seperti ekor kuda.

"ya yayaya ayo lakukan dengan cepat, aku ingin kembali berkencan dengan kekasihku." ucap Sabrina yang membuat perubahan di wajah Max.

"Kekasihmu? kamu selingkuh?"tanya Max dengan tatapan tajam yang membuat Sabrina melangkah mundur karena takut melihat wajah tunangannya itu.

"Kekasih? aku tidak punya kekasih."

"lalu yang tadi kamu katakan apa?" tanya Max yang sekarang mengurung Sabrina dengankedua tangannya. Sedangkan Sabrina hanya bisa menyandarkan badannya ke pohon.

"Max kamu tidak bilang cemburu dengan tempat tidurku bukan?"tanya Sabrina yang membuat Max terdiam sesaat. Dia mencoba mencerna perkataan tunangannya.

"sialan bagaimana aku bisa lupa kalau sabrina tidak mungkin memiliki kekasih selain tempat tidurnya yang lebih dicintainya dibandingkan dirinya." umpat max dalam hati.

"Ayo kita mulai latihannya." ucap Max yang langsung membuang mukannya karena merasa sangat malu. Dia sudah cemburu buta dengan benda mati. Sungguh sesuatu yang sangat bodoh.

Sabrina tersenyum lebar melihat wajah malu tunangannya itu. Kapan lagi dia bisa menggoda seorang Max. Biasanya dirinya yang selalu diguoda oleh tunangannya itu.

Max terkejut melihat kelincahan dari wanita di hadapannya. Dia pikir Sabrina seperti wanita bangsawan lain yang lemah. Sabrina terlihat seperti seseorang yang sudah biasa menggunakan pedang dan badannya juga tidak selemah yang dibayangkannya.

Sedangkan Sabrina tersenyum tipis. Dia memang seorang pemalas dan lebih suka menghabiskan waktunya dengan tidur. Semua itu karena dia terlalu sibuk di kehidupannya menjadi Kayla. Jadi sekarang dia ingin menikmati waktu bersantai.

Kehidupan sebelumnya mengharuskan sabrina untuk bisa menjaga dirinya sendiri. Sebelum ayahnya meninggalkannya, Sabrina disibuk dengan berbagai latihan bela diri. Semua dilakukan untuk membuatnya bisa menjaga dirinya jika suatu hari ayahnya tidak. Sayangnya latihan yang sudah dilakukannya jadi tidak berguna jika melawan keluarga tirinya.

Bukan tidak memiliki keberanian. Sabrina hanya tidak ingin barang peninggalan kedua orang tuannya hancur di tangan keluarga tirinya. Jadinya dia hanya bisa mengikuti setiap keinginan mereka. Sabrina juga mencoba beberapa kali untuk bisa mengambil barang dari kedua orang tuannya. Sayangnya barang ibu dan ayahnya sudah di pindahkan ke suatu tempat.

Salah satu barang peninggalan dari kedua orang tuannya adalah sebuah rumah di desa tempat dirinya lahir. Rumah kecil yan penuh kenangan yang sedang diperjuangkan Kayla saat itu. Sayangnya dia harus mati lebih awal sebelum dia bisa melihat rumah masa kecilnya. Hari kematiannya, Sabrina akhirnya bisa terbebas dari keluarga tirinya. Tapi takdir berkata lain padanya.

"Kamu tidak perlu khawatir padaku, walaupun aku terlihat seperti wanita yang tidak memiliki semangat hidup. Aku masih bisa menjaga diriku dari orang -orang jahat hingga bantuan datang." ucap Sabrina bersamaan pedang yang dipegangnya dilempar ke samping kaki Max.

"Aku tidak menyangka kamu bisa menggunakan pedang dan bela diri." ucap Max.

"Aku tidak perlu menunjukkan keahlianku dalam menjaga diriku bukan?" tanya sabrina dengan wajah sebalnya.

"lallu kenapa kamu tidak menyerang orang -orang itu saat malam pertunangan kita?" tanya Max yang membuat Sabrina menatap aneh pada tunangannya.

"Bagaimana kamu tahu kalau aku tidak melakukan pelawanan? jangan bilang kamu ada di tempat itu dan tidak berniat membantuku saat itu?"tanya sabrina yang sekarang berjalan mendekati Max. Kedua matannya sudah memancarkan amarah. Sedangkan Max membuang wajahnya dia tidak berani menatap tatapan tajam dari tunangannya itu.


The Fiance' of Villain Cursed (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang