Bab 25 : Tinggal bersama ?

31.9K 3.5K 36
                                    

SArapan bersama berganti menjadi makan siang bersama. Tentu saja semua itu terjadi karena tokoh utama malah asik bergelut dengan mimpinya. Sekarang sabrina sudah duduk di salah satu kursi di meja makan dengan penampilan sederhanya. Dia memang tidak tertarik menggunakan gaun mewah yang membuatnya repot. 

Selain itu gaun mewah di masa ini sangat merusak mata. Apalagi gaun mewah sangat berat. Hal itu membuatnya sulit untuk bergerak. Jadi dia memilih gaun sederhana yang mempermudah gerakannya. Berbeda dengan penampilan dari ibu Sabrina asli. Hampir setiap wanita yang masih terlihat cantik meskipun usiannya sudah hampir menginjak 40 tahun.  Tapi dia masih suka menggunakan pakaian mewah tidak lupa dengan berbagai perhiasan yang menghiasinya. 

Kalau boleh memilih, Sabrina memilih untuk makan di kamarnya saja. Dibandingkan harus makan dengan tunanganya yang datang seperti jalangkung saja. Datang tidak diundang pulang tidak akan Sabrina antar juga. Entah rencana apa yang dibuat pria itu hingga datang kediamannya dan menggangu tidurnya. 

Sungguh dia masih malu dengan kejadian beberapa waktu lalu. Apalagi dia ingat segala tingkahnya yang saat tidur tadi. Rasanya ingin Sabrina menghilang dari dunia ini. Pria itu sudah berada di kamarnya selama satu jam. Bagaimana Sabrina tahu tentu saja dari pelayannya yang memilih menyelamatkan dirinya. 

Hal itu juga yang membuat Sabrina sejak tadi menatap tajam pada pelayannya. Sedangkan Millie memilih untuk mengalihkan tatapannya. Dia tahu nonanya sangat marah. Tapi dia juga tidka ingin mengorbankan hidupnya untuk nonanya yang sudah beberapa kali dibangun tetap asik dengan mimpinya. Tak apa sesekali dia memberikan pelajaran pada sikap nona barunya yang lebih menyebalkan. 

Kalau Sabrina dulu selalu membuatnya tegang dengan berbagai hukuman yang menantinya. Sekarang Millie selalu Khawatir dengan sikap nonanya yang seperti pasien rumah sakit jiwa. Bahkan beberapa kali Millie berpikir nonanya sedang frustasi karena berpisah dengan tunangan tampannya itu. 

"Kenapa tidak di makan makanannya?" tanya Max yang duduk disamping Sabrina. Sejak tadi pria itu hanya asik melihat tunangannya. Tentu saja hal itu membuat suasana di meja makan keluarga Valendric sangat mencengkram. Sedangknan empunnya tidak sadar sedang diperhatikan sejak tadi. Sungguh Sabrina bukan orang yang muda tanggap kalau emosinya sedang menggebu-gebu.

"Gak lapar." ucap Sabrina yang sejak tadi hanya memainkan makanannya dengan tatapan masih mengarah pada pelayannya. Tentu saja Max tahu kalau tunangannya sedang marah.

"Makan yang benar, masih banyak orang di luar sana yang sulit makan." ucap Max yang membuat Sabrina sadar dengan sikap kekanakannya. Akhirnya dia mulai memakan makannya dengan hening. 

Semua kegiatan keduannya tidak lepas dari tatapan pasangan Valendric. Mereka tidak menyangka pangeran ketiga sangat peduli pada anaknya. Mereka masih ingat seberapa buruk keduannya saat pertama kali bertemu di pesta pertunangan yang di adakan oleh kerajaan. Saat itu pangeran ketiga bahkan tidak berniat untuk bertegur sapa dengan Sabrina. 

Tapi sekarang mereka terkejut bukan main. Setiap pelakuan pangeran ketiga terlihat jelas kalau pria itu memiliki perasaan pada anaknya. Hampir seluruh rakyat kerajaan Octavain tahu kalau pangeran ketiga tidak pernah tersenyum bahkan pada raja sekalipun. 

Entah sebuah keberuntungan atau kesialan bagi seorang Sabrina. Karena di bisa melihat senyuman dari pria itu. Bahkan Tuan marquess Valendric ingin sekali mengabadikan kejadian langka di depannya. Setelah bertahun-tahun dia menjadi bangsawan dan memiliki hubungan baik dengan pemuda di samping anaknya itu. Akhirnya dia bisa emlihat senyumannya itu. Sungguh sebuah kejadian yang sangat langka pikirnya.

"Sebenarnya ada kepentingan apa hingga seorang pangeran ketiga yang terkenal sangat sibuk ini mendatangi kediaman marquess Valendric?"tanya Sabrina yang baru saja selesai makan.  Kedua orangtuannya menatap tajam pada anaknya. Sayangnya saat ini Sabrina sedang mode sebal karena kedatangan pria di sampingnya walaupun masih ada rasa malu yang tertinggal.

"Tidak ada yang salahkan aku bertanya tujuan pangeran ketiga datang kediaman ini. Tidak mungkin seorang pangeran yang sibuk datang hanya untuk mengisi waktu luang bukan?"

"Wajar karena kamu adalah tunangannya." ucap Marchioness Valendric yang tidak paham dengan sikap anaknya sekarang. Banyak yang berubah walaupun lebih banyak hal baiknya dari buruknya. Tapi dia tidak percaya dia memiliki keberanian diri mengatakan seperti itu pada seorang pangeran ketiga. 

"Tidak masalah, saya memang memiliki tujuan datang kediaman marquess Valendric. Seperti yang dikatakan oleh tunangan saya yang manis ini. Saya ingin meminta izin pada tuan marquess Valendric untuk mengizinkan saya beberapa hari tinggal dikediaman anda." ucap Pangeran ketiga yang membuat kedua orang tua Sabrina terdiam mendengarnya. Tidak menyangka pria di depannya itu meminta izin untuk tinggal dikediaman seorang marquess. 

"KAMU GILA." teriak Sabrina yang membuat kedua orang tuannya langsung berkeringat dingin. Bahkan keduannya saling berpegang tangan untuk menenangkan perasaanya. Bagaimana tidak anak perempuannya itu berteriak pada pangeran ketiga. 

Tidak hanya kedua orang tuannya saja yang terkejut dengan teriakan dari Sabrina. Tapi seluruh pelayan yang ada di ruangan makan sudah mulai berkeringat dingin. Rumor tentang seberapa kejam seorang Max di kerajaan Octavain tentu saja membuat mereka merasa nyawanya sebentar lagi tercabut. 

Sayangnya hanya Sabrina yang sudah tidak peduli lagi dengan nyawanya.  tidak ada rasa takut lagi  pada Max. Dia tidak bisa  membiarkan kehidupannya diganggu oleh pria di sampingnya. Cukup sudah hidupnya saat di istana seperti neraka.  Dia tidak ingin itu terjadi di kediamannya. 

"Aku tidak gila,tidak ada orang gila yang setampanku." ucap Max yang sangat percaya diri. Bahkan rahang sabrina terbuka lebar. Dia tidak menyangka pria ini bisa senarsih ini. Sepertinya kejadian di ruang makan memang sangat langka. 

Mereka bisa menyaksikan sikap pangeran ketiga yang berubah sangat drastis. Sedangkan Velix menepuk dahinya. Dia ingat temannya sudah mengingatkan untuk menjaga imej pangeran ketiga. Sayangnya Velix tidak seberani Clovis pada tuannya. Dia masih ingin hidup hingga saat ini. Biarlah pangerannya itu bersenang-senang dengan tunangannya.

"Jadi apa aku boleh menginap beberapa hari di kediaman anda marquess Valendric. " ucap Pangeran ketiga dengan tatapan tajam dan nada dinginnya. Sangat berbeda cara bicara Max saat berbicara dengan Sabrina. Sedangkan ayah dari Sabrina hanya menganggukkan kepala saja. Padahal dia sudah melihat gelengan kepala dari anaknya. 

Wajah Sabrina berubah menjadi semakin merah. Bukan karena malu tapi kesal. Dia kesal dengan tingkah tunangannya itu. Apakah dia tidak bisa membiarkannya menikmati hari-harinya sebelum kematian memanggilnya. Belum cukup masalah beberapa hari dengan putra mahkota. Sekarang tunangannya malah berulah kembali. 

"Mohon bantuan tunanganku selama aku tinggal di sini." ucap Max dengan senyuman lebar. Sayangnya senyuman itu sudah tidak memberikan pengaruh pada Sabrina yang sedang marah. Dia menatap tajam tunangannya.

"Aku tidak ingin membantu kamu, urus sendiri hidup kamu. Jangan ganggu aku." ucap Sabrina yang langsung meninggalkan Max begitu saja. Hal itu malah membuat Max tertawa kecil karena gemas dengan tunangannya yang sedang marah. 

Sedangkan seluruh orang masih belum percaya dengan yang terjadi beberapa saat lalu. Seorang pangeran ketiga tidak hanya meminta untuk tinggal dikediaman ini. Pria itu juga tersenyum dan tertawa seperti manusia normal. Mereka benar-benar harus mengabadikan kejadian hari ini. Sayangnya tidak ada lagi wajah ramah Max. 

"Saya ingin kamarnya berada di samping anak anda tuan marquess Valendric." ucap Max yang langsung dianggukkan oleh kedua orang tua Sabrina. Setelah itu Max langsung meninggalkan ruang makan. Dia berniat untuk mengejar tunangannya yang sedang kesal.

The Fiance' of Villain Cursed (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang