Harapan Markie

4.3K 500 68
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


.
.
.

Paris, 7 Pagi.

.
.

Markie panik karena Haechan lebih dulu bangun daripada dirinya, dan sekarang sang suami sedang membersihkan badan.

"Semoga Mas Dirga gak marah sama Markie," ucap Markie di dalam hati. Wajahnya terlihat gelisah. Dia bahkan berjalan mundar-mandir tak mau diam.

Telat bangun merupakan suatu kesalahan bagi Markie. Walaupun sebenarnya Haechan sama sekali tak mempermasalahkan hal tersebut.

Drrrt.

Ponsel Haechan yang berada di atas meja nakas tampak bergetar. Markie sedikit melihat ke arah benda tersebut.

Dengan sedikit ragu, Markie mengambil ponsel sang suami. Ada panggilan masuk dari nomor tak dikenal, dan ia tahu itu nomor kode negara China.

"Siapa yang ngehubungi Mas Dirga?" gumam Markie di dalam hati. "Kalau Markie angkat, Mas Dirga marah gak, ya?"

Pemuda itu hendak mengangkatnya. Namun, tidak jadi, karena takut sang suami marah. Dia kembali meletakkan ponsel suaminya di atas meja.

Tidak lama kemudian panggilan berhenti.

Markie bergeming, dia tengah memikirkan sesuatu.

"Kenapa ada orang dari China yang ngehubungi Mas Dirga?" kata Markie di dalam hati. "Padahal Mas Dirga beli nomor baru di sini buat komunikasi sama Ayah, Bunda, Papa, Mama dan temen-temennya. Masa ada yang udah tau nomor Mas Dirga yang dipake selama di sini, sih?"

Markie geleng-geleng kepala. Mencoba abai dengan panggilan telpon yang masuk ke nomor suaminya. Meskipun sedikit mengganggu pikirannya.

"Kamu kenapa?" tanya Haechan yang baru keluar dari kamar mandi.

Markie menoleh. Meskipun bukan sekali dua kali melihat sang suami tak memakai baju atasan, tetap saja rasanya ia malu.

Markie menunjuk ponsel Haechan yang ada di atas meja.

"Kenapa?" tanya Haechan lagi masih belum mengerti.

Markie memberi gerakkan jika ada yang menghubungi sang suami.

"Ada yang nelpon?" ujar Haechan yang dibalas anggukkan kepala dari Markie. "Kenapa gak diangkat?" kata pemuda itu seraya mengambil ponselnya. "Lain kali angkat aja."

Markie menggeleng. Lagipula kalaupun dia mengangkatnya, tak akan ada suara yang keluar dari mulutnya.

Haechan baru tersadar. Dia tersenyum, lalu mengusap rambut sang istri.

"Kamu mandi, ya. Abis itu kita sarapan, terus pergi jalan-jalan," ucap Haechan. "Tadi Mas mau bangunin kamu, tapi kamu tidurnya nyenyak banget. Mas jadi gak tega banguninnya."

Markie terdiam sejenak. Lalu, membuat beberapa gerakkan.

"Mas Dirga gak marah sama Markie karena telat bangun?"

Satu Atap(Hyuckmark)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang