Haechan Dirga Derova
dan
Markie Arkha Adipura
Dua orang yang tidak saling mengenal dan mencintai harus tinggal satu atap karena perjodohan.
Bagaimana nasib keduanya? Apakah cinta akan tumbuh di antara mereka dengan seiring berjalannya waktu?
Warning...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
. . .
Jeno dan Renjun keluar dari kantor polisi dengan perasaan sedikit kesal.
Kedua pemuda itu memang benar-benar membawa Lyorra ke pihak berwajib atas tindakkannya yang membahayakan.
Namun, ketika diintrogasi apa alasan dibalik gadis itu memberi bom waktu pada Renjun, dia menjawab karena dendam. Saat pihak polisi memeriksa isi ponsel Lyorra, tapi tidak ada hal mencurigakan. Semua normal. Isi pesan dan telpon Lyorra hanya berisi tentang jadwal keseharian gadis itu sebagai seorang model atau artis.
"Mau kalian maksa gue buat jujur, gak akan ada yang kalian dapetin. Karena gue udah jujur. Gue dendam sama kalian."
Begitu perkataan terakhir Lyorra sebelum masuk ke dalam sel tahanan. Dia mendapat hukuman lima tahun penjara dan denda sebanyak seratus juta.
Renjun dan Jeno jelas tidak percaya. Pasti ada yang disembunyikan oleh Lyorra. Hanya saja dia tak mau jujur. Mereka sangat yakin. Kemungkinan gadis itu sudah menghapus semua bukti.
"Gue rasa orang yang nyuruh Lyorra udah ngomong aneh-aneh sampe dia milih buat tetap tutup mulut," ucap Jeno.
"Iya, gue satu pemikiran sama lo dan gue rasa yang nyuruh Lyorra itu Arron," kata Renjun.
"Kenapa Arron?" tanya Jeno heran. "Gue malah lebih mikir tante Taeyongie."
"Karena pertemuan pertama kita sama Lyorra itu ngebahas soal Markie dan Arron. Pastinya dia ngasih tau Arron, kan? Lalu, si bajingan itu punya rencana licik, Lyorra nurut dan begitulah. Semua bisa berkaitan," ujar Renjun. "Tapi, mungkin tebakkan lo juga bener. Kalau tante Taeyongie yang nyuruh Lyorra."
"Kita belum ada bukti valid. Cuma nebak doang. Daripada salah, nanti kita yang kena imbasnya," ucap Jeno.
"Kita harus nyelidiki kasus ini, Je. Gue yakin banget kalau gak ada kepalanya, Lyorra gak mungkin ngelakuin itu semua hanya karena dendam," kata Renjun. "Lyorra cuma terlalu nurut sama orang yang nyuruh dia atau bisa juga takut."
Jeno mengangguk. "Gue rasa opsi kedua lebih bener," gumamnya. "Kita simpan dulu masalah ini. Sebaiknya sekarang kita balik ke rumah sakit. Nana khawatir sama lo."
Kini Renjun yang mengangguk. "Iya, gue beneran makasih sama lo. Karena kalau aja lo gak nelpon gue dan nyuruh buat ngebuang itu kamera, gue gak tau apa yang bakal terjadi sama gue," kata pemuda itu. "Gue beneran makasih, Je."
Jeno tersenyum. "Itu udah jadi tugas gue sebagai sahabat. Selalu ngelindungi lo, Dirga dan juga Ikbal."
Renjun membalas senyuman Jeno. Apa bisa suatu saat nanti gue dan Jeno lebih dari sekedar sahabat?
"Ya, udah, kita cabut, yuk," ucap Jeno.
Renjun mengangguk. Lalu keduanya beranjak pergi dari lingkupan kantor polisi.