Firasat

3.5K 486 75
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


.
.
.

"Hallo, tante. Kameranya udah saya kasih ke Renjun. Salah satu orang yang bikin tante kehilangan tante Tasya."

Lyorra mematikan ponselnya setelah sambungan bersama seseorang telah terputus. Gadis itu kembali menatap Renjun yang masih merapikan beberapa barang.

"Tiga puluh menit sebelum bom waktu itu meledak," gumam Lyorra. "Gak nyangka Renjun cukup polos," lanjutnya. "Kemarin emang dia dan temennya berhasil bikin gue gak bisa berkutik. Tapi, sekarang gak akan bisa. Selamat jalan, semoga tenang di alam sana."

Lyorra menyeringai, lalu segera melangkah pergi. Tidak berselang lama, Renjun juga ikut pergi dari tempat tersebut.

.
.
.

Taeyongie tersenyum puas kala mendengar laporan dari salah satu teman Winnar. Lyorra Karina.

"Aku gak salah minta bantuan sama Lyorra. Karena dia selalu bisa diandalkan," gumam Taeyongie. "Kalian bertiga udah berani ikut campur dalam masalah ini. Jadi, jangan salahin aku kalau kalian akan celaka."

"Sekarang hanya tinggal gimana caranya ngambil Tasya dari Jaemin dan Jeno," ucap Taeyongie. "Tapi, kalau berita kematian Renjun keluar, mereka berdua pasti akan sibuk. Saat itulah aku bisa bergerak buat bawa Tasya dari tangan mereka."

"Sekarang aku harus hubungi Winnar dulu. Gimana dia di Paris. Apa udah berhasil bikin Dirga jatuh cinta lagi," gumam Taeyongie seraya mengutak-atik ponselnya untuk mencari nomor ponsel Winnar selama di Paris.

"Hallo, sayang. Kamu lagi ngapain?" tanya Taeyongie begitu panggilan tersambung. Wanita itu mendengar suara decakkan dari tempat sang putra berada. "Kamu kenapa?"

"Aku kesel, Ma. Dirga pulang hari ini, dan aku gak sempet bikin Dirga balik lagi ke aku," ucap Winnar. "Malah kemarin Markie jahatin aku. Dia ngedorong aku sampai jatuh kepentok pintu, nampar aku lagi. Terus yang lebih buruk, dia bicara, Ma. Anak itu udah berani nentang Mama."

"Apa, Markie mulai bicara?" sahut Taeyongie terkejut. "Gimana bisa?"

"Aku gak tau, Ma. Tapi, yang jelas dia bicara sama aku. Ngatain aku juga. Kurang ajar banget, kan, Ma?" ucap Winnar. "Mama harus ngasih dia pelajaran. Bikin dia lebih menderita lagi daripada sebelumnya."

"Kamu tenang aja, ya? Masalah Markie biar Mama yang urus. Kamu fokus buat ngejar Dirga. Bikin dia jatuh cinta lagi sama kamu. Oke?" kata Taeyongie.

"Iya, Ma," balas Winnar. "Kirimin aku uang ya, Ma? Aku mau beli tiket buat pulang ke Indonesia."

"Iya, sayang. Nanti Mama transper," sahut Taeyongie. "Mama tutup dulu telponnya. Bye, sayang."

"Bye, Ma."

Taeyongie berdecak kesal. "Kenapa Markie bisa bicara lagi, sih?" gumamnya. Dia melirik ke sudut ruangan. "Beruntung aja di sini gak ada kamera CCTV. Jadi, aku bisa leluasa dalam bertindak. Gak kaya di ruangan lain. Aku harus terpaksa jaga sikap seolah aku baik sama anak cacat itu."

Satu Atap(Hyuckmark)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang