.
.
.
."Mas Dirga, apa besok kita beneran pulang?"
Haechan tersenyum saat mendengar Markie berbicara. Meskipun sedikit terbata dan cukup bergetar, tapi itu sudah lebih baik. Haechan sangat menyukai suara istrinya yang terdengar lembut.
Namun, Markie berkata jika dia akan berusaha bersuara hanya di hadapan Haechan. Sementara di depan orang lain, dia tidak akan melakukannya. Masih terlalu takut jika Taeyongie sampai tahu kalau ia berbicara.
Haechan dan Markie sudah selesai makan malam. Keduanya hendak kembali ke Hotel.
"Kamu gak apa-apa kalau kita pulang?" tanya Haechan.
Markie mengangguk. Lagipula di sini ada Winnar. Dia masih takut bertemu dengan Kakak tirinya.
"Mas belum pesen tiket, sih. Jadi, gak masalah kalau kamu masih mau di sini. Lagian perasaan Mas juga udah gak terlalu khawatir sama Jaemin," kata Haechan.
Pasangan itu tengah berjalan kaki menelusuri Kota Paris. Sengaja tidak memakai kendaraan karena ingin menikmati indahnya malam di Kota ini.
Markie menggeleng. "Kita pulang aja ya, Mas?" ujar pemuda itu.
Haechan tertawa karena suara istrinya masih terdengar kaku dan terbata. Mungkin karena sudah lama tidak berbicara.
Haechan sungguh masih tidak menyangka jika Markie sudah melewati begitu banyak masa sulit bahkan sejak kecil. Seharusnya banyak kenangan indah di masa kecil, namun Markie tidak mendapat itu semua. Justru ketakutan yang ia dapatkan.
Mulai detik ini, Haechan berjanji akan memberi sebuah kebahagiaan untuk Markie. Dia akan menjaga dan melindungi istrinya. Ia tidak akan membiarkan seseorang menyakiti sang istri lagi. Penderitaan Markie sudah cukup hanya di masalalu, bukan di masa depan.
"Mas?" Markie memanggil karena Haechan melamun. "Kenapa?"
"Gak apa-apa," balas Haechan sembari menarik sudut bibirnya. "Coba kamu lihat sekeliling," ucap pemuda itu. "Kota Paris indah, kan?" lanjutnya.
Markie mengangguk, lalu tersenyum. Kota Paris memang sangat indah. Terlebih saat malam hari seperti ini. Banyak lampu yang menghiasi jalanan.
"Tapi, kayanya wajah istriku lebih indah," kata Haechan.
Markie terdiam beberapa saat, wajahnya terlihat merona. "Mas....." Ia berucap pelan.
Haechan tertawa, lalu mengecup tangan Markie yang tengah ia genggam.
"Aku serius, loh."
Markie mengalihkan pandangannya. "Gak denger."
Haechan kembali tertawa. Pasangan itu terus melangkah menelusuri jalanan sembari mengobrol ringan. Meskipun hanya Haechan yang berbicara panjang, sementara Markie membalas dengan seadanya. Karena pemuda itu masih belum terbiasa mengeluarkan suara.
KAMU SEDANG MEMBACA
Satu Atap(Hyuckmark)
Hayran KurguHaechan Dirga Derova dan Markie Arkha Adipura Dua orang yang tidak saling mengenal dan mencintai harus tinggal satu atap karena perjodohan. Bagaimana nasib keduanya? Apakah cinta akan tumbuh di antara mereka dengan seiring berjalannya waktu? Warning...