Apakah Ini Akhir?

4.9K 395 22
                                        

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


.
.
.

Setelah pembicaraan mengenai masalalu Markie bersama Jisung serta menyusun beberapa rencana untuk memberi perhitungan pada Winnar selesai, Haechan dan Markie melanjutkan perjalanan ke rumah Jaehyun. Sekarang keduanya sudah tiba di depan rumah yang terlihat cukup sepi.

"Kamu tadi ada beli daging atau enggak, Dek?" tanya Haechan begitu turun dari mobil.

"Iya, Mas. Tadi Adek beli beberapa daging sama ikan," sahut Markie.

"Kita taro di kulkas Papa dulu, ya? Mas takut nanti daging atau ikannya jadi gak seger lagi," ucap Haechan.

Markie mengangguk. "Adek ambil dulu di mobil." Pemuda itu membuka pintu belakang mobil, lalu ia mengambil satu kantung plastik yang berisi daging serta ikan. "Ayo, kita masuk, Mas.

Kini giliran Haechan yang mengangguk. Keduanya berjalan ke arah pintu masuk. Markie menekan bel rumah beberapa kali, hingga tak berselang lama kemudian pintu terbuka oleh seorang Art.

"Tuan Dirga dan Markie, silahkan masuk."

Bibi Art membuka pintu lebih lebar, lalu ia menggeser tubuh mempersilahkan kedua Tuan Muda untuk masuk.

"Terima kasih," ucap Haechan seadanya. Dia masih mengingat tentang perlakuan si Bibi pada istrinya.

Markie hanya tersenyum saja, kemudian ia berjalan memasuki rumah bersama sang suami. Bibi menutup pintu kembali.

"Silahkan duduk, Tuan. Tapi, Bapak dan Ibu sedang tidak ada di rumah," kata si Bibi.

"Iya, saya tau," balas Haechan.

Bibi mengangguk. "Kalau begitu Bibi buat minuman dulu."

"Gak perlu. Saya bisa ambil sendiri," kata Haechan.

Si Bibi kembali mengangguk dengan sedikit takut karena sejak tadi Haechan berbicara menggunakan nada dingin. Wanita itu memutuskan untuk pamit ke dapur dan mempersilahkan kedua tuan muda-nya untuk duduk di sofa. Dia juga sempat berkata jika mereka butuh sesuatu tinggal memanggilnya saja.

Haechan sama sekali tidak menanggapi. Hanya Markie yang tersenyum manis pada si Bibi. Pemuda itu menatap suaminya.

"Mas, Adek naro daging sama ikan dulu di kulkas, ya," kata Markie. "Apa Mas mau minum sesuatu? Nanti Adek bikinin."

"Hm, boleh, deh. Kayanya kopi hitam buatan kamu enak," sahut Haechan sembari tersenyum kecil.

Markie nampak tersipu malu. "Ya, udah. Adek ka dapur dulu."

"Iya, sayang."

Haechan mengangguk, lalu mendudukkan diri di sofa. Sementara Markie beranjak ke dapur untuk meletakkan belanjaannya dan menyiapkan minuman.

Haechan melirik jam di dinding yang sudah menunjukkan pukul setengah lima sore. Ternyata mereka menghabiskan cukup banyak waktu di rumah Renjun untuk menyusun beberapa rencana.

Satu Atap(Hyuckmark)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang