Haechan Dirga Derova
dan
Markie Arkha Adipura
Dua orang yang tidak saling mengenal dan mencintai harus tinggal satu atap karena perjodohan.
Bagaimana nasib keduanya? Apakah cinta akan tumbuh di antara mereka dengan seiring berjalannya waktu?
Warning...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
. . .
"Aku gak mau dijodohin, Bunda."
Ketika di restoran tadi, Haechan sama sekali tidak memiliki kesempatan untuk menolak segala keputusan dari orang tua kedua belah pihak. Saat ada kesempatan'pun, Tennesya selalu berusaha menghentikan sang putra berbicara. Hingga akhirnya Haechan hanya bisa pasrah dengan menahan segala amarah di dalam hatinya.
"Bunda gak minta persetujuan dari kamu. Sekali Bunda bilang kamu akan menikah dengan Markie satu bulan lagi, itu artinya kamu harus nurut," ujar Tennesya tegas.
"Tapi, Bunda. Aku masih dua puluh dua tahun. Masih banyak hal yang belum aku lakuin dan aku sama Markie juga baru pertama kali ketemu," kata Haechan. Pemuda itu berusaha untuk tetap sopan ketika berbicara dengan kedua orang tuanya. Jangan sampai kelepasan. "Gimana bisa Bunda nyuruh aku nikah sama dia?"
"Kamu udah dewasa, Dirga. Bahkan dulu Bunda menikah saat masih belasan tahun. Kalau soal cinta itu bisa datang kapan saja seiring kalian selalu bersama dan tinggal satu atap," ucap Tennesya.
"Kami gak mungkin salah memilih calon untuk kebahagiaan kamu, Dirga," timpal Johnny. "Markie anak baik-baik. Dia sudah cocok menjadi pendamping hidupmu."
"Benar apa kata Ayahmu. Karena kami tau Markie itu seperti apa, jadi kami berani ambil keputusan ini," tambah Tennesya.
"Tapi, Ayah, Bunda ....."
"Apa kamu belum puas selama ini kami ngebiarin kamu ngelakuin apa yang kamu mau?" potong Tennesya hingga membuat Haechan terdiam. "Kami menuruti segala keinginan kamu. Kuliah ngambil jurusan sesukamu, kami ngebiarin itu tanpa ngebantah. Apa salahnya kalau sekarang kamu gantian menuruti keinginan kami, orang tuamu sendiri?"
"Bunda ....."
Tennesya mendekati Haechan, lalu mengusap bahu sang putra. "Kalau kamu menolak perjodohan ini karena Markie tunawicara, kamu gak perlu khawatir soal itu. Markie hanya sedikit memiliki kekurangan, tapi yang lainnya tidak. Dia sempurna, dia cocok untukmu. Bunda yakin. Markie adalah masa depan terbaik untukmu."
"Bukan itu, Bunda," gumam Haechan lirih. "Aku gak masalahin dia punya kekurangan seperti apa. Hanya aja aku belum siap kalau harus menikah dalam waktu dekat ini. Aku masih ingin menikmati hidupku bersama ketiga sahabatku."
"Sudah cukup main-mainnya, Derova. Ini sudah saatnya kamu serius tentang masa depanmu," kata Johnny tegas. "Kamu bukan anak kecil lagi. Ingat, kamu satu-satunya penerus Ayah."
Haechan terdiam menunduk dengan kedua tangan terkepal erat. Dia ingin sekali terus menolak, tapi sepertinya akan sia-sia saja. Tidak ada pilihan lain.
Tennesya kembali mengusap bahu sang putra. Tatapannya terlihat sangat berharap agar pemuda itu menuruti apa yang ia inginkan.
"Tolong turutin keinginan Ayah sama Bunda, ya?" ucap Tennesya.
Haechan menarik napas dalam-dalam lalu menghembuskannya. Pemuda itu mengangguk singkat. Sekarang ini tidak ada yang bisa dia lakukan selain menurut. Segala usahanya untuk menolak takan pernah dihiraukan.