Haechan Dirga Derova
dan
Markie Arkha Adipura
Dua orang yang tidak saling mengenal dan mencintai harus tinggal satu atap karena perjodohan.
Bagaimana nasib keduanya? Apakah cinta akan tumbuh di antara mereka dengan seiring berjalannya waktu?
Warning...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
. . .
Setelah selesai dengan pekerjaannya merapikan barang-barang ke lemari, sekarang hanya tinggal meletakan koper ke tempat yang lebih tinggi.
Markie merengut. Dia tidak sampai jika harus melakukannya sendirian. Ia melirik ke arah tempat tidur. Haechan tengah mengamati kamera di tangannya.
Apa seorang photography memang seperti itu jika tak ada kerjaan?
Markie memutuskan untuk mendekati Haechan. Ia akan meminta tolong pada suaminya.
Setelah menulis beberapa kalimat terlebih dahulu, Markie mulai melangkah, lalu menyentuh pelan tangan Haechan yang masih fokus pada kamera.
"Hm?" Haechan menoleh dan memberi tanggapan berupa gumaman.
Markie menunjukkan tulisannya.
"Lemari paling atas terlalu tinggi. Aku ingin meletakkan koper, tapi gak sampai. Eung... bisa tolong bantu aku?"
Haechan langsung terkekeh, sementara Markie merengut bingung.
"Oke."
Pemuda itu bangun, meletakkan kameranya di nakas, kemudian berjalan ke tempat lemari pakaian di dekat kamar mandi yang sudah resmi menjadi milik istrinya.
Markie mengikuti langkah Haechan seperti anak singa yang mengikuti kemana'pun induknya pergi.
"Di bagian paling atas?" tanya Haechan seraya mengambil koper yang ada di samping lemari.
Markie mengangguk kecil sebagai jawaban. Haechan meletakkan koper itu dengan mudah di bagian paling atas lemari.
"Barang-barang kamu dikit gini. Apa masih ada di rumah Mama Taeyongie?" tanya Haechan lagi yang kembali dijawab oleh anggukkan kepala dari Markie. "Kenapa gak diambil semua?"
Markie menulis di kertas, lalu memperlihatkan tulisan itu pada sang suami.
"Uhm, segitu udah cukup, kok. Kalau memang kurang, nanti setelah dibolehin keluar aku bisa ambil sendiri di rumah Mama."
Haechan mengangguk. Alis pemuda itu terangkat ketika melihat beberapa alat perlengkapan make up di bagian lemari paling bawah. Mungkin seperti eyeliner, bedak dan liptin.
Markie yang melihat arah pandang Haechan sontak segera mengamankan barang-barang pribadi miliknya itu. Wajahnya tampak memerah.
Haechan yang awalnya terkejut dengan reaksi Markie, kini malah terkekeh.
"Kirain cuma cewek doang yang punya alat perang. Ternyata cowok juga punya, ya," kata Haechan dengan nada jahil.
Markie mendelik dan Haechan kembali tertawa. Dia sungguh malu.
"Tapi, si Renjun juga punya, sih. Malah lebih banyak dari punya kamu," kata Haechan. "Apa kamu mau beli alat yang lain buat nambahin? Kita bisa pesan online."