Haechan Dirga Derova
dan
Markie Arkha Adipura
Dua orang yang tidak saling mengenal dan mencintai harus tinggal satu atap karena perjodohan.
Bagaimana nasib keduanya? Apakah cinta akan tumbuh di antara mereka dengan seiring berjalannya waktu?
Warning...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Ps: Di tiap dialog itu ada yg waktu berbeda, ya. Dirga dan kawan-kawan samaan di Jakarta. Sementara Bunda Ten di Bandung.
. . . .
"Tangan lo luka," gumam Renjun dengan bibir bergetar saat melihat luka yang cukup parah di tangan Jisung.
Mereka masih berada di sekitar tempat kejadian.
"Gak usah khawatir. Dikasih obat merah juga bakal sembuh. Yang terpenting lo baik-baik aja, Bang," kata Jisung.
"Makasih lo udah nyelamatin gue sampe tangan lo luka gini," ujar Renjun tulus.
Jisung mengangguk. "Udah kewajiban umat manusia buat saling tolong menolong," sahut pemuda itu. "Lagian kalau lo kenapa-kenapa, nanti gue bisa digorok sama Bang Eky atau Bang Ikbal," kelakarnya.
Pemuda itu langsung mendapat pukulan pelan dari Renjun.
"Gak usah becanda! Sini, gue obatin tangan lo."
"Ehehe, iya, Bang."
Renjun mengambil kapas serta obat merah yang tadi dibelikan oleh satpam setempat. Pemuda itu meraih tangan Jisung yang terluka, lalu mulai mengobatinya.
Lelaki misterius yang ingin mencelakai Renjun sudah dibawa ke kantor keamanan untuk diintrogasi.
"Sebenernya siapa orang tadi dan kenapa dia mau nyelakain lo?" tanya Jisung.
"Gue gak tau siapa," sahut Renjun. "Gue sendiri kaget tiba-tiba aja dapet serangan kaya tadi."
"Lo punya musuh, Bang?" Jisung kembali bertanya. Ia meringis pelan kala air alkohol bersentuhan dengan luka di tangannya. Cukup terasa perih. "Dia bilang orang suruhan buat ngebunuh lo."
Renjun menghentikan pergerakkannya untuk sejenak. Bayangan wajah seseorang terlintas begitu saja dalam benaknya.
Lyorra Karina.
Hanya gadis itu yang saat ini terbilang ada masalah dengannya. Namun, apa mungkin dia?
"Bang?"
Renjun tersentak ketika mendengar suara Jisung. Ia menggeleng untuk menjawab pertanyaan pemuda itu sebelumnya. "Gue gak punya musuh."
"Entah kenapa gue ngerasa kalau lo bohong," cetus Jisung. Ia kembali meringis pelan.
Renjun melirik sekilas. "Kenapa lo mikir gitu?"
"Gue punya feeling aja, sih," sahut Jisung. "Sorot mata lo kelihatan bohong."
Renjun kembali melirik. Dia cukup terkejut dengan perkataan Jisung. Pemuda itu bisa tahu jika ia memang sedang menyembunyikan sesuatu atau bohong.
"Gue gak bisa bilang kalau gue emang punya musuh, Niel," ucap Renjun. "Tapi, beberapa hari terakhir gue emang lagi ada masalah sama orang."
"Siapa?" tanya Jisung. "Kemungkinan dia orangnya."