Sebuah Bukti

6.3K 653 111
                                        

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.
.
.
.

"Mas Dirga, ternyata langit itu cukup mengerikan kalau dilihat dari dalam pesawat, ya?"

Haechan hanya bisa tertawa mendengar Markie berulang-ulang kali mengomentari langit. Kadang disebut indah, lalu menyeramkan. Berulang seperti itu. Sangat berisik, tapi Haechan menyukainya. Asal sang istri tidak bersedih karena kejadian tadi pagi.

"Mas Dirga, Mas Dirga....."

Markie memanggil dengan nada yang terdengar ceria. Wajah pemuda itu terlihat berseri. Begitu senang. Haechan jadi bingung sendiri. Ada apa dengan sang istri?

"Kenapa, Adek sayang?" tanyanya.

Markie tersenyum cerah. "Adek seneng banget!"

"Hm?"

"Gak tau kenapa, Adek bahagia bisa pulang ke Indonesia, dan pengen cepet sampe di rumah. Ketemu sama Papa," kata Markie. Nadanya terdengar masih berbata di setiap jeda satu kata. Tapi, sudah mulai tidak terlalu kaku. "Sama Bunda, Ayah, dan Mama."

"Adek mau ketemu sama Mama Taeyongie?" tanya Haechan.

Markie geleng-geleng kepala. "Mama Tasya. Adek punya photo Mama Tasya, lupa dibawa ke sini. Pengen dipeluk, terus dicium. Soalnya kangen."

Haechan tertawa sembari mengusak rambut Markie. Dia sangat menyukai rambut istrinya. Sedikit panjang berwarna pirang. Terlihat cantik.

"Mas Dirga mau ketemu sama Mama Tasya juga gak?" tanya Markie.

Haechan terkekeh geli. Sang istri benar-benar berisik. Biasanya dia benci orang berisik, tapi tidak untuk Markie. Pemuda itu justru sangat suka.

"Mau, dong. Pengen ngasih tau ke Mama Tasya kalau anaknya udah dimiliki seutuhnya sama Mas Dirga," kata Haechan dengan nada jahil.

Markie tampak bingung, tapi kemudian ia mengerti maksud sang suami. Wajahnya langsung memanas, membuat Haechan tertawa.

"Kalau ke Bunda, jangan kasih tau, ya, Dek. Nanti dia bisa berubah jadi reog. Mas males ngeladeninnya," ujar Haechan.

Markie mengangguk dengan polos. Wajahnya masih memerah. Siapa juga yang ingin memberitahu Tennesya kalau mereka sudah melakukan ritual malam pertama? Markie bisa malu setengah mati. Kalau teringat juga rasanya sangat malu. Apalagi diceritakan ke orang lain.

"Adek laper gak?" tanya Haechan. "Dari tadi ngomong terus."

Markie geleng-geleng kepala. "Adek mau bobo aja."

"Ya, udah, sini bobo," ucap Haechan seraya menepuk pundaknya, menyuruh sang istri untuk bersandar.

Markie menurut dengan patuh. "Mas gak bakal gangguin, kan?" tanyanya begitu lugu.

"Enggak, kok. Masa Mas tega gangguin kamu tidur?" balas Haechan sambil mengusap-usap rambut istrinya. "Sekarang bobo, ya. Nanti Mas bangunin kalau udah waktunya makan siang."

Satu Atap(Hyuckmark)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang