I Miss You

7.7K 690 64
                                        

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.
.
.

"Jadi, Haechan nyuruh kita bantuin dia buat nyari tau tentang Markie yang gak bisa bicara?" tanya Jeno dengan mulut yang sibuk mengunyah makanan.

"Iya," sahut Renjun seadanya.

"Gue masih gak nyangka kalau ternyata Markie itu bukan bisu dari lahir, tapi karena suatu alasan dan dia masih bisa bicara," kata Jaemin.

"Gue juga ngiranya Markie bisu sejak lahir," ucap Jeno. "Ah! Gue nyesel pernah ngatain dia dengan kalimat jahat."

"Emangnya kapan lo ngatain Markie?" tanya Jaemin heran begitupula dengan Renjun.

"Ya, waktu kita ngebahas Arron," sahut Jeno.

Kedua sahabatnya masih bingung, namun tak berselang lama mereka sadar maksud Jeno.

"Makanya kalau punya mulut jangan asal ngomong," ujar Jaemin.

"Iye-iye." Jeno mendengus.

"Oh, ya, gimana cara kita nyari tau masalah Markie?" tanya Renjun.

"Ada banyak cara, Ren," sahut Jaemin. "Nanti kalau kita udah bergerak, satu persatu akan terlihat," lanjut pemuda itu seraya berdiri. "Gue yakin itu. Karena kejahatan bakal terungkap seiring berjalannya waktu. Gak mungkin selamanya tetap menjadi rahasia."

"Beuh, hebat bener gaya bicara lu," sindir Jeno yang tak dihiraukan oleh Jaemin.

"Lo mau ke mana, Bal?" tanya Renjun.

"Ke warung bentaran," jawab Jaemin.

"Ngapain?" Renjun kembali bertanya dan Jaemin menunjukkan bungkus rokok yang sudah kosong.

"Nitip, ey. Jajanan apa aja, gue laper," kata Jeno.

"Itu mulut lo lagi ngunyah, goblok," ucap Renjun datar.

"Namanya si rakus. Doyan banget makan. Pantesan aja badannya bisa segede gaban," sindir Jaemin.

Jeno hanya tertawa. "Makan gak boleh dilewatkan, bro," kata pemuda itu. "Duitnya dari lo dulu," lanjutnya.

Jaemin menatap Jeno dengan sinis. "Kalau sampai gak dibayar, gue bunuh lo, Jen."

"Iya, anjer! Galak bener lo, ah." Jeno merengut.

"Hutang lo ke gue banyak, setan!" balas Jaemin.

"Kapan gue ngutang, asu?!" Jeno mendelik tidak diterima disebut banyak hutang oleh Jaemin. Perasaan belakangan ini dia sedang 'menghemat'. Jadi, tak mungkin ia punya hutang. Makan saja selalu menumpang pada Renjun atau merampok beberapa nominal isi rekening Haechan.

Jaemin tidak peduli, dia beralih menatap Renjun yang sedari tadi fokus pada ponsel, tak menghiraukan keributan di sekitarnya. Mungkin sedang berkirim pesan dengan Haechan.

"Lo mau nitip gak, Ren?"

"Beneran ke warung apa minimarket?" balas Renjun tanpa menoleh.

"Market," sahut Jaemin.

Satu Atap(Hyuckmark)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang