Haechan Dirga Derova
dan
Markie Arkha Adipura
Dua orang yang tidak saling mengenal dan mencintai harus tinggal satu atap karena perjodohan.
Bagaimana nasib keduanya? Apakah cinta akan tumbuh di antara mereka dengan seiring berjalannya waktu?
Warning...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
. . .
"Selamat malam, Nyonya."
Taeyongie tidak membalas sapaan dari seorang perawat yang membukakan pintu untuknya di sebuah rumah di tempat terpencil. Wanita itu langsung masuk dengan langkah yang cukup angkuh.
"Bagaimana keadaannya?" tanya Taeyongie.
Perawat bernama Hendery itu menutup pintu, lalu menjawab pertanyaan sang Nyonya.
"Masih seperti biasa, Nyonya. Belum ada perkembangan apa-apa," sahut Hendery dengan posisi berdiri yang sopan. "Dia masih koma. Bahkan saya tidak bisa memprediksi kapan dia bisa sadar. Dia seperti sudah meninggal, meskipun denyut nadinya masih terasa."
Taeyongie tidak menjawab, wanita itu berjalan ke arah sebuah kamar yang hanya ada satu-satunya di tempat itu. Hendery mengikuti dari belakang.
Begitu pintu kamar terbuka, terlihat seorang wanita yang lebih tua setahun dari Taeyongie tengah berbaring di atas ranjang dengan banyak alat Dokter di tubuhnya.
Taeyongie melangkah mendekat, lalu berhenti dan memandangi si wanita.
"Apa kabar, Kak?" ucap Taeyongie. Meski pertanyaannya tidak akan dijawab. "Keliatannya masih sama dari terakhir kali aku datang ke sini, ya."
Taeyongie melirik ke arah Hendery yang langsung menunduk. "Kamu keluar. Saya ingin berduaan di sini bersama Kakak saya."
"Baik, Nyonya."
Hendery mengangguk patuh, kemudian beranjak keluar dari kamar.
Setelah kepergian sang perawat, wajah Taeyongie terlihat berubah. Tatapan wanita itu tak lagi sama pada Kakaknya.
"Kamu tau, Kak. Sebenarnya aku pengen banget Kakak mati, tapi sayangnya aku masih butuh Kakak buat ngelakuin sesuatu untukku. Jadi, ayo bangun, biar aku segera menuntaskan urusanku dan Kakak bisa tenang istirahat di Surga," kata Taeyongie.
Wanita itu memegang tangan kiri Kakaknya, lalu tersenyum miring.
"Kak Yutha, aku membawa kabar baik buat Kakak," ucap Taeyongie. "Kakak ingat anakmu, Markie, kan? Nah, sekarang dia udah menikah. Aku yang mengusulkan pada Jaehyun agar Markie dijodohin," lanjut wanita itu. "Soalnya aku gak sudi ngerawat anak Kakak yang sekarang cacat. Dia bisu, gak bisa ngomong, Kak."
Taeyongie tertawa culas dalam beberapa saat, sebelum ia kembali berbicara.
"Jangan tanya kenapa, karena aku gak bakal ngasih tau Kakak," kata wanita itu.
Taeyongie melepaskan pegangan tangannya, lalu bersedekap dada.
"Awalnya aku mikir, sih. Kalau Markie jadi cacat, kemungkinan besar bakal diusir sama Jaehyun. Tapi, ternyata pikiranku salah. Dia justru menyuruhku untuk merawatnya sampai besar," ujar Taeyongie tampak kesal.
"Capek ngurusin anakmu yang cacat itu, Kak. Bikin beban keluarga."
"Aku menikahi Jaehyun bukan untuk ngurusin anakmu. Aku mau senang-senang, menikmati kehidupanku yang bahagia. Bukannya disuruh ngurusin anak cacat gak berguna."
Taeyongie tersenyum sinis.
"Ya, sekarang aku udah bebas dari beban hidupku, sih. Karena Markie udah menikah dan jadi tanggung jawab orang lain, bukan aku lagi."
"Selamat tinggal beban."
Taeyongie kembali tertawa penuh kepuasan. Namun, raut wajahnya seketika berubah.
"Tapi, sayang. Ternyata rencanaku ini membuat anak kesayanganku, Winnary, sedih."
"Kakak tau kenapa? Karena suami Markie itu pacarnya anakku."
"Markie udah bikin Winnar sedih dan aku gak bisa ngebiarin semua itu terjadi. Markie harus menerima akibatnya karena membuat anakku menangis."
Taeyongie terdiam sejenak, sebelum kembali melanjutkan perkataannya.
"Markie gak bisa bahagia selama Winnar sedih karena dia," kata wanita itu. "Mungkin cukup sulit, tapi aku pasti bisa membuat Winnar mendapatkan cintanya kembali."
Taeyongie tersenyum memandangi Kakaknya yang bernama Annantasya Yuthavanty Gunawan itu. Kakak sambungnya yang merupakan Ibu dari Markie.
Beberapa tahun silam ketika Markie masih bayi, sebuah kecelakaan terjadi pada mobil yang ditumpangi oleh Yuthavanty, Markie dan supir. Mereka hanya bertiga tanpa ada Jaehyun di sana.
Pada saat itu, kecelakaan tersebut bisa dibilang parah. Bahkan mobil sampai terguling dan hancur setengahnya.
Yuthavanty berusaha melindungi Markie dengan cara memeluk bayi kecilnya itu. Meskipun keadaannya sendiri tidak baik-baik saja. Yutha hanya memikirkan keselamatan anaknya.
Wanita itu berhasil melindungi buah hatinya. Dia bahkan masih bisa melihat jika tak ada luka serius pada Markie, sebelum kesadarannya menghilang, dan tangisan Markie terdengar.
Kecelakaan tersebut terjadi pada malam hari. Keadaan jalan sedang sepi, tak ada kendaraan yang lewat. Yutha berteriak meminta tolong juga tidak ada yang mendengar.
Setelah Yutha tidak sadarkan diri, Taeyongie muncul bersama seorang lelaki. Dia mengecek denyut nadi Yutha. Ternyata masih terasa, sang Kakak hanya pingsan. Sementara supir sudah meninggal.
Taeyongie meminta bantuan pada lelaki yang bersamanya untuk membawa Yutha pergi dari tempat itu. Dia sendiri segera menggendong Markie yang tengah menangis. Ia berusaha menenangkannya.
Setelah memastikan si lelaki yang membawa Yutha berlalu pergi, Taeyongie mengambil ponselnya untuk menghubungi Jaehyun. Namun, sebelum itu, dia menyempatkan secarik kertas pada tubuh Markie yang berisi sebuah kebohongan, yang membuat Jaehyun membenci Yutha.
.
"Kamu dengar ya, Kak. Aku gak akan biarin anak Kakak itu bahagia. Dia harus menderita seperti Kakak," ucap Taeyongie. "Oke, pertemuan kita cukup sampai di sini. Aku akan kembali lagi kalau dapat informasi jika Kakak udah sadar dari koma."
Taeyongie memandangi Yutha sejenak, sebelum kemudian melangkah keluar kamar.
Setelah Taeyongie pergi, mata Yutha yang terpejam, terlihat menangis.
Meskipun Yutha tidak sadar, tetapi hatinya bisa merasakan jika ada kejahatan di sekitarnya.
. . .
Haechan terdiam memandangi wajah Markie yang tengah tertidur.
Setelah Markie mengeluarkan suara dengan banyak nada ketakutan di dalamnya, pemuda itu langsung menangis, bahkan tubuhnya gemetaran, membuat Haechan panik dan khawatir.
Haechan mencoba menenangkan Markie dengan memeluknya dan mengucapkan kata-kata penenang. Sampai akhirnya sang istri berhenti menangis, lalu tertidur.
Haechan menyesal karena dia mengambil tindakkan yang gegabah. Seharusnya ia tak perlu menyuruh Markie mengeluarkan suara sekarang. Ini salahnya.
Namun, Haechan juga bingung. Mengapa reaksi Markie ketika mengeluarkan suara terlihat sangat ketakutan. Seolah sang istri tak bisa bicara karena sebuah trauma.
Haechan harus mencari tahu soal masalah ini. Bagaimana'pun juga Markie sudah menjadi tanggung jawabnya. Apapun yang terjadi pada sang istri, ia yang harus melindunginya.
"Maafin Mas Dirga, ya. Karena udah bikin Adek ketakutan kaya gini," ujar Haechan pelan. "Janji gak bakal terulang lagi." Ia kembali berucap, kali ini disertai dengan kecupan lembut di kening Markie.
"Gue harus minta bantuan Renjun, Jeno dan Jaemin. Gue yakin mereka bisa ngebantu gue," kata Haechan seraya mengambil ponsel untuk memberi kabar pada ketiga sahabatnya.