Terima kasih buat semua orang yang sudah mampir ke cerita ini
Apalagi buat yang komen, aku mau double terima kasihBuat yang nungguin cerita lain update, ditunggu dengan sabar ya
Soalnya aku belum tau kapan lagi bisa ngelanjutin
Semoga secepatnya 😊Last but not least, yang mau potongan harga 50% di karya karsa masih bisa ya
Kamu cukup follow Instagram dan wattpad aku, terus bukti follow nya kirim lewat DM
Thank you and happy reading
…........Menjadi sedikit lebih baik itu baik, tapi lebih baik untuk menjadi sedikit lebih unik
- Bang Jeno -
Aku tidak pernah menyangka bahwa perihal tempat magang akan terus berbuntut panjang. Aku yang semula menduga bahwa dengan semalaman menyendiri bisa menghilangkan kesedihan, kini hanya bisa mengelus dada saat orang-orang yang ku ajak pergi ternyata harus WFO dan tidak bisa memenuhi tawaranku untuk sekedar ngopi-ngopi cantik di kedai kekinian.
Ya mereka sudah punya kesibukan di sela-sela kegabutan menunggu jadwal bimbingan. Sementara aku yang tinggal seorang diri, yang masih belum punya kesibukan di tingkat akhir ini berakhir untuk memutuskan pulang untuk mengurangi kesedihan.
Aku menelungkupkan wajah di atas laptop. Membuat mama, papa, dan juga Bang Jeno yang sedang asyik menatap layar televisi menoleh ke arahku.
"Kenapa, Liv?" tanya mama saat menyadari bahwa anak perempuannya terlihat sangat tidak bersemangat.
"Belum nemu tempat magang itu, tapi temen-temennya udah." Bukan aku yang menjawab, melainkan abangku satu-satunya.
Memang aku sempat curhat dengannya — yang menurutku tidak mendapatkan feedback yang bagus. Namun ternyata dia mendengarkan dengan baik sehingga bisa menjawab pertanyaan dari mama.
"Kok gak ada yang mau nerima Oliv jadi anak magang ya?" tanyaku heran.
Jika menilai secara objektif, aku yakin bahwa aku lumayan pintar. Dari segi fisik pun, meski tidak bisa dikatakan sangat cantik aku masih bisa dikatakan lumayan. Bahkan aku juga cukup aktif membagikan kegiatanku di sosial media — which is harusnya bisa menjadi bahan pertimbangan bagi para HRD ketika aku melamar sebagai seorang Social media officer maupun Social media specialist.
"Kamu daftar jadi apa?" papa yang sedari tadi hanya diam memperhatikan ternyata tertarik untuk bergabung ke obrolan menyedihkan ini.
Aku mendongak. Menatap ke arah beliau dan menampilkan wajah memeles, "Banyak, pa. Mulai dari copy writer, content writer, social media specialist, content creator..." Aku menggunakan jariku untuk menghitung sebanyak apa posisi yang sudah aku lamar.
Sebab sebagai mahasiswa jurusan ilmu komunikasi, ada cukup banyak pilihan untuk posisi yang bisa dilamar di tempat magang. Apalagi untuk bisnis digital, hampir selalu di setiap perusahaan membutuhkan lowongan untuk anak komunikasi.
"Bahkan aku pernah daftar jadi data analyst sama personal asisten, loh" lanjutku menambahkan.
Bukannya terlihat kagum dengan semangat dan perjuanganku, ketiga orang ini justru terdiam. Terlihat begitu heran dengan jawaban yang aku utarakan.
"Emang lo punya porto?" kali ini Bang Jeno jadi orang pertama yang bertanya.
Aku meringis. "Ada, tapi gak buat semua posisi."
"Gue punya porto buat jadi social media sama video editor, Bang. Tapi karena di dua posisi itu gak ada yang nyantol, ya gue perlebar aja aja jangkauannya. Semua posisi gue apply pakai porto itu."
Untuk kedua kalinya, orang-orang di depanku hanya bisa terdiam. Sementara papa tersenyum heran — mungkin melihat betapa absurd anak gadisnya saat sudah mulai putus asa.
"Mau mama bantu?" mataku seketika berbinar. Tiba-tiba merasa menemukan jalan keluar dari kebuntuan yang sudah menyapaku beberapa waktu terakhir. I love you, ma!
"Temen mama ada yang buka magang?" mama mengangguk. "Dimana?"
"Kelompok arisan mama," seperti balon yang talinya dilepas, aku melayang dalam waktu sebentar kemudian jatuh saat sudah tak ada udara di dalamnya.
Magang di kelompok arisan?
What? untuk posisi apa coba?"Mama sama temen-temen mama kan suka bikin kegiatan, Liv. Kami biasanya hire photographer juga loh, bayarannya lumayan."
Aku mendelik ke arah Bang Jeno yang tertawa. Pasti sedang menertawai ku yang mendapatkan tawaran kerja ajaib dari mama. "Diem lo, bang."
"Itu bukan magang namanya, Ma. Itu freelance dong. Oliv mau yang berangkat kerja tiap hari, atau seenggaknya punya jam kerja yang jelas."
Meski kampus tidak mewajibkan untuk magang, nyatanya hampir setiap orang di jurusanku mengambil magang. Aku sebenarnya tidak terlalu fomo, tapi karena seluruh sahabatku juga begitu, aku terpaksa juga harus ikut agar tidak menggabut sendirian dan berakhir dengan galau-galau yang tidak jelas.
"Nggak mau berarti?" aku menggeleng.
"Mau, ma. Tapi tetep mau cari magang." Ujarku mengklarifikasi. Aku tetap menerima tawaran dari beliau, sebab kata 'bayarannya lumayan' berhasil menarik perhatianku. "Oliv mau jadi fotografer acaranya mama, ya."
Mama mengangguk. Sementara aku tersenyum — ya, setidaknya aku akan mendapatkan satu sumber pemasukan yang cukup besar.
"Pa ...." Kali ini aku menoleh ke arah papa. Sedari tadi beliau memang lebih banyak mendengarkan, tapi aku yakin 1000% bahwa papa pasti memiliki solusi atas masalah ini.
"Bantuin Oliv dong pa ...." mohonku seperti anak kecil.
"Bukannya kamu anti nepotisme?" aku langsung terdiam saat mendengar penuturan beliau.
Memang benar bahwa selama ini aku selalu berkoar-koar anti nepotisme. Apalagi sejak Bang Jeno terjun di dunia politik dan mengikuti karir papa, aku selalu suudzon bahwa kesuksesan karirnya di politik adalah hasil dari menjual nama papa yang notabene adalah mantan menteri.
"Si paling anti nepotisme kenapa nih ...." aku langsung melempari Bang Jeno dengan bantal yang ada di sebelahku.
"Diem deh. Lo gak diajak, Bang." Bang Jeno dengan wajahnya yang senang meledek memang sangat menyebalkan.
"Bukan nepotisme, pa. Maksud Oliv papa tau gak perusahaan yang lagi buka magang? siapa tau kan Oliv bisa daftar disitu." Aku meluruskan maksud perkataanku agar orang-orang di rumah ini tidak salah paham. Meski begitu, dari lubuk hatiku yang paling dalam aku sudah sangat siap bila papa tiba-tiba akan berkata bahwa beliau ingin menitipkanku di salah satu perusahaan milik koleganya.
Papa terlihat mengangguk. Entah mengiyakan perkataanku barusan atau bukan. "Kalau magang di kantor kementerian mau gak?"
MAU BANGET!!

KAMU SEDANG MEMBACA
Minis(try)
Genç Kız Edebiyatı"Akhirnya gue keterima magang, Bang!" Teriaku pada Bang Jeno, kakakku yang sampai sekarang belum bisa dibanggakan. Bang Jeno yang sedang bermain ponsel mendengkus, "Magang modal orang dalam aja bangga," "Ngakunya anti nepotisme, tapi mau magang aja...