Tidak semua ketakutan dalam kepala akan terbukti dalam dunia nyata. Banyak dari ketakutan-ketakutan yang dialami manusia itu tidak berdasar, sehingga kenyataan di lapangan akan jauh lebih mudah ketimbang yang dibayangkan. Ya, setidaknya itu yang terjadi pada kasusku sekarang.
Harus aku akui — suka atau tidak, sejak menerima tawaran mama untuk menjadi fotografer pada acaranya aku memiliki ketakutan-ketakutan yang tidak berdasar. Namun setelah datang dan melakukan pekerjaan tersebut, semuanya justru berjalan dengan lancar. Apalagi sejak tahu bahwa partner kerjaku adalah seniorku di kampus, perasaan was-was langsung menghilang begitu saja.
"Fix ya berarti ini," setelah memikirkan dengan seksama, pada akhirnya aku menerima tawaran dari Mas Farhan. Menjadi fotografer di studionya, sembari memikirkan langkah ke depan yang aku ambil.
Daripada gabut gak ada kegiatan, mending terima tawaran pekerjaan darinya kan?
Kapan lagi jalan-jalan baliknya dapat pekerjaan.Aku tersenyum. "Iya, Pak Bos. Mohon bimbingannya ya." Aku menanggapinya dengan setengah bercanda. Setelah barusan kami bersalaman, maka secara tidak resmi aku sudah menjadi bawahannya. Jadilah mengganti panggilan 'Mas' menjadi 'Pak Bos'.
Mendengar jawabanku, Mas Farhan tertawa. "Jangan gitu lah, jadi gak enak gue."
"Masih muda udah dipanggil pak bos aja." Lanjutnya menambahkan. Bergaya sok iye dengan maksud bercanda.
Setelah mengobrol cukup lama dengan Mas Farhan, aku menyadari betapa menyenangkan sosoknya. Dia adalah tipe laki-laki yang tidak jaim, mudah bergaul, dan pandai melakukan tindakan persuasif. Terbukti dari aku yang awalnya bimbang, berakhir dengan menerima tawarannya untuk bekerja. Padahal aku belum bertanya pada mama dan papa, tetapi langsung berani memutuskannya.
"Foto yuk." Belum juga aku menanggapi, tiba-tiba dia mengajakku untuk berfoto. Sebuah tindakan yang cukup impulsif sehingga membuatku mengernyitkan dahi.
Kenapa tiba-tiba ngajak foto?
Menyadari kebingunganku, dia kembali berkata. "Ini gue mau kirim di grup kalau udah nemu karyawan baru."
Bukannya paham, aku malah semakin dibuat bingung.
"Tadi sebelum ke sini, gue sempet chat digrup anak-anak kalau ketemu calon karyawan potensial. Terus gue bilang kalau bentar lagi bakal gue ajak buat join."
Aku menunjuk diriku sendiri. "Jangan bilang yang ada dipikiran gue ini bener?"
Dia mengangguk. "Iya bener. Lo orangnya."
"Lah," responku bingung. "Lo emang sengaja deketin gue buat nawarin kerjaan?"
Dia menggaruk kepala bagian belakangnya. "Iya." Jawabnya sembari meringis. Ternyata kedatangannya tadi tidak hanya sekedar untuk menyapa. Namun berniat untuk merekrut ku sebagai bawahannya.
"Kebetulan studio emang lagi hectic banget, jadi gue butuh cepet buat karyawannya. Makanya pas tadi ketemu lo, gue tiba-tiba langsung kepikiran."
Aku benar-benar dibuat speechless olehnya. Siapa yang menyangka bahwa selain membuatku bisa bekerja dengan nyaman, pertemuanku dengan Mas Farhan di tempat ini juga membukakan pintu rezeki untukku.
Semoga dia nggak nyesel jadiin gue karyawannya.
***
Aku tersenyum memandang sebuah foto yang terpampang di layar ponsel. Foto sebuah pemandangan langit vila malam hari yang diambil oleh Mas Farhan, yang diupload nya ke Instagram story dan menandai akunku.
Aku mengklik tulisan tambahkan story, lalu membagikannya. Foto hasil jepretannya terlihat estetik, jadi aku memutuskan untuk merepostnya. Tanpa berpikir panjang bahwa tindakan impulsif ku itu akan menimbulkan banyak pertanyaan dari orang-orang.

KAMU SEDANG MEMBACA
Minis(try)
Romanzi rosa / ChickLit"Akhirnya gue keterima magang, Bang!" Teriaku pada Bang Jeno, kakakku yang sampai sekarang belum bisa dibanggakan. Bang Jeno yang sedang bermain ponsel mendengkus, "Magang modal orang dalam aja bangga," "Ngakunya anti nepotisme, tapi mau magang aja...