Aku menunggu kedatangan Mas Gama di depan teras. Duduk di kursi yang sengaja mama letakan di sana, sembari menscrol tiktok untuk membunuh rasa bosan.
Suara deru mobil yang terdengar masuk ke halaman rumah membuatku mendongak. Cepat-cepat aku menutup ponselku, lalu berdiri untuk menyambutnya.
Senyumku merekah lebar. Tepat saat orang yang aku tunggu ke luar dari balik kemudi. "Mas Gama ...." Ujarku sembari berjalan ke arahnya. Sedangkan yang kutuju hanya tersenyum, lalu merentangkan kedua tangannya.
Kalau sampai Bang Jeno tau, bisa habis kena cibir kami berdua.
"Kangen banget, Mas."
Aku dan Mas Gama sudah tidak bertemu beberapa hari. Ya, baru beberapa hari. Namun karena komunikasi kami juga tidak terlalu intens — karena aku dan dia juga sama-sama sibuk bekerja, maka aku merasa bahwa kami sudah tidak berjumpa cukup lama.
Mas Gama membalas pelukanku. "Mas juga kangen banget."
Suara dehemen seseorang membuatku dan Mas Gama melepaskan pelukan. Papa sudah berdiri tak jauh dari kami, yang otomatis langsung membuatku dan Mas Gama menjauhkan diri satu sama lain.
"Papa.... sejak kapan di situ?" tanyaku pelan. Aku bukannya takut dimarahi, tetapi terlanjur malu karena berpelukan di halaman rumah.
Aku melirik Mas Gama yang sepertinya sedang salah tingkah. Dia bahkan menggaruk leher belakangnya pelan, seperti yang rutin dia lakukan ketika sedang merasa gugup. "Halo, om ..." Mas Gama berjalan mendekat ke arah papa, lalu menyaliminya.
Namun tiba-tiba sosok papa justru menarik tubuh Mas Gama dan memeluknya.
Waduh, udah kaya bapak sama anak cowoknya aja.
"Kamu gimana dek, ini ada tamu malah gak disuruh masuk." Papa melirik ke arahku. "Malah diajak peluk-pelukan di depan."
Sudah kupastikan bahwa pipiku bersemu merah. Lagi-lagi bukan karena salah tingkah, tetapi karena merasa malu yang sangat luar biasa.
"Anak muda memang begitu ya ..." Lanjut papa. Kini sembari melirik ke arah Mas Gama yang kelihatan canggung.
Tentu saja kami berdua terjebak situasi yang awkward. Bagaimana mungkin kami berpelukan dengan tenang, sementara ada orang tua yang diam-diam memperhatikannya dengan dekat.
Bjir!
Lebih parah parah ketahuan papa dibanding Bang Jeno ternyata."Cepet-cepet dihalalkan, Gam. Biar lebih enak kalau dilihat." Papa menepuk pelan pundak Mas Gama. Meski yang beliau utarakan cukup pelan, aku yang memang sudah berjalan mendekat ke arah mereka tetap mendengarnya.
Apa ini lampu hijau?
"Mas, tadi dibisikin apa sama papa?" setelah papa berpamitan masuk dan meninggalkan kami berdua, langkahku langsung mendekat ke arah Mas Gama. Menanyakan apa yang dibisikkan padanya, sebab aku tidak bisa mendengarnya.
Mas Gama hanya tersenyum, lalu mencubit pelan pipiku. "Rahasia," lalu dia berjalan menuju ke dalam rumah.
"Mas," aku mengekorinya. Dari ekspresi wajah yang ditunjukkan Mas Gama ketika papa berbicara, sepertinya ini bukanlah hal yang sepele. Makanya aku cukup penasaran, meski yang ditanya tak berniat untuk memberitahunya.
Mas Gama menghentikan langkah. Membuatku ikut berhenti. "Ini HP nya Jeno." Dia merogoh kantung celana dan memberikan sebuah ponsel padaku. Ponsel yang cukup familiar karena beberapa kali aku pernah meminjamnya.
Aku mengambil ponsel darinya. "Makasih ya, Mas."
"Ini harta Karun buat Oliv." Lanjutku.
Mas Gama mengernyitkan dahi. Pasti heran karena aku berkata seperti itu, padahal pemilik ponsel bukanlah diriku.
Aku tersenyum, lalu berbisik padanya. "Bayaran ngambilin ponsel dua juta, Mas. Jadi ini udah kaya harta Karun buat Oliv."
Aku memundurkan langkah dan meringis. Beberapa detik kemudian Mas Gama juga melakukannya, tersenyum dan mengacak pelan rambutku.
"Habis nganterin hp nya ke Jeno, nanti temenin, Mas ya."
"Berani bayar berapa, Mas? waktu adalah uang." Jawabku sedikit ngawur. Berniat bercanda karena sebelumnya kami sedang membahas uang.
"Sejam dua juta deh ya, biar sama kaya Jeno."
Mataku membola sempurna. Aku tahu dia kaya dan pandai mencari uang. Tapi apa boleh seroyal ini?
"Oliv bercanda, Mas."
Mas Gama menggeleng. "Tapi Mas serius."
"Mas harus support usaha pacar Mas, dong."
Wah, apa maksudnya ini?
Upload lagi yeay!
Ini ceritanya udah end ya di apps sebelah
Di sini aku bakal upload satu part lagi, ditunggu yaaa

KAMU SEDANG MEMBACA
Minis(try)
Chick-Lit"Akhirnya gue keterima magang, Bang!" Teriaku pada Bang Jeno, kakakku yang sampai sekarang belum bisa dibanggakan. Bang Jeno yang sedang bermain ponsel mendengkus, "Magang modal orang dalam aja bangga," "Ngakunya anti nepotisme, tapi mau magang aja...