Safe Me, Pelase!

4.6K 323 0
                                        

SOS. SOS.
Rasanya aku ingin meninggalkan pesan seperti itu. Atau mengubungi 911 karena butuh untuk diselamatkan.

Setelah mengalami keterkejutan karena keberadaan Om Aryo di tengah-tengah kami, kali ini aku hanya bisa menelan ludah. Makan malam yang harusnya menjadi pertemuan hangat antara ibu mertua dan menantu perempuannya sudah tidak mungkin terjadi. Berganti dengan pertemuan keluarga yang pasti sudah lama tidak pernah dilakukan.

Bagaimana mungkin aku yang masih jadi orang luar ini terjebak dalam keluarga yang seperti sedang perang dingin. Tak ada yang bersuara sama sekali, hingga membuatku takut — bahkan untuk sekedar mengambil napas.

Aku melirik ke arah Mas Gama yang duduk di sebelahku. Juga pada Tante Rina yang ada di seberangku, dan juga Om Aryo yang ada di ujung meja. Ini bakal diam-diaman terus kah?

"Ayo Oliv, di makan makanannya." Meski terdengar canggung, Tante Rina memulai obrolan. Menyuruhku untuk menikmati makanan yang ada di hadapan kami, di tengah situasi yang menegangkan ini.

Aku tersenyum sungkan. "Iya, Tante."

Rasanya aku tidak percaya diri bisa menelan makanan yang sudah ada di atas piring. Meski di rumah papa juga tidak menyukai obrolan di meja makan, tetapi untuk situasi ini jelas sangat berbeda.

Memang sama-sama tidak ada obrolan, tetapi ada dua pasang mata yang saling bertatap dengan emosinya masing-masing. Membuatku kikuk, dan bahkan takut untuk menimbulkan suara karena menggerakkan garpu dan sendok di tangan.

"Kenapa ke sini?" baru saja mau memberanikan diri menyuap, suara Mas Gama membuatku mengurungkan niat. Sepertinya dia berbicara dengan emosi yang ditahannya, karena tidak terdengar seperti Mas Gama yang biasanya.

"Makan dulu, kita bicarakan nanti." Tanpa ekspresi, Om Aryo menjawab.  Membuat ku semakin takut karena wajahnya tak seramah saat kulihat di beberapa artikel yang sempat aku baca.

"Nggak ada yang perlu dibicarakan lagi." Aku melirik ke arah tangan kanan Mas Gama dan menemukannya yang sedang menggenggam gelas dengan erat. Sangat erat hingga aku takut sebentar lagi akan pecah.  "Lebih baik Anda pulang dan habiskan waktu bersama keluarga Anda yang lain."

Mataku berkedip-kedip tidak percaya. Selama ini adegan seperti ini hanya aku lihat di dalam drama, tetapi sekarang ada di depan mata. Waduh, gue harus apa nih?

Kali ini aku melirik ke arah Tante Rina. Sepertinya beliau juga bingung harus melakukan apa kepada dua laki-laki yang ada di sini. Memang hanya ada dua orang, tetapi rasanya kami sedang berada di medan perang dengan puluhan ribu orang.

"Jaga bicara kamu sama papa, Mas."

Mas Gama tertawa. Tetapi bukan tawa bahagia yang biasa dia tunjukkan padaku. Ini adalah tawa sinis, yang entah kenapa terdengar begitu miris dan menyakitkan. "Gama udah gak punya papa."

Bola mataku hampir keluar. Tentu saja.

Tidak menyangka bahwa kalimat seperti itu akan keluar dari mulut Mas Gama yang super perhatian. Dia bahkan tidak pernah berbicara kasar dengan bawahannya, tetapi berani mengeluarkan kalimat kurang ajar pada papanya. Tapi wajar juga sih, bapaknya juga bajingan.

Astaghfirullah, Oliv.

Bruk.

Aku terlonjak kaget. Om Aryo memukul meja makan, membuatku dan Tante Rina menjadi semakin ketakutan.

"Mas udah, mas." Tante Rina mencoba menenangkan hati mantan suaminya. Sementara aku meraih tangan Mas Gama, berusaha untuk meredakan emosinya.

Mas Gama menoleh ke arahku. Membuatku menggeleng, memintanya agar tidak terus mengkonfrontasi papanya. Bagaimana pun mengecewakannya Om Aryo, fakta bahwa dia adalah ayah kandung Mas Gama memang tidak akan bisa terlupakan.

Mas Gama memundurkan kursi. Berdiri tanpa melepaskan genggamannya padaku, hingga membuatku mengikuti langkahnya. "Gama sama Oliv gak jadi makan malam di sini, Ma."

"Kapan-kapan aja." Lanjutnya sembari menarikku pergi. Membuatku yang belum siap agak kewalahan, hingga tak sempat untuk berpamitan secara benar.

"Tante, Oliv pergi dulu. Lain kali Oliv bakal main lagi." Aku sudah kehilangan kesopanan yang sedari tadi kupertahankan. Buktinya aku justru berteriak, karena sudah tak ada waktu dan kesempatan lagi untuk berpamitan.

Ya ampun, kok lo bisa ngalamin kejadian kaya begini sih, Liv!

Buat yang bingung kenapa permasahannya masih ngambang, ingat ya kalau ini POV Oliv jadi permasalahan keluarganya Gama gak diceritain detail
Soalnya kan dia masih jadi orang luar, jadi taunya cuma baru sekilas-sekilas aja

Selamat lebaran teman-teman
Selamat berlibur

Mohon maaf lahir dan batin

Minis(try)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang