Kiss Me, Please!

7.2K 328 0
                                        

Menaruh kepercayaan pada orang yang kita cintai memang tidak pernah mudah. Selain bisa menjadikan kita tidak cukup rasional, memberikan kepercayaan penuh pada mereka juga rawan untuk menghancurkan diri. Membuat seseorang menjadi kurang objektif karena selalu membenarkan apa yang dilakukan oleh pasangan. Tidak peduli itu benar atau pun salah.

Aku memercayai Mas Gama, sangat. Begitu juga dengan dia yang juga sangat mempercayaiku. Kami berdua sama-sama paham bahwa tidak ada hubungan yang berjalan tanpa hambatan. Tidak ada hubungan yang berjalan tanpa ujian, dan tidak ada hubungan yang terus baik-baik saja tanpa mengalami guncangan.

Sebagai dua orang yang sama-sama dewasa, kami percaya bahwa semua badai pasti berlalu. Walau pasti membutuhkan waktu untuk menyelesaikannya, kami selalu mencoba untuk tidak menggunakan emosi di dalamnya. Kami memang saling marah, saling menghindar, tetapi tidak bertahan lama. Kami punya perjanjian tidak tertulis bahwa tidak boleh menghindar lebih dari tiga hari ketika marahan, dan harus mau diajak deep talk ketika waktu tunggu tersebut telah berakhir.

Dan inilah masanya. Tiga hari telah berlalu sejak insiden kesalahpahaman itu. Makanya hari ini aku datang ke apartemennya, yang tidak bisa dia tolak karena kesepakatan kami yang sudah terjadi sejak hubungan dimulai.

Gue kira permintaannya dulu aneh, ternyata sangat bermanfaat.

Aku sangat bersyukur karena dulu menyetujui aturan yang dia tawarkan. Perihal tidak boleh menghindar lebih dari tiga hari ketika marahan, ternyata memang sangat membantu di situasi seperti itu.

Aku memeluk Mas Gama. Setelah obrolan panjang mengenai masalah kemarin — yang hasilnya kurang lebih sama dengan apa yang dikatakan Bang Jeno, kami akhirnya  resmi berbaikan. Aku sudah meminta maaf atas kesalahan-kesalahan yang aku lakukan, juga berjanji tidak akan mengulangi hal yang sama. Adapun dia juga meminta maaf, karena marah duluan sebelum aku menjelaskan. Kami sepakat bahwa dua di antara kami saling salah. Makanya kami juga saling meminta maaf ke satu sama lain. Well, tidak ada yang buruk dengan permintaan maaf. Bahkan harusnya dibiasakan ketika memang terjadi sesuatu.

"Kangen banget," aku menyenderkan kepala di dadanya. Adapun tangannya berada di bahuku dan mengelus-elus nya.

"Lagian siapa suruh ngambek dari kemarin," aku yang ada di pelukannya mendengkus. Mengingat betapa sikapnya itu membuatku uring-uringan.

"Iya, maaf." Dia sudah kembali ke mode Mas Gamaku. Mas Gama yang pengertian, dan mau saja disalahkan atas semua protes-protes ku.

"Minimal cium lah buat permintaan maaf." Jiwa cegil ku sepertinya masih tertinggal. Bisa-bisanya dengan entengnya berujar seperti itu.

"Siapa yang ngajarin, hm?" dia menoleh. Menatap lurus ke arahku. Sudahlah sebentar lagi aku pasti kena marah.

"Bercanda, Mas. Jangan serius-serius amat." Aku menegakkan diri. Daripada diceramahi karena kelakuanku barusan, aku berniat menghindar dengan mengambil minuman di dapur.

"Mau kemana?" baru saja berdiri, tanganku sudah dicekal olehnya.

"Ambil minum," jawabku.

Bukannya melepaskan, Mas Gama malah ikutan berdiri. Lalu mendekat dan memposisikan diri sangat dekat denganku.

"Mas ..." Ucapanku terpotong oleh ciuman yang tiba-tiba diberikan Mas Gama. Dibandingkan memberontak, aku justru berakhir memejamkan mata untuk merasakan ciuman tersebut. Sial! Kenapa enak banget.

Lanjut di sebelah yaaa
Takutnya di sini banyak yg di bawah umur 🤭

Minis(try)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang