Aku menarik selimutku sedikit. Meski — sepertinya hari sudah mulai siang, aku masih enggan untuk beranjak. Bahkan justru memilih untuk memperbaiki posisi tidur, dan berniat untuk melanjutkan kehidupan di dalam mimpi.
Semalam, aku baru bisa memejamkan mata setelah pukul setengah dua pagi. Otakku masih berpikir keras tentang bagaimana jika Bang Jeno akan membuka hubunganku dengan Pak Gama, lalu menerka-nerka apa yang akan terjadi ketika kebenaran itu akhirnya muncul ke permukaan. Tidak menemukan solusi atas apa yang dipikirkan, sampai akhirnya lelah sendiri dan kemudian ketiduran.
"Dek ...." dari suaranya, aku tau bahwa orang yang sedang memanggilku adalah Jenoandra Aditama.
"Bangun. Lo dicariin mama." Ujarnya. Terdengar sedikit lebih dekat, menandakan bahwa si yang punya suara sepertinya berjalan masuk ke dalam kamar yang memang tidak aku kunci.
"Gue masih ngantuk," jawabku ogah-ogahan. Memang aku masih merasa ngantuk, dan memang berencana untuk menghabiskan waktu istirahat lebih lama di dalam kamar.
Sisi ranjang ku bergerak. Sepertinya dia duduk di sana. "Ntar tidur lagi."
"Lo disuruh sarapan dulu," lanjutnya menambahkan
"Gue belum laper," aku menarik selimut yang menutupi seluruh tubuhku ke bawah. Lalu menatap ke arahnya yang terlihat sudah berpakaian rapi.
"Mau ke mana, Bang?" aku ingat betul ini adalah hari Sabtu. Jadi harusnya dia tidak harus pergi, dan bisa bersantai di rumah.
"Ada acara," jawabnya tidak menjawab. Maksudnya tidak terlalu menjelaskan, kemana dia akan pergi di hari libur seperti ini.
Dengan malas aku akhirnya mendudukkan diri. Dengan wajah yang masih sayu dan rambut yang pasti masih acak-acakan, aku mengucek-ucek pelan mataku. "Ini hari Sabtu kan?" dia mengangguk.
"Bilangin mama gue gak ikutan sarapan bareng. Gue mau sarapan agak siangan aja," ujarku meminta tolong. Memang sekarang ini aku belum merasa lapar, dan malas juga untuk berjalan ke bawah.
"Di bawah ada Gama,"
"Hah?" kesadaranku yang belum sepenuhnya terkumpul tampak sudah bisa memberikan respon. "Ngapain?" lanjutku heran.
"Ada urusan sama papa," jawabnya cuek. Kemudian menarik ponsel dari saku celananya, lalu mengetikkan beberapa kalimat di sana. Sepertinya sedang membalas pesan.
"Kok ada urusan terus sama papa. Bukannya baru kemarin ke sini juga?" aku mengungkapkan keheranan ku. Kebetulan memang baru beberapa hari sejak terakhir dia ke sini, tetapi tiba-tiba dia sudah kembali lagi. Bukannya papa sudah tidak menjabat? kenapa dia masih suka datang untuk berkonsultasi?
"Mau minta restu kali,"
"Aw!" Bang Jeno merintih kesakitan. Tepat setelah dia mengutarakan kalimat sebelumnya, kakiku memang langsung bergerak untuk menendangnya.
"Anjir! Katanya belum sadar. Giliran nendang aja tenaga lo udah kaya preman, dek."
Aku mendengkus mendengar penuturannya. "Lagian mulut lo, Bang. Kaya gak di sekolahin."
Dahinya mengernyit pelan. "Lah, apa yang salah?"
"Kalian pacaran kan?" aku tak langsung menjawab pertanyaannya.
"Kalo udah pacaran, emang tujuannya ke mana? ke arah yang serius kan?" aku masih belum menjawab pertanyaannya.
"Wajar lah kalo si Gama sialan itu datang buat minta restu,"
"Kami belum mau nikah," akhirnya satu kalimat itu yang ke luar dari mulutku. Aku memang mencintainya, tapi aku belum siap jika harus menikahinya dalam waktu dekat.
Aku baru memikirkannya sekarang, tetapi sepertinya aku merasa masih terlalu muda untuk membangun rumah tangga. Aku masih terlalu labil, dan rasanya akan sangat menyulitkan bagi kami berdua untuk tinggal dalam satu atap dalam waktu yang dekat.
Aku ingin mendewasakan diri dulu. Mencoba untuk bersikap dewasa agar mampu bersanding dengannya. "Gue juga belum siap nikah,"
Pandangan Bang Jeno yang sebelumnya tidak mengarah padaku kini beralih padaku. Dari sorot matanya, aku tau bahwa dia ingin mengatakan hal yang serius. "Lo belum siap nikah?" aku mengangguk.
Bang Jeno meletakkan ponselnya di atas kasur. Dia menatap ke arahku, lalu kemudian menarik napasnya perlahan. "Lo tau kan kalau umur pacar lo itu udah gak muda?" aku mengangguk. Tapi tiga puluhan lebih untuk ukuran laki-laki, bukannya masih belum tua?
"Lo tau hubungan orang tuanya kaya gimana?" lagi-lagi aku mengangguk. Meski dia belum menceritakannya secara detail, secara garis besar aku tahu bagaimana kondisi keluarganya yang tidak terlalu normal itu.
"Dia pernah cerita kalau keinginannya pengen cepet-cepet nikah dan bangun keluarga?" aku menggeleng. Untuk yang satu ini, aku memang belum tau. Di tidak pernah mengatakan bahwa dia ingin segera meresmikan hubungan ini.
"Lo pernah bilang kalau belum pengen nikah?" aku terdiam sebentar. Mengingat apakah aku pernah mengatakan padanya bahwa aku belum siap menikah.
Setelah terdiam beberapa lama, akhirnya aku mengangguk. "Pernah sih.... Gue pernah bilang kalau belum mau nikah dalam waktu-waktu dekat." Apa karena itu ya dia gak pernah mention soal meresmikan hubungan? bukan karena dia nggak serius, tapi karena ngehargai gue?
Merasa sedikit panas, aku menjepit rambutku dengan jepit rambut yang memang aku letakkan di sebelahku ketika sebelum tidur. "Orang tuanya kan gak berhasil ya, Bang, kenapa dia malah pengen cepet-cepet nikah? bukannya biasanya orang-orang begitu malah pada trauma ya?" tanyaku heran.
Bang Jeno menatap ke arahku. "Cuci muka dulu sana, biar gak bau jigong."
Aku melempar guling ke arahnya. "Gue serius, Bang."
"Gue juga serius,"
Bang Jeno menaikkan salah satu kakinya ke atas kasur. "Gue gak punya hak buat cerita. Jadi mending lo tanyain langsung ke orangnya."
"Dia ini kayaknya udah bucin mampus sama lo. Jadi pasti dia nggak bakal ngomongin soal yang dia mau kalo di awal lo udah bilang belum siap ke arah yang serius."
Lagi-lagi aku hanya diam. Tapi kali ini sembari mendengarkan penjelasannya. "Emang beneran dia udah ngebet banget nikah?" Bang Jeno mengangguk, sementara aku kehabisan kata-kata. Apa abis sidang gue harus nikah beneran?

KAMU SEDANG MEMBACA
Minis(try)
Literatura Feminina"Akhirnya gue keterima magang, Bang!" Teriaku pada Bang Jeno, kakakku yang sampai sekarang belum bisa dibanggakan. Bang Jeno yang sedang bermain ponsel mendengkus, "Magang modal orang dalam aja bangga," "Ngakunya anti nepotisme, tapi mau magang aja...