Mencuri Ciuman

3.5K 224 2
                                    

Area taman sore hari terlihat cukup ramai dengan banyaknya orang yang berolahraga. Akhir pekan memang waktu yang tepat untuk melepas penat, sekaligus menghabiskan waktu bersama seseorang yang cukup sibuk di hari kerja.

"Kenapa tiba-tiba ngajak ke taman, Mas?" tanyaku. Mas Gama meminta waktu untuk quality time, dan dia mengajakku ke area taman yang memang disediakan di perumahan.

Kondisi rumahku masih cukup ramai, jadi tidak mudah bagi kami untuk menghabiskan waktu berdua. Selain itu pun, kamu tak ingin ke gap untuk yang kedua kalinya — meski kami tak memiliki niat apa-apa.

Di sisi lain, orang-orang di perumahanku juga selalu sibuk dengan urusannya sendiri-sendiri. Mereka bukan tipe yang suka ikut campur, jadi aku dan Mas Gama cukup leluasa untuk menghabiskan sore di tempat ini.

Masih dengan menggandeng tanganku, dia menoleh. "Nggak papa, pengen jalan-jalan aja sama kamu."

"Kita udah lama gak ngabisin waktu di luar kan?"

Aku mengangguk. Meski heran, apa yang dia katakan memang benar. Kami jarang menghabiskan waktu di luar, karena baru bisa bertemu ketika kami pulang kerja. Tentu saja setelah matahari kembali ke peraduannya. Paling hanya sekedar makan, atau berdiam diri di dalam apartemennya seperti biasa.

"Mau duduk?" Mas Gama menawariku duduk. Kebetulan tak jauh dari kami ada satu bangku yang kosong, dan tanpa pikir panjang aku langsung mengiyakannya.

"Oliv tiba-tiba kepikiran sesuatu deh, Mas." Sembari memandang danau buatan di hadapan kami, aku berujar.

Aku melepaskan tautan tangan diantara kami, lalu mengambil ponsel yang memang aku letakkan di saku celana.

Mas Gama menoleh. Ekspresinya menunjukkan ketidaksukaannya padaku yang tiba-tiba melepaskan genggaman tangan kami. "Cuma mau ngambil hp, Mas."

"Sebentar,"

Mas Gama mendengkus. Membuatku menahan tawa. "Kan mau quality time, ngapain malah ngeluarin hp?"

"Oliv baru kepikiran kalau kita belum punya foto selfie berdua, Mas."

"Ini mumpung cuacanya bagus, ayo kita foto dulu." Lanjutku. Lalu tersenyum gemas agar dia tak marah.

Mas Gama bukan tipe orang yang suka berfoto. Meski tampan, dia tidak termasuk fotogenik. Foto-fotonya juga umumnya memiliki ekspresi wajah yang sama. Kecuali jika itu candid, kadang bisa beruntung mendapatkan senyumnya yang lebar.

"Memangnya masih perlu foto?" tanyanya.

Aku mengangguk semangat. "Iya dong, Mas. Orang pacaran tuh paling gak punya foto selfie berdua."

"Buat apa?"

Aku diam. Biasanya orang pacaran yang mengambil foto berdua untuk dibagikan di sosial media. Namun untuk kasusku dan juga Mas Gama, kita butuh foto seperti itu untuk apa? betul juga apa yang dia tanyakan.

"Ya buat kenang-kenangan aja, Mas. Arsip kita."

Aku membuka kamera ponselku. Mengarahkannya pada kami berdua, lalu meletakkan kepalaku di pundaknya. "Ayo, Mas. Senyum."

Mas Gama hanya memandang kamera ponselku. Namun wajahnya datar, jadi aku memintanya untuk sedikit tersenyum. "Mas gak bisa,"

"Bisa. Belum dicoba aja itu."

"Oliv hitung ya? nanti dihitungan ketiga Mas senyum."

Mas Gama mengangguk. "Satu, dua, tiga."

Cekrek

Aku melihat foto yang kami ambil. Bagus, tapi senyumnya masih kurang lebar.

"Sekali lagi ya, Mas." Pintaku.

Mas Gama hanya menurut. Pasti malas berdebat jika memilih menolak, sebab ujungnya pasti aku tak mau mengalah.

"Satu, dua, tiga." Setelah hitungan ketiga berakhir, aku menempelkan bibirku ke pipinya. Tentu saja dia kaget, tetapi ekspresi ini lah yang aku harapkan.

"Bagus banget, Mas. Sesuai ekspektasi." Ujarku setelah melihat hasil foto kami. Suaraku bahkan terdengar antusias, sebab foto kami berdua terlihat sangat menggemaskan.

Mas Gama masih diam, bahkan ketika aku sudah berceloteh panjang lebar.

Menyadari keterdiamannya, aku lalu menoleh. Melihat ke arahnya yang ternyata belum tersadar dari kekagetan.

Kenapa gemes banget sih, Mas.

Info sebelumnya aku ralat ya, wkwk
End versi wattad satu bab lagi

Minis(try)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang