Unpredictable

2.9K 223 2
                                    

Update terakhir sebelum lebaran
Gimana perasaan kalian? aku kasih double up nih!

"Mas, Oliv mau bikin pengakuan." Setelah mampir membeli kue untuk dibawa berkunjung, aku berniat untuk mengakui satu hal pada Mas Gama.

Perihal pertemuanku dengan Tante Rina kemarin, aku memang belum sempat untuk menceritakannya. Aku tak ingin membuatnya kaget karena kenyataan kami yang sudah saling mengenal. Apalagi dengan adanya insiden kemarin, aku tentu tidak mau dikenal sebagai si tukang bohong dan menyembunyikan sesuatu.

Masih dengan fokus menatap jalanan, Mas Gama menjawab. "Pengakuan apa?"

Aku menarik napas dalam. Menghembuskan secara perlahan agar merasa sedikit rileks. "Sebelumnya Oliv udah pernah ketemu mamanya Mas."

Mas Gama menghentikan laju mobilnya. Bukan karena kaget, tetapi karena lampu lalu lintas yang berwarna merah. "Kapan? kok Mas gak tau."

"Belum lama, Mas. Makanya Oliv mau bikin pengakuan dulu."

Mas Gama masih menatap ke arahku. Dia tidak mengatakan sesuatu, tapi aku tahu bahwa dia masih ingin mendengarkan penjelasan dariku.

"Sebelum kejadian yang aku dateng ke apartemennya Mas itu, inget?" aku memastikan apakah dia ingat soal kejadian ini atau tidak. Aku memang sering datang ke apartemennya, tetapi yang aku maksudkan adalah waktu di mana dia sedang kalut karena kondisi orang tuanya.

Mas Gama mengangguk. Membuatku yakin untuk melanjutkan cerita.

"Jadi Oliv sempet diajak mama buat ketemu temennya. Karena emang udah biasa, jadi Oliv juga gak ada pikiran apa-apa."

"Ternyata Oliv diajak buat ketemu Tante Rina, karena katanya beliau pengen ketemu Oliv."

"Jujur waktu itu Oliv kaget sih, Mas." Mobil sudah kembali melaju. "Cuma waktu itu Oliv masih lebih kaget sama fakta kalau Mas udah ngasih tau hubungan kita sama mama dan papa."

Jujur waktu diajak mama ketemu Tante Rina aku memang kaget. Apalagi saat mendengar ceritanya, aku lebih merasa kaget. Namun di antara semua itu, hal yang paling mengagetkan adalah kenyataan bahwa diam-diam Mas Gama meminta izin pada orang tuaku untuk memulai hubungan.

Dengan harap-harap cemas, aku menunggu respon dari Mas Gama. Sejujurnya aku takut dia marah, tetapi sebagain hati kecilku mengatakan bahwa dia tak akan marah untuk urusan seperti ini.

"Ngobrolin apa sama mama?"

"Ngobrol biasa aja," jawabku. Aku tidak mungkin mengatakan bahwa aku dimintai tolong untuk membujuknya kembali ke rumah. Selain karena tidak ingin dicap terlalu mencampuri urusan keluarganya, aku juga tidak percaya diri karena misi yang diamanahkan oleh calon ibu mertuaku itu belum juga berhasil.

Mas Gama memang sudah lebih sering pulang ke rumah mamannya. Namun tetap saja, sebagian besar waktunya masih dia habiskan di apartemen.

Mas Gama menoleh ke arahku dan tersenyum. "Udah akrab kan berarti? udah gak canggung lagi berarti."

***

"Halo sayang ...." Aku membalas pelukan Tante Rina dengan tak kalah hangat. Beliau terlihat sangat senang menyambut kedatanganku, membuatku terharu karena merasa begitu ditunggu.

"Halo juga tante,"

Setelah melepas pelukan, aku melirik Mas Gama. Meminta paper bag yang ada ditangannya. "Ini Oliv bawain brownies, Tan. Kata Mas Gama Tante suka sama brownis."

Senyum Tante Rina kian lebar. Meski apa yang aku bawa tidak seberapa harganya, dia kelihatan sangat bahagia ketika menerima. "Wah, repot-repot, Nak."

"Terima kasih banyak yaaa."

"Ayo masuk." Tante Rina menggandengku untuk masuk ke dalam. Dia sangat fokus dengan keberadaan ku, sampai membuat anaknya sendiri merasa tidak terlihat.

"Gama masih di sini loh, Ma." Setelah berdehem, Mas Gama berujar. Namun bukannya ditanggapi dengan serius, justru Tante Rina hanya mengangkat tangan kanannya sebentar.

"Mama juga lihat, Mas. Orang kamu segede itu."

"Semua orang juga lihat," lalu kembali menuntunku masuk. Diikuti oleh Mas Gama yang berjalan di belakang kami.

"Ya siapa tau gak keliatan, Ma. Abisnya yang disapa cuma Oliv aja."

Tidak bohong jika aku ingin tertawa. Mas Gama yang biasanya keliatan dewasa, terlihat sangat kanak-kanakan di depan mamanya. Apakah setiap anak akan seperti itu di depan ibunya?

Suara tawa kami sepanjang jalan meramaikan seisi rumah. Tante Rina aktif bertanya, sementara Mas Gama asyik menanggapi dengan nyeleneh. Beberapa kali aku juga ikut tertawa. Namun saat sampai di ruang makan dan menemukan pria paruh baya sudah duduk di sana, Mas Gama terdiam. Membuatku ikut menghentikan langkah, sementara Tante Rina tak lagi mengatakan apa-apa.

Waduh, kenapa ada Om Aryo juga?

Kaya biasa ya, yang mau baca lebih dulu ada di sebelah 😊

Minis(try)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang