"Dek, hari ini kamu libur kan?" aku yang baru saja mengambil segelas air di dalam kulkas menoleh ke arah sumber suara.
Berjalan menuju ke salah satu kursi dan mendudukinya, kemudian berujar. "Iya, Ma. Kenapa?" tanyaku. Tak biasanya mama menanyakan perihal kesibukanku, jadi sepertinya beliau ingin mengajakku pergi atau semacamnya.
Mama yang sebelumnya sedang membaca, meletakkan buku bacaannya di atas meja. Lalu melepas kacamata baca yang sering dipakainya itu. "Nanti siang mama mau ketemu Tante Rina. Kamu mau ikut?"
"Tante Rina?" beoku. Mencoba mencari potongan ingatan tentang siapa sosok disebut-sebut ini.
"Mamanya Gama itu loh,"
Uhuk! Uhuk!
Aku yang baru sedikit meneguk air terbatuk. Agar kaget dengan apa yang dikatakan beliau, sehingga tersedak. Mamanya Mas Gama?"Pelan-pelan lah minumnya, biar nggak kesedak."
Aku mengangguk. "Tadi nggak sengaja," Ada acara apa, ma?"
Mama menghela napas berat. Membuatnya menaikkan alis setengah, sebab sepertinya ini bukanlah hal yang baik. "Bad news?" tanyaku.
Mama mengangguk. "Kamu udah tau kalau hubungan Gama dan keluarganya kurang begitu baik?" aku menggeleng.
Sependek yang aku tahu, Mas Gama tidak memiliki masalah dengan keluarganya — atau mungkin lebih tepatnya, dia tidak pernah menceritakannya padaku.
Aku tidak kesal mendapatkan informasi dari mama. Toh itu memang hak dia, untuk menceritakan masalah kehidupannya atau tidak. Namun demikian, rasanya mungkin akan sedikit menyenangkan jika aku bisa menjadi tempat berkeluh kesah untuknya. Apalagi dia adalah anak tunggal, jadi dapat dipastikan bahwa dia gak punya saudara untuk berkeluh kesah. "Katanya Gama nggak pernah mau diajak ketemu mamanya, lagi"
Aku cukup tertarik dengan informasi ini. "Bukannya mereka tinggal satu rumah?" mama menggeleng.
"Udah setahunan Gama tinggal di apartemen."
"Mereka ada masalah?" tanyaku hati-hati.
Aku menyadari bahwa tidak semua orang memiliki keluarga cemara. Hanya saja beberapa orang sangat pandai menyembunyikannya, sehingga tidak terlihat dari luar. Seolah baik-baik saja dan menjadi panutan bagi keluarga lain, tetapi sebenernya bahkan tidak saling menyapa jika tidak ada kepentingan. Ya, at least aku pernah melihat beberapa contohnya di lingkunganku.
Namun untuk kasus Mas Gama, jujur aku tidak menduganya. Selama ini, aku kira dia hanya sesekali tinggal di apartemen yang selalu aku kunjungi itu. Namun setelah mendengar informasi dari mama, sepertinya dia memang sudah lama tinggal di sana.
"Mama papanya sudah bercerai,"
Aku melebarkan mata kaget. Informasi ini terlalu tidak terduga, membuatku tidak habis pikir dibuatnya. "Loh, kok Oliv nggak tau?"
"Memang dirahasiakan dari publik," aku semakin tidak paham dengan keluarganya. "Kamu tau sendiri kan bagaimana posisi keluarganya?"
Aku mengangguk. Om Aryo adalah salah satu petinggi partai. Pada putaran pilpres periode sebelumnya, dia juga pernah mencalonkan diri. Namun sayangnya, kalah suara. Adapun Tante Rina, setauku beliau ini adalah seorang akademisi. Entah profesor atau semacamnya, sebab aku juga sudah lama tidak pernah bertemu. Mas Gama pun tak pernah menyinggung-nyinggungnya sama sekali. "Mama tau karena masalah apa?"
"Mama menggeleng," tapi aku tahu bahwa beliau sedang berbohong. Sepertinya enggan untuk memberitahukannya padaku. Tidak papa, nanti akan aku cari tau seorang diri.
"Terus ini ketemu Tante Rina apa tujuannya?" jika mama sampai mengajakku, berarti memang ada sesuatu yang penting yang terjadi.
"Tante Rina mau minta tolong sama kamu."
"Minta tolong sama Oliv?" tanyaku heran.
Mama mengisyaratkan ku mendekat. Aku yang duduk terpisah beberapa kursi dengan beliau pun beralih agar lebih dekat. "Mama tau kalau kalian punya hubungan," mama mengambil kedua tanganku dan menggenggamnya.
"Waktu terakhir kali kalian pulang bersama dan ada papa di luar," ingatanku langsung melayang ke kejadian itu. Kejadian yang sempat membuatku penasaran, tetapi malah sampai sekarang belum aku dapatkan informasi tentang apa yang mereka katakan.
"Gama bilang ke papa kalau dia tertarik sama kamu," mataku melotot mendengarkan. "Dia berbicara jujur sama papa, dan juga meminta izin untuk menjalin hubungan serius dengan kamu." Aku tidak pernah tau dengan jalan pikirannya ini.
"Kamu juga tertarik kan sama dia?" pertanyaan mendadak dari mama membuatku kalang kabut. Pertanyaannya terlalu tiba-tiba hingga membuatku bingung bagaimana harus merespon.
"Atau malah sudah pacaran?" tanyanya lagi. Bahkan sekarang disertai dengan senyuman yang sangat mencurigakan.
Dengan perlahan, aku akhirnya mengangguk. Toh tidak ada untungnya juga berbohong, jadi aku putuskan saja untuk berbicara jujur. "Iya, ma. Tapi belum lama kok," jawabku sembari menunduk. Padahal selama ini, baik papa mau pun mama tidak ada yang pernah melarangku menjalin hubungan yang serius dengan lawan jenis.
"Nggak papa, sayang." Mama tersenyum menenangkan. "Kamu udah dewasa, mama dan papa juga gak akan ngelarang."
"Selama kamu tau batasan, itu sudah cukup untuk kami." Aku menatap ke arah mama dengan mata berkaca. Lalu memeluk beliau, sembari membatin. Maafin Oliv ma, sering khilaf kalau lagi berduaan sama Mas Gama.
KAMU SEDANG MEMBACA
Minis(try)
ChickLit"Akhirnya gue keterima magang, Bang!" Teriaku pada Bang Jeno, kakakku yang sampai sekarang belum bisa dibanggakan. Bang Jeno yang sedang bermain ponsel mendengkus, "Magang modal orang dalam aja bangga," "Ngakunya anti nepotisme, tapi mau magang aja...