Movie Date

9.4K 598 11
                                        

"Benci banget deh sama Mas Radja," keluhku. Merasa kesal dengan salah satu tokoh series yang sedang kami tonton bersama.

"Katanya cinta, diajak pergi malah gak mau. Malahan pilih nikah sama Purwanti." Aku menggebu-gebu karena kesal. Sementara Mas Gama, dia mengelus-elus bahuku untuk mencoba menenangkan.

Series Gadis Kretek yang baru-baru ini tayang di Netflix memang menggemparkan masyarakat di tanah air. Banyak orang mengatakan bahwa film ini sangat bagus, hingga bisa masuk rank atas di aplikasi film berwarna merah tersebut. Makanya untuk movie date yang sudah dijanjikannya itu, aku memilih untuk menikmati kisah hidup Jeng Yah di series Cigarette Girl.

"Sabar-sabar," ujarnya sembari memberikan segelas air putih yang masih sisa setengah.

Aku meneguknya dengan emosi tersimpan. "Red flag banget!"

"Mendingan sama Mas Seno lah dari awal," lanjutku berkomentar. Lama-lama gedeg sendiri dengan sikap si tokoh utama pria.

"Cuma film, jangan emosi."

"Tapi Mas Radja ngeselin," ujarku.

"Coba kita komentarin dari sisi lain yuk, biar kamu nggak kesel."

Aku menatap ke arahnya dengan bingung. Lalu menautkan alis untuk meminta penjelasan.

"Sekarang kita coba komentarin dari sisi filmnya sebagai sebuah karya, bukan dari jalan ceritanya."

Aku masih tidak berkomentar, sebab otakku yang baru mengebul ini belum connect dengan apa yang dia katakan. "Menurut kamu, film ini layak nggak buat ditonton oleh banyak orang?"

Aku mengangguk semangat. "Kenapa?" tanyanya.

"Jalan ceritanya bagus," Mas Gama mengangguk setuju. "Realistis."

"Terus?"

"Akting pemainnya juga bagus," meski bukan seorang yang punya kapasitas untuk mengomentari, aku mencoba untuk berkomentar. Tentu saja penilaian ku tidak bisa dijadikan patokan, sebab ini hanya perspektif dari satu dari jutaan penonton "Cinematography ya juga oke."

"Dari sisi mana pun, menurut aku film ini bagus."

Mas Gama mengangguk. "Selain itu?"

"Detail sih, kerasa banget tempo doeloe."

Mas Gama tersenyum, "Nah, better kan?"

Aku mengangguk. "Lumayan,"

"Sip."

"Film yang bagus memang bisa membuat penonton terbawa suasana," ujarnya sembari mengelus pelan surau hitamku. Sepertinya selain act of service, love language dia adalah physical touch.

"Kalo kemenparekraf ngurus-ngurus film gitu gak sih?"

"Ngurus-ngurus gimana?"

"Kalau support sih iya," Pak Gama kembali mengambil tab yang sedari tadi dianggurkan, lalu mengetuk beberapa kata di sana. "Kita ada menyiapkan dua fasilitas bantuan untuk mendorong produktivitas sineas Indonesia, yaitu melalui stimulus PEN (Pemulihan Ekonomi Nasional) dan stimulus karya sineas lokal di daerah-daerah." Ujarnya sembari menunjukkan sebuah artikel dari salah satu portal berita terbesar di tanah air.

"Ini di sini," dia menunjuk salah atau sisi layar. "Bantuan PEN ini diwujudkan dengan tiga skema antara lain di promosi, praproduksi, dan produksi." Jelasnya melanjutkan.

Meski tak terlalu paham, aku memilih mengangguk. Toh aku sendiri yang menarik obrolan ke arah yang serius ini, jadi aku harus punya responsibility untuk menghadapinya.

Mas Gama beralih ke website kementrian, "Di sini," tunjuknya kemudian. "Jadi dari kita membantu dalam mempromosikan, membantu proses perizinan, hingga produksi karya."

"Gara-gara pandemi kemarin, industri film kan turun drastis. Jadi pemerintah berupaya untuk membangkitkan industri film nasional lagi,"

"Udah, Mas. Kayaknya ini terlalu berat untuk jadi obrolan malam." Aku memang senang ketika Mas Gama menjadi banyak bicara ketika sedang membicarakan pekerjaannya. Namun untuk saat ini, aku hanya ingin menikmati waktu bersama, mengobrol santai, sembari bermesraan ketika menyaksikan sebuah film karya anak bangsa. Bukan kuliah umum seperti yang dia ceritakan. Maafin Oliv, Mas.

Mas Gama mengangguk, lalu meletakan kembali tapnya ke tempat semula. "Sini,"

Aku menarik tubuhku hingga mendekat ke arahnya. Menyandarkan kepalaku di dada bidangnya, lalu melanjutkan menonton Netflix yang sempat tertunda karena obrolan ini.

"Nanti kalau aku ketiduran, maafin yaaa." Ujarku pelan. "Soalnya kalo udah terlanjur nyaman gini, biasanya aku jadi ngantuk." Aku sudah tak terlalu menikmati film seperti sebelumnya. Aku lebih fokus ke dada bidangnya yang sangat nyaman untuk bersandar. Kenapa nggak dari dulu gue cari pacar ya? biar bisa manja-manja kaya gini?

Minis(try)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang