New Environment

13.7K 875 11
                                    

Saat memasuki lingkungan baru, orang perlu untuk melakukan pengenalan lingkungan. Melihat dan mengobservasi dengan sesama apa yang ada di sekitarnya, sebelum memutuskan untuk menentukan sikap seperti apa yang akan ditujukan atas hal-hal luar yang ada di sekitarnya.

Sesuatu yang jarang diketahui, ada banyak kasus dimana pengenalan lingkungan ini tidak dilakukan. Orang biasanya enggan melakukannya karena alasan ingin menjadi diri sendiri — tidak peduli dimana pun dia berada.  Padahal, mengenali lingkungan tidak sama dengan mengubah diri. Mengenali lingkungan bukan berarti mengharuskan kita untuk menjadi orang lain.

Pada saat berpindah dari satu lingkup sosial satu ke lingkup sosial yang lain aka memasuki lingkungan baru, seseorang perlu untuk mengenali kebiasaan yang dilakukan masyarakat atau orang-orang yang ada di dalamnya. Bukan untuk mencari perhatian seperti seorang pick me, melainkan agar kebutuhan diri untuk diterima orang lain bisa terpenuhi. Dan bukan dengan cara mengubah kepribadian, melainkan dengan menyesuaikan situasi dan kondisi yang ada di sekitar.

Dan dari anggapan itu, di sinilah aku sekarang.

Melihat dengan seksama orang-orang yang berlalu lalang di sekitar, setelah sebelumnya mendapat arahan untuk duduk sebentar karena seniorku sedang mengambil sesuatu — yang entah apa, dan entah juga mengambilnya di mana.

FYI hari ini adalah hari pertamaku work from office. Menjadi seseorang yang bekerja di instansi pemerintahan, meski tugasku sebenarnya adalah mengurus bagian kreatif dan digitalnya seperti memproduksi video dan memegang akun sosial media.

Meski begitu, aku senang mengamati semua hal yang ada di kantor ini. Bagaimana orang terlihat sibuk dengan komputer di hadapannya, juga dengan beberapa berkas yang sedang diperiksa ditangan.

"Liv," aku yang sedang asyik dengan pikiranku sendiri tersadar. Melihat Mas Joshua yang aslinya lebih tampan dari di video zoom, kini sedang tersenyum dan sudah berdiri tegak di hadapan.

"Lagi ngalamun ya?" ujarnya tenang. Entah berniat bercanda atau menyindirku yang hari pertama magang sudah tidak fokus.

Just for information, ada empat orang lain yang ikut magang di sini bersamaku. Hanya saja setelah briefing pagi tadi, semua orang menghilang entah kemana. Kebetulan tugas kami semua berbeda, jadi masing-masing dari kami mengikuti seniornya sendiri-sendiri.

That's the reason kenapa aku hanya duduk sendiri, dan kini bersama Mas Joshua yang notabene adalah senior yang akan berhubungan langsung denganku untuk pekerjaan ini.

Aku meringis, "Gak kok, Mas. Lagi liat-liat aja." Responku untuk pertanyaannya.

Mas Joshua menarik kursi yang ada diseberang. Membuat kami duduk berhadapan, dengan sebuah meja yang memisahkan. "Ini buat gambaran kerjaan lo nanti," Dia mengulurkan beberapa halaman kertas di depanku.

"Gue baru dapet kabar dari PA nya bapak, beliau gak mau ada banyak orang di timnya. Makanya si Gabriel gue pindah ke tim lain."

"Jadi yang ngikut bapak gue sama lo," aku hanya mengangguk-angguk atas semua yang dia ucapkan.

Memang saat on boarding, aku diberitahu akan bekerja dengan anak magang lain yang bernama Gabriel. Jujur waktu tau aku cukup senang, karena visual dia yang melebihi standar sehingga bisa jadi bahan cuci mata kalau nanti merasa lelah bekerja.

Namun kesenanganku tidak berlangsung lama, karena Mas Joshua tiba-tiba mengatakan bahwa Gabriel dipindah, dan hanya aku seorang dari anak magang yang akan menjadi tim medianya Pak Mentri yang belum aku temui hingga saat ini. Untunglah setelah melihat dengan seksama wajah senior di hadapanku ini, aku menjadi tidak terlalu menyesal. Sebab visualnya juga tak kalah mengecewakan. Ya Tuhan, maafkan hamba-Mu yang menilai orang dari visual!

"Jadi pembagian tugas fix-nya gimana, Mas?" dari informasi sebelumnya, aku dan Gabriel akan bergantian dalam mengerjakan tugas. Satu mengurus script dan sosial media, satu yang lain mengurus take dan edit video.

"Tetep sama kaya kemarin, Liv. Kemarin kan lo harusnya gantian sama Gab, sekarang lo gantian sama gue."

"Jadi gua gak cuma ngarahin aja, tapi ikut eksekusinya juga. Soalnya Bapak gak mau kalau semuanya dipegang anak magang." Aku mengangguk mengerti.

Secara logika pembagian ini juga terdengar lebih efektif. Ketika ada Mas Joshua yang sudah lebih paham dengan ritme kerja, maka aku mungkin tidak perlu terlalu banyak dalam melakukan penyesuaian. Aku cukup mengikuti instruksinya, lalu mengeksekusi konten yang ingin dibuat dari arahan-arahan yang diberikan.

"Tapi tetep rolling kerjaan gak, Mas? soalnya gue sama Gab kemarin rencananya  mau ada switch, biar sama-sama belajar." Aku menanyakan apa yang ingin aku tau. Pasalnya jika bisa di switch sesuai rencana, ada banyak skill yang bisa aku pelajari dan bisa aku tuliskan di dalam portofolio. Mulai dari content writing, social media specialist, hingga video editor. Lumayan sekali bukan?

Mas Joshua mengangguk. "Boleh aja. Biar lo bisa sambil belajar semuanya juga."

Aku tersenyum, merasa senang karena Mas Joshua memahami yang aku inginkan. Sepertinya dia adalah orang yang peka, dan fakta ini membuatku tidak sabar untuk bekerja sama dengannya.

"Thank you, Mas."

Mas Joshua mengangguk. "Ya udah yuk!"

Aku mengernyit heran. Kenapa tiba-tiba diajak pergi? "Kemana, Mas?" tanyaku heran.

"Ketemu Pak Bos lah, Liv."

"Siapa?" bukannya paham, aku malah makin bingung saat dia mengatakan bos.

"Ya si Bapak. Siapa lagi coba bos kita...." responnya sembari tertawa.

"Pak Mentri?" tanyaku spontan.

"Ya iya, Liv. Siapa lagi."

YA AMPUN!
APAKAH HARI PERTAMA SUDAH HARUS LANGSUNG BERHADAPAN DENGAN PAK BOS MENTERI?

Minis(try)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang