Misdirected

8.9K 726 56
                                    

Olahraga jantungku tidak berhenti lama. Tepat saat Pak Gama menoleh ke arahku dan tersenyum, aku langsung tau hasil akhir dari percakapannya bersama Pak Aditama.

Sesuai dugaan ternyata, batinku pada diri sendiri.

Aku menyesap orange jus di gelasku, berharap rasa dingin dan segarnya bisa membantu meredakan debar jantungku yang kembali tidak normal — untuk ke sekian kalinya di beberapa waktu terakhir. 

Ketika aku meletakkan gelasku, aku menyadari sesuatu. Sebuah pemandangan yang sayang dilewatkan, tetapi membuatku hampir jantungan. Pak Gama yang duduk diseberangku sudah menatapku lurus dan menyunggingkan senyum mautnya. "Kenapa ya semakin hari kamu semakin cantik?"

Belum juga aku mengatur jantungku karena serangannya yang tiba-tiba itu, Pak Gama malah mencondongkan tubuhnya dan bertanya, "Menurut kamu, saya masuk kriteria jadi pasangan kamu tidak?"

Reflek aku terdiam. Pertanyaan apa in? apa ada maksud terselubung dibalik pertanyaannya ini?

Kenapa dia menjadi seterang-terangan ini?
Bukan kah biasanya dia bersikap membingungkan?

Berusaha menahan perasaan yang tidak karuan, aku mengulas senyum palsu di wajah. Lalu membalas tatapan Pak Gama dan berujar, "Tergantung, Pak."

"Tapi untuk sekarang ..." aku menjeda kalimatku, hanya untuk melihat bagaimana perubahan ekspresi yang ditunjukkan oleh laki-laki di hadapanku. "Sepertinya sedikit kurang memenuhi kriteria minimum," lanjutku.

Hah!
Dikira aku tidak bisa membalas perbuatannya yang suka membuat senam jantung?

Sayang seribu sayang, respon yang diberikan tak sesuai dengan harapan. Bukannya terlihat panik atau sedih karena perkataan yang mengatakan bahwa dia tidak memenuhi kualifikasi, Pak Gama malah mengangguk dengan tenang. Dia bahkan mengusap dagunya, tampak tidak berniat membantah apa yang aku katakan sebelumnya.

"What should I do then?"

"Apa yang harus saya lakukan untuk meningkatkan kualifikasi saya agar sesuai standar kamu, Oliv?" tanyanya dengan tenang. "Jangan bilang karena masalah restu orang tua, karena untuk yang satu itu pasti saya akan mendapatkannya."

Kenapa orang ini sangat pede sekali?

Sudah tak bisa tenang, aku memutuskan untuk memelototinya. Meski jarak umur kami terpaut jauh, aku tidak menyangka bahwa dalam obrolan ini justru Pak Gama lah yang terlihat kekanakan. Bermain-main dengan kata, tidak seperti dugaan ketika pertama kali aku menilai personalitinya. Sebuah fakta yang tidak aku duga, bahkan oleh sebagian besar masyarakat di negeri ini juga.

"Kriteria saya yang gak main tarik ulur sesuka hati," mengingat bahwa dia tidak menampakkan diri setelah flirting-flirting ketika di Pulau Komodo, emosiku kembali. Berusaha menjaga volume suara agar tidak terdengar orang lain, aku kembali melanjutkan.

"Saya suka cowok yang sat set sat set, Pak. Bukan yang hari ini kelihatan super perhatian, tapi besok nya malah ngilang." Sedikit aku menambahkan kata sindiran yang sengaja ditunjukkan untuknya. Sindiran agar dia sadar apa yang sudah dilakukannya beberapa minggu terakhir. Bagaimana dia menghilang begitu saja, padahal telah membuat gebrakan yang cukup besar selama kami pergi liburan.

"Saya suka yang pasti-pasti, yang konsisten sama omongan dan perbuatannya." Kepalang tanggung aku sekalian menyindirnya lagi. Tidak peduli dengan responnya, yang penting apa yang aku rasakan tersampaikan dengan baik. Toh jika menjadi dia, aku pasti paham kenapa lawan bicaranya sampai menyindir-nyindir seperti itu.

Di sisi lain, setelah menenangkan pikiran selama beberapa hari terakhir aku tidak mau denial bahwa aku — mungkin memang tertarik dengan sosok dewasa seperti Pak Gama. Sebuah fakta yang sebelumnya selalu aku tolak, tapi belakangan ini mulai aku evaluasi secara objektif.

"Jadi kamu mau lihat saya berjuang?"

Aku mengendikkan bahu. Bukan berarti tidak tahu jawabannya, hanya ingin melihat dia mengambil keputusan sesuai dengan interpretasinya. ''Saya nggak bilang begitu,"

Pak Gama terlihat mengangguk. "Saya kira selama ini kamu tidak suka kalau saya menunjukkan perhatian," senyumnya seketika membuatku khawatir. "Selama ini saya menahan diri karena takut membuat kamu tidak nyaman dengan apa yang saya lakukan."

Masih menduga-duga dengan kalimat yang akan Pak Gama lontarkan, aku memutuskan untuk tetap diam. "Tapi dari omongan kamu barusan, sepertinya saya sudah tau apa yang harus saya lakukan untuk meningkatkan kualifikasi saya di mata kamu."

"Jadi jangan kaget dengan apa yang akan saya lakukan ke depan," lanjutnya sembari mencondongkan sedikit tubuhnya ke depan. "Olivia..."

MAMA, SEPERTINYA AKU MENANTANG ORANG YANG SALAH!

Minis(try)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang