Long time tidak update ya!
Semoga kali ini bisa lebih sering [amin]
Terima kasih buat semua yang udah mampir"Anjir gue malu banget!" Aduku sembari menelungkupkan wajah ke atas meja. Kembali menceritakan kejadian memalukan tadi siang pada teman-temanku yang sudah lama tidak berjumpa.
"Parah banget lo, Liv." Rina, salah satu temanku menimpali.
Saat ini aku sedang menghabiskan sore bersama teman-teman kuliah. Selain untuk merayakan aku yang keterima magang - tentu ini juga insiatif Nana dan yang lain yang kelewat semangat untuk berkumpul. Aku tau betul bahwa mereka sebenarnya butuh alasan untuk keluar karena suntuk akibat setiap hari menjalankan kegiatan sebagai anak magang.
FYI, aku memiliki beberapa teman kuliah yang cukup akrab. Seperti yang sudah aku katakan sebelumnya, aku cukup akrab dengan enam orang. Namun karena empat diantaranya berasal dari fakultas lain, kami tidak terlalu sering nongkrong bersama dan hanya berkomunikasi via grup.
"Ya gue mana tau, gak ada yang bilang kalo tamunya ganteng dan dibawa masuk rumah..." Aku tetap tak mau menyalahkan kecerobohanku atas insiden ini. Memang yang aku tahu papa jarang membawa tamunya ke dalam rumah, apalagi jika kondisi masih siang hari seperti kemarin.
Ya meski aku tau betul bahwa dalam kasus ini memang aku yang salah, tetapi tentu aku tidak akan mengakuinya dengan semudah itu. Tidak salah juga kan?
"Udah sih, palingan juga gak ketemu lagi." Nana yang baru selesai mengurus administrasi magangnya meletakan ponselnya ke atas meja dihadapan kami. Mendongak untuk menatapku, lalu menaik turunkan alis untuk menanyakan keberpihakanku atas pernyataannya barusan.
Aku menghela napas, "Ya belum tau gue, kan gak tau juga alasannya bertamu ke rumah." Ingatanku kembali membayangkan tetang laki-laki tampan tamu papa itu - yang sepertinya sudah mapan. "Tapi kalau mau dateng lagi gue juga gak masalah sih, tinggal kasih kesan kedua yang bagus," lanjutku menambahkan.
Memang agak sayang kalau ketampanannya dilewatkan. Sebagai kaum jomblo yang sedang tidak aktif dalam mencari pasangan, tentu aku tidak akan menolak rezeki berupa makhluk adam dengan visual tampan.
"Dsar bocah!" Aku mengalihkan tangan Nana yang barusan menoyor kepala, sementara Rina hanya geleng-geleng kepala melihat kelakuanku yang tidak jelas ini.
***
Siapa kemenkraf sekarang?
Kedua kaki yang kuletakkan di ujung sofa bergerak-gerak pelan saat aku menunggu hasil loading dari pertanyaan yang aku ajukan di kolom pencarian google. Sembari mengambil keripik singkong dari dalam toples, aku menglik gambar untuk mencari tahu siapa menteri yang sedang menjabat sekarang.
Well, harus diakui bahwa aku tidak tahu menahu soal kementrian pariwisata dan ekonomi kreatif. Pengetahuanku no besar, bahkan untuk sekedar informasi mengenai siapa yang sedang menjadi menteri saat ini.
Seketika aku mendudukan tubuh. Aku yang sedari tadi scrol hp dalam kondisi rebahan, kini terduduk karena kaget dengan apa yang aku temukan.
"Ini bener gak sih?" gumamku pada diri sendiri. Aku bahkan masih memperbesar gambar yang aku temukan, sebab kurang yakin dengan kenyataan yang ada di depan mata.
Memilih untuk mengklik gambar lain, mataku malah semakin melotot dibuatnya. Aku yang tadinya kurang begitu yakin, kini harus rela menelan kenyataan pahit bahwa apa yang aku tidak percayai adalah sebuah fakta.
"Gila, tamat riwayat gue." Kini aku mengutuk diriku sendiri. Tepat saat sudah yakin bahwa dia - Bapak Gama Pradikta yang kini menjabat sebagai menteri kemenkraf adalah tamu papa yang kemarin baru saja menjadi satu dari beberapa orang terpilih yang sudah melihat kelakuan anehku.
"Dek!" Belum juga aku tersadarkan, suara Bang Jeno yang memanggilku tidak aku hiraukan.
"Dek!" Untuk kedua kalinya, dia kembali memanggil.
"Hm," jawabku tak bersemangat. Sedang tidak dalam kondisi yang cukup bagus setelah mengetahui kenyataan yang ada di depan mata.
Aku melirik Bang Jeno yang meletakan segelas air putih di atas meja yang sama dengan tempatku menaruh toples. "Kenapa?" tanyanya setelah menyadari bahwa aku menatapnya dengan aneh.
"Gue lagi syok berat, Bang." Meski tidak begitu senang curhat dengannya, tetap saja aku memutuskan untuk menceritakan apa yang aku alami. Hanya dia satu-satunya orang yang potensial menjadi teman curhatku di rumah, hingga tidak ada pilihan lain yang bisa aku lakukan selian bercerita kepadanya.
"Tamunya papa kemarin..." aku menjeda kalimatku karena tidak sanggup untuk melanjutkan.
"Gama?" mataku berkedip-kedip karena ternyata dia tahu mengenai sosok tampan tersebut.
"Lo tau Pak Gama, Bang?" tanyaku heran.
Bang Jeno mengangguk. "Dia kan sekarang jadi menteri kemenkraf, ya gue tau."
"Calon atasan lo kan?" aku benar-benar ingin menghilang dengan fakta ini.
Bukannya lebay atau bagaimana, tetapi aku sepertinya tidak akan bisa menahan malu jika kembali lagi bertemu padanya. Padahal belum ada sejam yang lalu aku dijelaskan kembali mengenai detail pekerjaanku yang akan menjadi bagian inti dari tim digitalnya dia, yang sekaligus menandakan bahwa aku pasti aku bekerja langsung dibawah pengawasannya. Maksudku aku akan mengurusn kegiatannya, berarti aku akan kerap mengintilinya kan?
Jika seperti itu dia pasti akan menyadari keberadaanku kan?PAPA ... HILANGKAN AKU SEKARANG SAMPAI PERGANTIAN MENETRI DILAKUKAN!
Menurut kalian, siapa visual yang cocok untuk Pak Gama?
Kasih rekomedasi dong!Terima kasih
KAMU SEDANG MEMBACA
Minis(try)
ChickLit"Akhirnya gue keterima magang, Bang!" Teriaku pada Bang Jeno, kakakku yang sampai sekarang belum bisa dibanggakan. Bang Jeno yang sedang bermain ponsel mendengkus, "Magang modal orang dalam aja bangga," "Ngakunya anti nepotisme, tapi mau magang aja...