Ini lupa belum ke upload wkwk
Semoga kalian gak bingung yaaaSelamat membaca
Aku menyerahkan secangkir kopi hangat pada Mas Gama yang sedang duduk di sofa. Selepas mengobrol singkat tadi, aku memang meminta izin ke dapur untuk mengambil air putih. Lalu sekalian saja membuatkan secangkir kopi untuknya — karena sedikit kafein sepertinya akan membuanya lebih semangat bekerja.
Mas Gama tidak langsung menerima cangkir pemberianku. Sejenak dia menatap cangkir itu dengan sebelah alis terangkat, lalu menerimanya ketika aku menggumamkan kata kopi untuk memberitahunya. "Makasih," ucapnya singkat.
Aku mengangguk, lalu kembali duduk ke tempatku semula. "Awal mula Mas suka sama aku gimana deh?" masih cukup malas untuk melanjutkan mengerjakan skripsi, aku memilih untuk membuka obrolan. Menanyakan tentang apa yang membuatku heran, yaitu awal mula yang menyebabkan laki-laki di sebelahku ini tergila-gila denganku.
"Maksudnya?" Mas Gama meletakkan cangkir kopinya di atas meja. Sepertinya dia belum menangkap jelas maksud perkataanku barusan.
Aku menaikkan kedua kaki hingga posisi bersila. Dengan posisi menyamping, kali ini fokusku memang hanya untuk melihatnya. "Kemarin kan Mas bilang kalau suka sama aku udah dari lama ya,"
"Nah, awalnya awal banget tuh karena apa? apa yang buat mas berubah anggapan ke aku, dari yang tadinya adik kecil ke perempuan dewasa?" aku cukup penasaran dengan apa yang membuat dia jatuh cinta padaku. Dipikir-pikir aku memang cantik, tapi tentu tidak sangat cantik hingga membuat om-om seperti dia merasa jatuh cinta. Jadi karena apa? aku sangat penasaran untuk mengetahui jawabannya.
Mas Gama diam, tetapi terlihat sedang berpikir di dalam diamnya. "Karena mie instan dan telur mata sapi."
"Hah?" tanyaku bingung. Kenapa sangat tidak tertebak sekali jawabannya?
Mas Gama meletakkan tap yang ada di pangkuannya ke atas meja. Lalu dia juga duduk bersedekap dan menatap ke arahku, sehingga berakhir dengan kami yang saling bertatap-tatapan. "Setelah ujian kelulusan SMA, Mas pernah sekali main ke rumah kamu." Aku mendengarkan ceritanya dengan seksama.
"Waktu itu, Jeno lagi ke luar. Jadi Mas nunggu sendirian di ruang tamu." Selayaknya anak kecil yang sedang mendengarkan dongeng, aku diam sembari memberikan atensi penuh ke arahnya. "Nggak lama setelah Mas duduk, kamu pulang dari sekolah."
Aku mengernyitkan dahi. Tanda bahwa aku masih mengikuti ceritanya dengan baik. "Waktu itu tiba-tiba kamu pengen bikin mie instan. Terus nawarin Mas, mau apa nggak."
Masa sih? kok aku nggak inget ya?
"Mas terima?" dia menggeleng.
"Kamu kan dulu masih SD, Mas juga skeptis. Bahkan Mas nggak yakin kamu udah bisa nyalain kompor." Jawabnya sembari tersenyum.
"Tapi gak lama setelah Mas tolak, mas denger suara gaduh di dapur." Aku semakin tertarik dengan ceritanya.
"Aku beneran masak?" dia mengangguk.
"Waktu itu Mas nggak berpikiran sejauh itu. Mas kira mungkin asisten rumah tangga atau apa, jadi Mas tidak penasaran. Juga nggak nengok untuk memastikan."
"Tapi sekitar setengah jama setelah itu, tiba-tiba kamu datang bawa dua mangkok mie instan kuah sama telur mata sapi setengah matang, katamu."
"Aku beneran bisa masak?" tanyaku antusias. Jika benar, bukankah sangat hebat anak SD bisa memasak?
"Nggak tau,"
"Maksudnya gimana, Mas?"
"Masakan kamu jadi, seperti masakan pada umumnya." Mas Gama masih menatap lurus ke arahku. "Tapi untuk rasa dan tampilannya ...." Aku menatap tidak sabaran.
"Rasanya agak sedikit aneh, soalnya airnya penuh satu mangkok besar."
Bahuku melemas, "Kalau telurnya?"
"Gosong," jawabnya sembari tertawa. Bukan tawa mengejek, tetapi tawa ketika seseorang sedang mengingat momen penting dalam hidupnya yang kelihatan lucu. Mungkin juga karena aku menyebutnya sebagai telur mata sapi setengah matang, tetapi ternyata malah gosong.
"Terus kalau nggak berhasil, kenapa malah bikin Mas jatuh cinta?"
"Perjuangan kamu,"
"Mas baru lihat ada orang yang se effort itu untuk Mas. Bahkan orang tua Mas sekali pun, seperti tidak pernah membuatkan makanan."
"Tapi kamu yang bahkan masih kecil, belum bisa memasak, rela mengacaukan dapur hanya untuk membuatkan mas mie instan."
"Di sini ..." Mas Gama memegang dada kirinya. "Mulai berdetak tidak normal."
"Hati Mas juga menghangat. Dan entah kenapa, kamu jadi sering muncul di pikiran Mas,"
OMG, melting dengerin ceritanya pedofil!
Gemes atau justru cringe?
KAMU SEDANG MEMBACA
Minis(try)
ChickLit"Akhirnya gue keterima magang, Bang!" Teriaku pada Bang Jeno, kakakku yang sampai sekarang belum bisa dibanggakan. Bang Jeno yang sedang bermain ponsel mendengkus, "Magang modal orang dalam aja bangga," "Ngakunya anti nepotisme, tapi mau magang aja...