Selamat tahun baru
Lama sekali kita tidak saling menyapa ya 😁"Hari ini Mas kayaknya nggak bisa dateng," tulisnya dalam room chat kami. "Nggak bisa support kamu secara langsung." Tambahnya melanjutkan. Disertai dengan dua emoticon ekspresi menangis yang tidak pernah aku bayangkan akan dikirimkannya.
Meski merasa sedih dan kecewa, aku mencoba untuk biasa saja. Maksudku tidak menunjukkan kesedihan melalui pesan balasan agar dia tidak kepikiran. Aku mencoba untuk bersikap dewasa agar tidak mengganggu kegiatannya yang banyak itu.
"It's okay, Mas. No prob," aku menambahkan emoticon tersenyum di belakangnya. "Yang penting bantu doa ya, biar semua lancar."
"Jangan lupa juga buat hadiahnya, wkwk."
"Mau apa?" Wah, apa dia akan menuruti semua keinginanku?
"Apa aja aku terima, Mas. Asal dari kamu, aku bakal terima dengan bahagia."
"Kamu lagi ada pengen sesuatu?"
"Buket bunga gimana?" aku mendengkus mendengar jawabannya. Aku sudah meng kode jawaban agar dia memberikan surprise, tetapi dia malah menanyakan langsung mau ku apa. Ah, nggak peka banget sih, Mas!
"Dibandingkan buket bunga, Oliv lebih suka buket duit," bukannya materialistis, tetapi aku hanya mencoba realistis. "Apalagi kalau lembarannya yang merah," toh aku memang juga tidak terlalu menyukai bunga, jadi mending diganti saja dengan lembaran uang yang lebih bermakna.
"Oke, nanti Mas kirim."
"Eh, Oliv cuma bercanda, Mas."
"Tapi Mas maunya serius."
"...."
"Udah nggak usah dipikirin, ntar hadiahnya udah ada pas kamu ke luar ruangan."
"...."
"Kalau Masnya, udah ada belum?"
"Maaf ya..."
"Eh, gapapa." Keisenganku ditanggapi serius olehnya. "Oliv bercanda aja itu,"
"Kan tadi Oliv udah bilang gapapa. Mas nggak usah kepikiran."
"Tapi pengen nemenin kamu sidang,"
"Nggak usah, Mas. Malah ntar jadi heboh kamu tiba-tiba ada di sini. Nanti kalau ada gosip gimana?"
"Tinggal klarifikasi," jawabnya tanpa beban sama sekali.
Diakui atau tidak, chat random dengan Mas Gama ternyata bisa mengurangi kekhawatiran. Aku yang sejak semalam cukup was-was karena akan menjalani sidang skripsi — yeah, finally i got it! kini lumayan bisa tenang karena mengobrol ringan dengannya. Meski hanya melewati pesan singkat.
"Tak segampang itu dudu ..." Aku mengetikkan sepotong lirik lagu untuk menanggapi.
"Kan belum dicoba,"
"Emang Mas siap kalau diberitain yang nggak-nggak? kalau Mas dituduh pedo gimana? masa Pak Mentri pacaran sama anak kuliahan yang belum lulus."
"Ya nggak papa,"
"Paling itu yang ngomongin karena sirik."
"Lagian kan kamu bakal lulus hari ini, bakal udah nggak jadi anak kuliahan lagi."
"Ya kalau lulus, Mas. Kalau nggak?"
"Pasti lulus sayang, tenang aja."
"Kan dari kemarin udah belajar sama Mas. Kemarin juga udah latian, nggak ada yang perlu dikhawatirkan."
"Tapi deg-degan." Aku mengaku padanya. "Kalau nanti di dalam nge blank terus nggak inget apa-apa gimana?" tanyaku khawatir. Meski sudah sedikit tenang, tetap saja jantungku masih dag dig dug der tidak karuan.
"Tarik nafas, hembuskan, terus jangan lupa doa."
"Masuk ruangan jam berapa?"
"Sebentar lagi," aku menengok ke arah ruangan yang nanti akan menjadi saksi bisu kelulusanku. "Aku lagi disuruh ke luar dulu sama dosennya, Mas. Kayanya sih cuma sebentar."
"Ada temen kamu kan?"
Aku mengangguk. Padahal orang yang tengah ada di ibu kota ini tidak akan mengetahuinya. "Ada kok, aman. Mereka nanti pulang dulu, terus balik lagi."
"Mas, aku udah dipanggil masuk nih."
"Doain yaaa." Aku memasukkan ponselku ke dalam saku. Tidak sempat untuk menunggu pesan balasan darinya, sebab sudah terlanjur harus masuk ke dalam ruangan.
![](https://img.wattpad.com/cover/341357869-288-k879620.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Minis(try)
Genç Kız Edebiyatı"Akhirnya gue keterima magang, Bang!" Teriaku pada Bang Jeno, kakakku yang sampai sekarang belum bisa dibanggakan. Bang Jeno yang sedang bermain ponsel mendengkus, "Magang modal orang dalam aja bangga," "Ngakunya anti nepotisme, tapi mau magang aja...