Komen atau ceritanya gak lanjut! wkwk
Meletakan ekspektasi yang terlalu tinggi pada suatu hal pada akhirnya akan membuat kita kecewa dengan sendirinya, jika apa yang kita ekspektasikan tidak sesuai dengan yang kita harapkan. Hal ini bukan berarti kita tak boleh berekspektasi, hanya saja kita harus pintar-pintar dalam meletakkan seberapa besar kita berekspektasi.
Harapan adalah hal yang dimiliki setiap orang. Namun tak semua harapan berhasil diperoleh seseorang dengan sesuai. Oleh karena itu, rasionalah dalam meletakan harapan dari sesuatu hal yang terjadi dalam diri kita.
"Saya bisa ubah tujuan nggak ya, pak?" tidak hanya aku, tetapi sang supir pun juga terlihat kaget. Tanpa ada pembicaraan sebelumnya, Pak Gama tiba-tiba berujar seperti itu.
"Titiknya salah ya?" ujar Pak supir merespon. Umumnya memang tidak semua customer tepat dalam meletakkan titik tujuannya, makanya tidak heran jika beliau bertanya seperti itu.
"Bukan, Pak. Ganti tujuan."
"Kebetulan saya berubah pikiran, dan tidak ingin langsung pulang." Masih dengan wajah tenangnya, Pak Gama menjawab.
Sebenarnya aku ingin menginterupsi, tetapi aku mau menunggu waktu yang tepat.
"Giman ya..." si bapak terlihat bimbang.
"Nanti saya lebihin pak, untuk ongkosnya." Seolah paham dengan kebingungan si bapak, Pak Gama langsung menjelaskan bahwa dia akan membayar lebih.
"Bapak buru-buru?" pada akhirnya aku menginterupsi. Meski ini dipesan melalui akunku, aku cukup tau diri bahwa kepentinganku untuk pulang mungkin tidak se urgent kepentingan Pak Gama, yang bahkan sampai membuatnya menebeng dan ingin mengubah tujuanku.
Aku berdehem pelan, "Maksud saya kalau misalnya nggak buru-buru, biar bapaknya antar saya dulu, Pak. Baru nanti kalau misalnya bapak mau pergi ya setelah mengantar saya."
Jarak rumahku tidak terlalu jauh, jadi aku rasa tidak akan masalah jika menyelesaikan orderan terlebih dahulu.
"Saya tidak mau ke mana-mana."
Aku mengernyitkan dahi, lalu maksudnya apa?
"Saya cuma mau makan malam dulu, dan saya mau sama kamu. Jadi tujuan yang berubah bukan tujuan saya, tapi tujuan kita."
Aku melongo tidak percaya. Apa maksudnya itu? dia mengajakku pergi makan malam? kenapa tidak bilang terlebih dulu?
"Saya nggak bilang saya mau, Pak." Reflek aku berkata seperti itu.
"Jadi kamu nggak mau?"
"Bukan gitu, saya ..." aku tidak menemukan kata yang tepat untuk melanjutkan kalimat yang sudah aku mulai. "Saya belum izin kalau mau pulang malam."
Sebenarnya aku ingin menolak ajakannya, tapi entah kenapa kok terasa sayang?
Jadi hanya kalimat itu lah yang akhirnya ke luar dari bibirku."Nanti saya izinkan ke papa kamu," Jawabnya yakin.
"Papa saya biasanya gak ngizinin saya keluar sama laki-laki, apalagi malem-malem kaya gini."
Aku melirik ke arah pak supir yang tetap memilih diam di antara obrolan kami. Sepertinya beliau memutuskan untuk menunggu keputusan saja, tanpa perlu repot-repot untuk mengambil bagian dari proses pengambilan keputusan itu.
"Kan biasanya, ini kasus nggak biasa." Jawabnya di luar dugaan.
"Apanya yang nggak biasa?" mengingat bahwa ini pertemuan kami sejak liburan, entah kenapa aku meras kesal. Sedari kemarin dia tidak memunculkan diri, tetapi hari ini tiba-tiba muncul dan ingin mengajakku makan malam. Tanpa omongan, obrolan, maupun permintaan persetujuan. Memangnya aku ini apa?
"Dikira kalau bapak yang ngajak sama papa saya pasti boleh?" aku tidak suka dengan perasaanku sendiri. Aku tidak ingin menolak, tetapi aku juga tidak ingin terlihat gampangan dengan mengiayakan keinginannya.
"Perlu saya telfon papa kamu sekarang untuk membuktikan?"
Aku menantang, tanpa tau bahwa laki-laki di depanku ini tidak bisa ditantang. "Silahkan, Pak. Kalau papa bilang oke, saya juga oke."
Dan seperti yang bisa di duga, Pak Gama langsung mengeluarkan ponsel pintarnya dari dalam saku dan .... menghubungi Pak Aditama sistrict parents itu. Gue musti berdoa biar diizinin apa nggak ini?

KAMU SEDANG MEMBACA
Minis(try)
Romanzi rosa / ChickLit"Akhirnya gue keterima magang, Bang!" Teriaku pada Bang Jeno, kakakku yang sampai sekarang belum bisa dibanggakan. Bang Jeno yang sedang bermain ponsel mendengkus, "Magang modal orang dalam aja bangga," "Ngakunya anti nepotisme, tapi mau magang aja...