Pengen ganti cover, menurut kalian gimana?
Yang jual jasa cover murah meriah ayo merapat
Setelah menjalani hari yang cukup sibuk selama dua hari terakhir, kami memutuskan untuk movie date di rumah. Kami butuh spent time together karena sudah lebih dari 48 jam terlalu sibuk dengan urusan sendiri-sendiri. Mas Gama sibuk dengan pekerjaannya, sementara aku sibuk membantu mama di rumah yang kebetulan sedang membuat acara syukuran.
Mataku menatap lurus ke arah layar. Film yang kami tonton bergenre romantis, sebab itu lah aku cukup fokus menatapnya. Aku juga merebahkan kepalaku di dadanya karena terasa lebih nyaman dibandingkan bantal. "Kalau pegel bilang ya, Mas." Ujarku memperingati. Tak ingin bersikap egois dengan hanya mementingkan kenyamanan diri sendiri.
"Iya, Ay." Jawab Mas Gama. Lalu kami berdua kembali fokus dengan layar besar yang ada di hadapan kami.
Tiba di adegan dua orang tokoh utama yang sedang berciuman, tiba-tiba atmosfer di sekitar kami juga ikut berubah. Aku yang sejak tadi berbicara untuk mengomentari ini dan itu pun memilih diam, sebab tiba-tiba merasakan detak jantung yang bekerja tidak normal. Kami berdua terdiam dengan pikiran masing-masing. Aku tidak tahu apa yang dia pikirkan, tetapi yang aku pikirkan adalah apakah apakah yang mungkin akan terjadi di antara kami setelah ini. Ya ampun, Liv!
Hembusan napas Mas Gama terasa hangat. Menimbulkan rasa geli di dekat telinga, menandakan bahwa dia sudah menunduk dari posisi yang sebelumnya. Bahkan kali ini, aku sudah merasa bahwa dagu dan rahang kokohnya telah menempel sempurna di atas bahuku. "Ay," suaranya yang terdengar serak membuatku merinding. Apalagi dia melanjutkan aktivitasnya dengan menghirup dalam-dalam wangi tubuhku yang katanya selalu membuatnya candu.
"Can I?" meski hanya dua kata, aku tahu apa yang dimaksudkannya. Aku tahu dia menginginkan 'itu' karena kami memang sudah tidak melakukannya selama seminggu terakhir.
Belum juga menjawab, aku dibuat kaget dengan kedua tangannya yang kini sudah melingkar nyaman di perutku. Meski kami duduk bersisian, ternyata itu tak membuatnya kesulitan untuk memelukku dari samping. Bahkan perbuatannya ini semakin membuatku merinding karena hembusan napas hangat di belakang leher yang aku rasakan menciptakan desiran hebat di dada. Anjir, kenapa bisa begini sih? Padahal baru skinship begini doang.
"Filmya baru setengah jalan loh, Mas." Mati-matian aku menahan desahan yang ingin ku keluarkan. Beberapa kali dia meniup bagian belakang telingaku, membuat dudukku semakin resah.
"Kan bisa dilanjut lagi nanti," jawabnya enteng.
"Let me touch you, Olivia. Ya?" Mas Gama mengangkat wajahku hingga bersitatap dengan kedua matanya. "You ..." dia menjeda kalimatnya. "Just follow my lips move on yours." Lanjutnya lagi. Dari dua matanya itu, aku menemukan kabut gairah yang sudah menyelimutinya.
Belum juga aku menjawab, Mas Gama sudah membawa ibu jarinya ke atas permukaan bibirku yang sedari tadi menjadi fokusnya. Lalu mengelusnya dengan lembut, sebelum akhirnya kembali berujar. "Want to try, Ay?" tanya Mas Gama.
Aku memejamkan mata sejenak, lalu mengangguk. Membiarkannya melakukan apa yang ingin dilakukan, dan membawa kedua tanganku untuk melingkar di lehernya. "Hmmm. Kiss me as you want to do, Mas." Secepat itu juga posisi kami berubah. Tanpa sempat berpikir, aku sudah duduk di pangkuannya dan melanjutkan aktivitas kami.
Aku menepuk-nepuk pelan dadanya. Mengirimkan signal padanya bahwa aku kehabisan napas, dan dia harus segera melepaskan pagutan bibir di antara kami. "Mas," ujarku pelan. Dia benar-benar terlihat bersemangat hingga membuatku kewalahan.
"Oliv kehabisan napas, Mas." Aduku. Membuatnya langsung menuruti permintaanku, tetapi tak sekali pun melepaskan tatapannya dariku.
"Oliv masih di sini," dia seperti khawatir. Padahal aku tak kemana-mana, hanya meminta kami menyudahi sebentar aktivitas kami untuk memasukkan kembali oksigen ke rongga dada.
"Mas kangen banget sama sama bibir Oliv?" entah sejak kapan, aku sangat berani melempar flirting padanya. Aku bahkan tak malu-malu lagi, padahal apa yang aku katakan terdengar sangat straight to the point.
"Your lips are very addictive, Ay."
"Yes, I know. Everything about me is addictive for you," jawabku sembari mengerling nakal. Sengaja menggodanya. "Is that right?"
"Yes. It's right."
Bukannya terharu, aku justru tertawa. "Padahal Oliv cuma bercanda,"
"Tapi Mas serius." Jawabnya langsung. Membuatku dia karena tak siap dengan serangannya yang tiba-tiba.
"So I want to continue with the previous one," lanjutnya.
"Can I?" pertanyaan yang sama dia lontarkan untuk yang kedua kali. Lalu untuk yang kedua kali juga, aku juga mengangguk dan mengiyakannya.
"Of course, Mas."
"I'm yours," lalu berlanjutlah aktivitas yang sebelumnya sempat terhenti itu.
Let's make a beautiful night, Mas Gama Pradikta.
![](https://img.wattpad.com/cover/341357869-288-k879620.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Minis(try)
ChickLit"Akhirnya gue keterima magang, Bang!" Teriaku pada Bang Jeno, kakakku yang sampai sekarang belum bisa dibanggakan. Bang Jeno yang sedang bermain ponsel mendengkus, "Magang modal orang dalam aja bangga," "Ngakunya anti nepotisme, tapi mau magang aja...