Ayah

344 16 1
                                    













"Belum ada kabar tentang kakak kamu?"

Haechan ngegeleng. Pandangi ayahnya yang sekarang lagi sibuk ngebenerin motor. Motor ayah mogok lagi. Tadi katanya tiba-tiba mati waktu perjalanan pulang dari sekolah. Ayah belum sampai rumah waktu Haechan datang. Dia ngeliat sendiri ayah ngedorong motor ke rumah karena peralatan bengkelnya ga dibawa.

Haechan jadinya pulang ke rumah ayah saja. Di rumah juga belom tentu emosinya turun. Malah yang ada emosinya bisa semakin naik. Rumah itu kan tempat tinggalnya Mark juga. Ngapain Haechan tinggal di tempat tinggal yang sama dengan sumber emosinya. Ngerepotin diri sendiri.

"Emang motor ini gak mau dijual aja, yah?"

"Lah siapa yang mau?" Ayah ngedecak. Masih sibuk memutar kunci untuk membuka bagian motor. "Motor rongsok begini."

"Kan lumayan kalau dijual. Uangnya bisa ayah tabung buat hari tua. Kalau dijual ke kampung-kampung biasanya ada aja yah yang mau."

"Kalau ini dijual, nanti ayah berangkat sekolah pakai apa? Kalau jalan kaki kan kejauhan, Chan."

"Di rumah ada kok motor. Jarang saya pake juga. Kan saya dikasih mobil sama sopirnya sama Mark. Mending buat ayah. Motor yang ini dijual saja..."

"Jangan." Ayah berucap lebih tegas. Sambil berusaha mencari sesuatu di dalam motor. Haechan ga tau dia cari apa. "Motor ini tuh dulu dibeliin ibu kamu. Hasil dari jualan di warung loh. Sayang kalau dijual."

Haechan jadi diem. Dia ngedecih. "Berarti motornya sudah tua. Mungkin lebih tua dari saya."

"Ya emang sih." Ayah ngangguk setuju. Ketawa sendiri mengingat kenangan motor lapuknya. "Ayah dulu hampir jual motornya waktu kamu lahir. Waktu ibu dirawat juga. Tapi ibu nahan. Katanya ini buat jadi kendaraan nganterin kamu sama kakak kamu sekolah nanti. Waktu itu tuh masih jamannya punya motor tuh dianggap orang kaya, Chan."

"Berarti dulu tuh kita kaya ya, yah..."

Haechan dan ayah ketawa bareng. "Suami kamu ga ikut?"

"Suaminya Yeri." Haechan ngoreksi dulu. Dia ngedengus. Mandangin ayah yang masih sibuk ngebenerin motor. "Ayah, kalau ayah tiba-tiba punya anak yang bukan anak ayah, gimana?"

Ayah ga langsung jawab. Haechan merhatiin setiap reaksinya. Tapi ga ada reaksi berarti yang ayah tunjukin. "Kenapa? Pacar kamu hamil anak orang?"

"Sembarangan! Amit-amit!!" Haechan langsung menyahut. "Pacar saya anak baik-baik, yah."

"Kamu masih pacaran sama dia?" Ayah nanya lagi. Sambil ngoprekin motornya. "Ga ketauan suami kamu?"

"Suaminya Yeri." Haechan ngoreksi lagi. "Ketauan juga paling disangka lesbi. Dia kan taunya saya perempuan."

Ayah cuma ketawa. Haechan ngeliatin lagi. Dia baru sadar kalau ayah baru saja mengalihkan topik dari pertanyaannya sebelumnya.

"Ayah, menurut ayah, saya sama kakak tuh mirip nggak?"

"Ya mirip lah. Kan itu kamu aja bisa nipu orang-orang. Mark sama keluarganya ga ada yang tau kan kalo kamu tuh bukan Yeri yang asli." Ayah jawab pelan. Nampaknya sudah menemukan apa yang salah dengan motornya. Dia megang sesuatu yang kecil dari motor. Tangannya belepotan oli.

"Itu sih karena keluarganya Mark belom pernah ngeliat kakak. Gampang nipunya."

"Kata siapa?" Ayah ngelirik Haechan sekali. Tapi langsung fokus ke motor lagi. "Ibunya Mark udah pernah ketemu kok. Kan waktu milih WO sama gedung juga mereka barengan. Ayah sendiri kok yang anter jemput."

Pengantin Pengganti Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang