Haechan belum berkunjung ke rumah lagi. Rumah tampak sepi tanpa Haechan. Hanya ada Yeri di rumah kalau ayah lagi ngajar. Dia juga sukanya diem di kamar aja kalau di rumah. Rumah tetap sepi.
Kai menatapi figura foto mendiang istrinya yang masih terpanjang di dinding. Waktu ada Haechan, selalu di lap setiap hari supaya tak ada debu. Hari ini, dia sendiri yang membersihkan figura foto itu. Dengan tangannya sendiri.
Kai pandangi foto mendiang istrinya yang sedang tersenyum. Foto terakhir yang dia ambil sebelum kecelakaan terjadi. Kai tentu saja ingat bagaimana kecelakaan itu terjadi tepat di depan matanya. Dia mengingat bagaimana istrinya berlari menyelamatkan putra bungsu mereka dari tengah jalan. Lalu berguling dengan darah bercucuran. Juga tangis Haechan yang memekakkan telinga. Juga berdarah-darah seperti ibunya.
Kai menghela nafas. Waktu sudah berlalu secepat kilat. Haechan sudah dewasa. Dia akan berusia 25. Penampilannya semakin hari semakin persis seperti ibunya. Rambut panjang berponi dari rambut palsu yang dia pakai untuk menyamar nyaris membuat Kai jantungan karena kemiripannya yang nyaris persis sama dengan sang ibu di masa muda. Dan matanya....
Kai menggeleng. Dia kembali pandangi foto mendiang istrinya yang sudah lama pergi. "Yang aku lakuin itu benar kan?"
Tak ada jawaban. Tentu saja. Figura itu cuma diam dengan wajah tersenyum. Kai masih pandangi foto mendiang istrinya. Dia menarik nafas panjang. Panjang sekali. "Jangan marah, sayang. Aku cuma menjalankan peranku sebagai ayah. Demi anakku..."
Yeri diam-diam melihat ayah dari pintu kamarnya. Dia melihat bagaimana ayah menatap foto mendiang ibu dengan penuh kerinduan. Juga kalimat pandangannya pada sang istri. Yeri hanya mampu diam.
Haechan, kamu begitu dicintai...
Haechan pandangi bocah cilik yang sekarang lagi melototin dia sambil tolak pinggang. Dia ngedecih.
"Dapet kembang dari siapa kamu?"
"Bukan urusan kamu!" Shilla ngedecih. Masuk ke mobil duluan. Haechan ngedecak sebel. Ikut masuk ke mobil. Duduk disebelah Shilla.
Haechan pandangi Shilla sekali lagi. Ngeliat bunga segar yang nyelip di telinganya. Haechan ngedelik dan ngedecih lagi.
"Apaan kembang kayak gitu?! Apa bagusnya?! Buang sana!"
"Kan aku bilang bukan urusan kamu!" Shilla menyalak galak. Ga lupa menjauh sambil ngejagain bunga di telinganya. "This is from Jayden, i'll never throw this!"
"Jayden teh saha (siapa)?!!" Haechan jadi sewot banget dengernya. Shilla ngomongnya centil banget. Haechan jadi ngedecih. "Centil banget lu, bocah!"
"Apasih kamu?!" Shilla ngedelik sinis. Haechan ngedecih. Dia ngedorong kepala Shilla sekali sebelum pejamkan mata untuk istirahat. Haechan capek. Dia baru pulang ngajar waktu Mark nyuruh dia ngejemput Shilla dari daycare.
Kenapa juga mesti dia yang ngejemput? Kan bisa Mang Hasan aja yang pergi ngejemputnya? Setiap hari juga pergi sama Mang Hasan ke sekolah dan ke daycare.
"Is papa home?"
"Nggak ada!" Haechan jawab malas. "Bapak lu ga balik-balik dari kemaren. Jadi Bang Toyib dia jagain emak lu di rumah sakit."
"Aku tidurnya sama kamu lagi?!"
Haechan ngedelik. "Tidur sendiri lah! Udah Segede gini masih mau ditemenin pas tidur. Gue bilangin ke si Jayden lu tidurnya suka ditemenin!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Pengantin Pengganti
FanfictionHaechan sudah berkali-kali peringati kakaknya untuk hati-hati. Kalau memang ga suka sama calon yang ayah tunjuk, dia bisa bilang. Haechan akan cari cara untuk bantu dia lepas dari perintah ayah. Haechan yakin dia sudah tekankan itu setiap hari sebel...