Cepat. Cepat. Harus cepat. Dia nunggu. Ayo cepat. Jangan sampai terlambat. Pokoknya harus cepat. Dia masuk ke ruang rawat. Perawatannya lengkap. Ruangannya luas. Ada satu sofa panjang di seberang tempat tidur pasien. Perawat yang bertugas lagi ngecek infus waktu dia datang. Bersyukur banget ada orang di sini.
"Gimana keadaannya?"
"Sudah sadar. Tapi masih sangat lemah. Coba diajak bicara dulu ya. Sudah bisa merespon kok. Tapi masih sangat lemah ya.. jadi tolong dimaklumi."
Dia ngangguk. Langsung nyamperin pasien di tempat tidur. Pegang tangannya yang di balut perban. Tapi langsung di lepas lagi karena takut bikin si pasien sakit. Muka si pasien Pucat. Lemah juga. Tapi seperti kata perawat tadi, dia merespon. Kerasa kok kejutan di tangannya.
"Haechan... Dengar tidak?"
Pasien di tempat tidur ngedip. Meski pandangan matanya ga fokus, tapi Haechan udah bisa ngedip sebagai respon.
Dia bernafas lega. Bersyukur pasien di tempat tidur akhirnya bangun setelah beberapa hari koma. Dokter bilang kondisinya lumayan parah. Badannya sudah sebagian hangus. Nyaris persis kayak two face. Untung aja muka Haechan ga kebakar juga. Dia langsung dikenali karena mukanya masih utuh meskipun badannya sudah sebagian terbakar.
Dia ngangguk ngeliat Haechan ngedip susah payah. Haechan jelas masih lemah. Untuk ngedip aja kayaknya usaha ekstra banget.
"Apa kata dokter?"
"Kita akan lihat dulu sampai pasien bisa bergerak. Baru setelah itu kita akan evaluasi dan lakukan beberapa latihan untuk cek apakah ada masalah atau tidak. Untuk luka bakarnya kan sudah ditangani, khawatirnya ada efek samping dari luka dalam lain. Kita juga harus antisipasi adanya gangguan pendengaran."
"Berapa lama waktu yang dibutuhkan?
"Tergantung pasiennya. Tapi biasanya dua hari sudah bisa bicara dan diajak diskusi. Kita lihat saja perkembangannya bagaimana."
Dia ngangguk. Perawat juga. "Kalau ada masalah, bisa panggil di pos perawat. Ada yang mau ditanyakan lagi?"
"Tidak ada."
Perawat ngangguk. Terus keluar dari ruang rawat sambil bawa alat tensi gede itu. Dia ngehela nafas. Setelah perawat keluar, dia akhirnya duduk disamping pasien.
"Kamu akhirnya bangun. Ini sudah tiga Minggu, Haechan. Semua orang sibuk cari kamu."
Haechan tentu ga bisa jawab. Dia cuma bisa ngelirik dengan bingung. Dia ngehela nafas. Coba mendekat ke Haechan. Badan Haechan hampir semuanya dibalut perban. Dia khawatir kalau disentuh bikin sakit. Jadi dia berusaha untuk ga sentuh Haechan sama sekali.
"Kamu ingat saya, Haechan?"
Kedua alis Haechan bertaut resah. Bingung. Heran juga. Dia berusaha ngeliat sekitar untuk cari tau dimana posisinya. Tapi tetep ga bisa bergerak banyak karena kepalanya keleyengan. Badannya juga pada sakit semua.
"Tidak apa-apa, Haechan. Kamu harus banyak istirahat. Dokter bilang akan evaluasi kesehatan kamu kalau kamu sudah bisa bergerak dan bicara. Istirahat, jangan banyak berpikir. Saya temani di sini."
Haechan ngedip dua kali. Kepalanya serasa dipukul Palu. Sakit banget. Jadi dia nurut aja. Nutup mata untuk tidur lagi.
Mark jarang diem di rumah. Dia juga jarang nongkrong di balkon kamarnya. Ga ada pemandangan yang bisa diliat juga. Bosen yang ada. Halaman rumah Mark ga terlalu menarik untuk dipandangi. Tapi hari ini Mark diem di balkon kamarnya. Ngelamun meskipun hari masih pagi. Dia ngeliat Shilla naik ke mobil yang udah siap berangkat. Mang Hasan ngebantuin dia nutup pintu. Kai dadah-dadah di teras rumah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pengantin Pengganti
FanfictionHaechan sudah berkali-kali peringati kakaknya untuk hati-hati. Kalau memang ga suka sama calon yang ayah tunjuk, dia bisa bilang. Haechan akan cari cara untuk bantu dia lepas dari perintah ayah. Haechan yakin dia sudah tekankan itu setiap hari sebel...