Haechan masukin motor ke rumah buru-buru. Dia belom ngeliat mobil Mark di rumah. Jadi kayaknya sih belom pulang. Haechan ikut makan-makan dulu tadi sampe lupa waktu. Sekarang udah jam 10. Dia lupa kalo dia harus pulang sebelum Mark pulang. Tapi berhubung Haechan ga ngeliat mobil Mark di depan rumah, jadi kayaknya dia belom pulang.
Haechan bernafas lega karenanya.
Dia masuk ke rumah dengan terburu-buru. Mastiin Mark belum pulang beneran. Lalu ngangguk puas ketika dia ga ngeliat Mark.
"Kamu kemana aja sih?!" Suara ayah, yang ternyata belum tidur, terdengar. Kayaknya kesel. "Kalau suami kamu pulang kamunya ga ada, gimana?!"
Haechan sebenenya kaget. Tapi bis segera nguasai diri. "Saya kan udah bilang kalau saya ada kerjaan! Ini baru selesai!"
Ayah jadi ngeliatin penampilan Haechan. Haechan masih pake kostum tarinya. Bahkan riasan wajahnya pun masih ada. Ayah ngehela nafas.
"Kamu harus berenti nari, Chan. Itu bakal ngeganggu keseharian kamu sebagai istrinya Mark."
"Saya bukan istrinya Mark!" Haechan jadi sebel. Dia baru pulang. Capek. Malah bahas ginian. "Saya Haechan, yah. Saya bukan Yeri. Ayah ga bisa paksa saya menjalani kehidupan sebagai Yeri terus-terusan. Saya akan kembalikan kehidupan sebagai Yeri kalau dia pulang."
"Tapi Yeri ga ada, Chan! Kamu ga bisa gitu aja kembalikan Yeri ke rumah. Dia lari di dari pernikahannya karena dia ga mau menikah!"
"Jadi ayah pikir saya mau?" Haechan ga habis pikir. Kemaren dia keliatan stres waktu Yeri ga ada di rumah. Kenapa sekarang dia keliatan seolah sangat mendukung Haechan untuk jadi Yeri. Seolah dia ga peduli anak kesayangannya ada dimana?
Haechan ngehela nafas. Bingung. Dia ngebanting tasnya di lantai. "Saya tidak pernah berpikir bakalan jadi istri orang, yah. Dari awal pun saya sudah menolak pernikahan ini. Saya juga sudah ajukan saran terbaik untuk urus pembatalan pernikahan. Ayah yang pilih cara nyusahin dari awal!"
"Karena cuma ini yang bisa ayah lakuin, Chan. Demi pertahankan harga diri keluarga."
"Harga diri! Harga diri! Harga diri terus!!!" Haechan mulai sewot. "Saya sudah muak ngomongin ini terus dari kemaren. Saya mau istirahat."
"Haechan!" Ayah ikut jengkel ngeliat Haechan acuhkan dia. "Ayah minta kamu berenti dari sanggar. Kamu masih harus nyamar jadi Yeri. Dia ga suka nari!"
"Itu Yeri! Bukan saya. Saya suka nari!"
"Kamu harus jadi semirip mungkin sama Yeri, Chan! Kamu ga bisa jalani kehidupan Yeri dengan kehidupan kamu yang asli."
"Udah yah!" Haechan jengkel. Dia ngelirik jam dinding yang nunjuk diantara angka sepuluh dan sebelas. "Ini sudah malam. Saya mau istirahat."
Haechan nutup pintu kamar Yeri. Ga peduli meskipun ayah di depan pintu, dia tutup pintunya kencang-kencang. Haechan terlanjur jengkel. Dia baru pulang. Baru saja merayakan kemenangan sanggar. Semuanya rusak karena Ayah.
Haechan duduk di tempat tidur. Tarik nafas panjang untuk ngurangin sewot yang dia rasa. Ngelirik pantulan bayangan dirinya di cermin. Haechan yang glamour dengan riasan wajah dan jubah pangeran. Haechan yang Yeji bilang punya mata sayu namun tajam. Mata yang Ama bilang persis seperti ibu. Haechan diam tatapi bayangannya di cermin. Tepat di mata.
Ibu... Haechan sebel sama ayah. Boleh nggak kalau Haechan marah sama ayah lagi?
Haechan ga suka jadi Yeri. Semirip apapun, Haechan ga akan bisa jadi Yeri. Mereka beda. Bahkan dari fitur wajah yang semua orang selalu bilang mirip, Haechan tetap berpikir kalau dia beda dengan Yeri. Haechan punya mata ibu. Yeri gak punya. Mereka beda. Orang ga akan lihat bedanya. Tapi Haechan tau. Amat sangat tau.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pengantin Pengganti
FanfictionHaechan sudah berkali-kali peringati kakaknya untuk hati-hati. Kalau memang ga suka sama calon yang ayah tunjuk, dia bisa bilang. Haechan akan cari cara untuk bantu dia lepas dari perintah ayah. Haechan yakin dia sudah tekankan itu setiap hari sebel...