Perempuan dan Rasanya

278 24 5
                                    






















"Aku ga mau menerima anak yang bukan lahir dari rahimku. Aku ga mau suatu saat nanti anak itu tau kalau aku memperlakukan dia dan anakku dengan cara yang beda. Terus nantinya malah timbul dendam di hatinya dia yang nyusahin aku!"

Haechan terperangah sama jawaban Yeri. Dia mandangin Yeri dengan pandangan ga percaya. Beneran ga habis pikir sama apa yang Yeri pikir. Dia lagi tanya kenapa Yeri bersikeras minta Mark kirim Shilla ke panti asuhan. Dan jawaban seperti ini yang dia dapat.

"Kalau begitu jangan dibeda-bedakan, kak. Anggap dan perlakukan dia kayak anak kamu sendiri. Dia bakal sayang juga sama kamu kayak dia sayang sama ibunya!"

"Anak haram ga pantes disayang!"

"Jaga ucapan kamu!" Haechan merasakan emosi. Sesak rasanya denger Yeri ngomong kasar begitu. "Anak haram yang kamu maksud itu anak kandungnya suami kamu!"

Ayah ngehela nafas. Mandangin mereka berdua tanpa kata. Malah ngelamun ngeliat dua anaknya mulai berantem.

"Aku ga pernah mau Nerima anak itu dari awal, Chan. Aku udah bilang dari awal sama maminya Mark bahwa aku ga mau Nerima anak itu sebagai anakku! Ini ide kamu kan yang bawa dia ke rumah?"

Haechan diem dulu. "Berarti kamu emang udah tau dari awal kalau Mark itu udah punya anak? Ayah juga?"

Ayah ngangguk. Ngeliat Yeri yang sekarang juga ngangguk bikin Haechan ngedengus. Berarti selama berbulan-bulan kemaren dia berperang sama Shilla tuh ga ada gunanya dong? Cuma Haechan aja yang belum tau tentang Shilla.

"Kesepakatan aku sama maminya Mark itu udah jelas, Haechan. Anak itu ga akan pernah tinggal bareng sama aku. Aku ga mau ngerawat anak yang bukan lahir dari rahimku sendiri!"

"Terus kalau Mark tau anak yang ada dalam kandungan kamu sekarang itu bukan darah dagingnya, menurut kamu dia mau ngerawatnya?"

Yeri ga jawab. Ayah juga diem. Haechan ngedengus. "Gini ya, kak. Sebelum Mark sadar kalau kamu dihamili orang lain, ada baiknya kamu perlakukan anak kandungnya dia dengan baik dulu. Barangkali dengan begitu dia bakal maafin tingkah murahan kamu ini dan mau tanggung jawab kehamilan kamu!"

"Haechan!"

"Apa?!" Haechan muak. Dia ngedelik ke ayah yang keliatan pasrah. "Ga terima kalau saya bilang dia murahan? Dia tidur sama laki-laki antah berantah sampai hamil itu namanya apa kalau bukan murahan? Mau sampe kapan ayah ga terima kalau anak perempuan yang selama ini ayah banggakan ini udah mengecewakan? Ayah mau-"

Haechan ditampar. Suara tamparannya nyaring sampai ayah bangun dari duduknya. Pandangi Yeri ga percaya sudah berani layangkan tangan untuk nampar Haechan. Ayah segera narik Haechan ke belakangnya.

"Sudah!!!"

Yeri terengah dengan mata merah. Marah bukan main. Matanya sampai berair karena marah. Dia pandangi Haechan dan ayah tanpa kata. Terus berbalik pergi keluar dari rumah.

Haechan diem dulu. Dia berusaha mencerna apa yang terjadi. Nyeri di pipinya bikin dia sadar kalau ucapannya udah keterlaluan. Haechan ngedecak. Dia ngedorong ayah ke sisi. Buru-buru kejar Yeri sebelum dia semakin jauh.

Yeri udah lumayan jauh dari rumah waktu Haechan kejar. Langkahnya lumayan cepat juga. Mungkin karena dia marah kali ya. Haechan buru-buru narik tangannya supaya Yeri ga semakin jauh.

"Kamu mau kemana?"

"Kemanapun bukan urusan kamu!" Yeri ternyata nangis. Haechan ngerasa bersalah banget ngeliat air matanya.

"Dengar dulu, kak! Jangan marah dulu!"

"Kamu tuh ga paham rasanya!" Yeri akhirnya teriak. Mereka diliatin orang-orang di jalan. Haechan malu.

Pengantin Pengganti Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang