Ckittt!
Brakkk!
Tubuhku kini di lumuri aliran darah segar, dengan penglihatanku yang semakin memudar. Sekilas aku melihat bayangan In yeop yang tengah menangis meratapiku. Lalu, aku pun tersentak dari tidurku. Dengan air mata yang mengalir di pipi, membasahi bantal putihku.
Panggilan masuk dari ponsel, getarannya cukup menusuk pendengaranku, dan menerima panggilan tersebut.
"Datanglah ke butik hari ini!" Ujar Ryu na.
"Pemotretan?"
"Meeting untuk pemotretan selanjutnya."
"Aku akan pergi sendiri?" Tanyaku.
"Tidak, aku menghubungi In yeop untuk membawamu ke mari. Bersiaplah."
Panggilan pun selesai.
Pagi itu, cahaya mentari menyelinap masuk ke dalam kamar, menerangi setiap sudut dengan lembutnya. Aku membuka mata dengan semangat yang jarang kurasakan belakangan ini. Setelah mandi, kulitku terasa segar dengan aroma citrus dari sabun mandi favoritku. Aku memilih setelan baru yang kudapatkan minggu lalu, memastikan setiap lipatan rapi dan cocok di tubuhku. Di latar belakang, musik favoritku mengalun, mengisi ruangan dengan irama yang menenangkan.
Tiba-tiba, suara mobil yang dikenal memecah keheningan pagiku. In Yeop, kekasihku, telah sampai. Aku ingin segera menyambutnya dengan langkah cepat ke arah mobil yang terparkir di halaman rumah.
"Kenapa tidak langsung ke dalam?" tanya Security dengan keheranan saat melihat In yeop berdiam diri di kemudi mobilnya.
"Waktu terbatas," jawab In yeop singkat, wajahnya datar tanpa senyuman.
"Sudah lama tidak melihatmu di sini seperti biasanya. Dua pria datang ke mari sebelumnya, tapi...," ucap Security dengan tatapan curiga.
"Kau menunggu lama?" tanyaku, menatap In Yeop dan Security.
In Yeop mengabaikan pertanyaan tersebut.
"Naiklah," katanya dengan tegas, tanpa melihat ke arah Manda.╰( •̀ε•́ ╰)
Di tengah perjalanan, aku mencoba memulai percakapan untuk mengurangi ketegangan yang terasa di udara.
"Apakah kau punya sesuatu untuk diminum? Tenggorokanku agak kering," tanyaku, mencoba menyapa In Yeop yang terdiam.In Yeop tiba-tiba berhenti di depan sebuah swalayan, turun, dan meninggalkanku di dalam mobil tanpa sepatah kata pun. Kecanggunganku semakin bertambah karena perilakunya yang aneh. Aku mencoba mengingat kembali apa kesalahanku hingga membuatnya seperti ini.
(ノ'・ω・)ノ
Beberapa menit kemudian, In Yeop kembali dengan minuman segar dan obat untukku. Aku menerimanya dengan ragu, enggan membuka penutupnya. In yeop tetap diam, hanya sesekali melemparkan pandangan ke arahku saat Ia mengemudi. Aku merasa tak nyaman dengan tatapannya, memilih untuk membiarkan minuman itu tetap terbungkus.
In yeop yang merasa cukup dengan kebingunganku. Ia mengambil minuman itu dari tanganku dan membukanya. Meskipun begitu, Ia masih diam, datar tanpa senyum atau kata-kata. Akhirnya, aku tidak bisa lagi menahan kebingunganku, menghela napas sebelum memecah keheningan.
"Apa yang terjadi?" tanyaku, mencoba memahami.
In yeop hanya terdiam, membuatku semakin gelisah. Aku mendekat dan meraih tangannya dengan keputusasaan.
"Katakan sesuatu!" desakku, mencoba menatapnya.In yeop menatapku, ekspresinya kosong.
"Aku tidak tahu bagaimana menjelaskannya," jawabnya dengan suara datar.Aku terdiam, merasa kebingunganku semakin bertambah.
"Apapun yang terjadi, semoga kau bisa kembali seperti biasanya. Aku tidak terbiasa dengan sikapmu ini," ucapku lembut, melepaskan tangannya dan kembali ke tempat dudukku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Quadrangle Romance: Mandalika한국아
Teen FictionMandalika, gadis Indonesia dari keluarga berkecukupan, mengalami trauma masa kecil setelah diculik gurunya. Akibat dari penculikan tersebut, Ia terkurung selama bertahun-tahun lamanya. Tepat saat usianya memasuki 23 tahun, Mandalika dibebaskan, namu...