Security membuka pintu gerbang dan dimasuki oleh tiga mobil sekaligus. Langit sore yang sedikit mendung menambah suasana tegang di sekeliling rumah besar itu. Deru mesin yang keras berangsur-angsur mereda ketika mobil-mobil tersebut berhenti di halaman.
Setelah memarkirkan kendaraannya, tiga pria itu pun keluar secara bersamaan dengan kacamata hitam yang mereka gunakan. Pakaian mereka seragam, hitam dan rapi, mencerminkan aura otoritas yang menakutkan.
Salah satu dari mereka, Gyumin, seorang pria berperawakan tegap dengan rahang yang tegas, menghampiri Security yang tengah memperhatikannya dengan cermat.
"Dimana security yang semula?" tanya Gyumin dengan nada dingin kepada Security di hadapannya.
Security tersebut, seorang pria muda yang tampak gugup namun berusaha tetap profesional, menjawab dengan sigap.
"Selamat sore... untuk sementara waktu, saya akan menggantikan pekerjaan Ayah saya sendiri, karena kondisinya sedang tidak baik."Gyumin menepuk bahunya kemudian.
"Bekerja dengan baik dan jangan melebihi batas!" ujarnya dengan nada tegas, membuat Security itu pun mengangguk dan kembali menundukkan kepalanya.Dari kejauhan, terdengar suara In Yeop yang sedang memanggil dari area parkir.
"Hey! Apa yang kau lakukan?" tegur In Yeop dengan nada tajam.
Gyumin pun menghampiri mereka dan memasuki rumah dengan langkah mantap, niatnya jelas untuk mencari keberadaan Anin.
Beberapa hari yang lalu, di kediaman keluarga Kim Gyumin.
"Ayah! Berikan nomor telepon dari peretas yang membongkar rencana dari keluarga Park," bisik Gyumin sembari menggoyang-goyangkan tubuh Ayahnya yang tengah tidur di kamar yang luas dengan furniture mewah.
Ayah Gyumin, seorang pria paruh baya dengan wajah yang mulai terlihat lelah, terbangun dari tidurnya dan seketika terkejut melihat putranya yang mengendap-endap.
"Kenapa membangunkan Ayah, ini sudah larut. Kembalilah besok pagi!" ujar ayahnya dengan mata kantuknya."Tidak bisa, ini penting!" bisik Gyumin lagi, mencoba menjaga agar suaranya tidak membangunkan sang Ibu yang sedang tidur di sebelah Ayah-Nya.
"Untuk apa?" tanya Ayahnya dengan berbisik, wajahnya menunjukkan kebingungan.
"Berikan saja padaku! Ibu akan terbangun jika Ayah banyak bertanya!" bisik Gyumin dengan wajah kesalnya.
Ayah pun menghela napas panjang, mengambil sebuah kartu nama dari dalam laci meja dekat ranjangnya, dan memberikannya langsung.
"Jangan buat masalah apapun! Dan rahasiakan identitasnya!" ujarnya dengan suara berbisik.Gyumin mengangguk, kemudian melangkah perlahan keluar dari kamar tersebut. Namun sebelum Ia bisa keluar sepenuhnya, Ibu-Nya menyadari keberadaannya.
"Apa yang kau lakukan?" tanya Ibu dengan nada curiga, membuat Ayah seketika berpura-pura tidur untuk menghindari pertanyaan lebih lanjut.Gyumin membalikkan badannya, berpikir cepat untuk mencari alasan.
"Emm, ak-aku... Gyumin ingin... Gyumin... Gyumin mau...," kata-katanya terhenti sejenak.Ibu Gyumin bangun dan duduk, menatap putranya dengan tajam.
"Apa yang kau mau dan inginkan?" tanyanya dengan nada tegas."Emm, oh! Gyumin sedang membuat ramyeon, rumah ini akan terbakar jika aku berlama-lama di sini!" kilahnya dengan ekspresi yang dibuat-buat, lalu beranjak pergi dari kamar tersebut dengan cepat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Quadrangle Romance: Mandalika한국아
Teen FictionMandalika, gadis Indonesia dari keluarga berkecukupan, mengalami trauma masa kecil setelah diculik gurunya. Akibat dari penculikan tersebut, Ia terkurung selama bertahun-tahun lamanya. Tepat saat usianya memasuki 23 tahun, Mandalika dibebaskan, namu...