Tak lama kemudian, Jae in menyadari apa yang Security itu lakukan, dan dengan cepat meraih tangan Lika, memasukkannya kembali ke dalam mobil, menutup pintunya dengan sedikit keras.
"Apa yang kau lakukan?!" kesal Jae in, matanya mengelilingi suasana sekitar.
"A-aku hanya..,"
Jae in merebut ponsel Security itu, menemukan foto Lika yang telah di potretnya. Tanpa pikir panjang lagi, Jae in menghapusnya secara permanen, tanpa izin dari sang pemilik.
"Lupakan kejadian ini, kau bisa mendapat hukuman atas kelancanganmu!" Ancamnya seraya memberikan ponselnya tersebut, menatapnya tajam.
Security itu mengangguk patuh, merasa takut dengan ancaman Jae in.
"Tunggu apa lagi, pergilah!" usirnya dengan suara yang hampir tak terdengar, Security itu tidak berani menatapnya, terdiam dan bergegas pergi meninggalkan mereka.
Jae in menghela napas, berbalik dan berjalan ke arah dalam mobil, duduk di kursi kemudi, menatap Lika melalui kaca spion, mata mereka bertemu.
Lika terdiam seribu bahasa, masih merasa bersalah dengan apa yang telah Ia lakukan terhadapnya. "Jae in..," lirihnya, matanya menatap langsung Jae in di hadapannya yang terdiam tanpa sepatah katapun.
"Aku tidak bermaksud melakukannya..," lanjutnya.
"Apa yang ingin kau ketahui?" tanya Jae in, pandangannya lurus dengan pikiran yang kacau.
Mendengar pertanyaan tersebut, Lika terdiam, memikirkan sejenak apa yang mengganjal di hati dan pikirannya.
Beberapa saat kemudian, Lika kembali bersuara, mengungkap semua yang terpikirkan olehnya. "Siapa aku?" Perlahan menatap Jae in dari pantulan cermin spion.
Jae in terdiam, mengalihkan pandangannya ke arah luar jendela. Pertanyaan Lika sudah terduga, membuatnya kini merasa bingung dan sedikit frustasi.
Dari luar mobil mereka, bangunan pusat perbelanjaan yang berdiri kokoh, layar berukuran besar itu menayangkan sebuah iklan dari butik Fairy. Pihak butik mengenangnya, menampilkan kembali Model kebanggaannya yang hilang entah kemana.
"Kenapa kau hanya terdiam? Apakah pertanyaanku terlalu sulit untuk kau ucapkan?" lanjut Lika setelah beberapa saat menanti jawaban yang enggan terjawab.
"Apa yang membuatmu menanyakan hal seperti itu? jawabnya dan balik bertanya, membalas tatapan Lika melalui cermin.
Lika terdiam sejenak, "Aku melihatnya," jawabnya, mengalihkan pandangannya.
"Apa yang kau lihat?" Tangan Jae in menggenggam erat kemudi.
Saat pandangannya tertuju ke arah luar jendela, tanpa sengaja Ia melihat langsung wajah yang terlihat sangat tidak asing di matanya, memastikannya sejenak sebelum tangannya membuka dengan paksa pintu mobil tersebut. "Buka!" teriaknya tanpa mengalihkan matanya dari layar iklan tersebut.
Jae in terkejut, heran dengan perubahan sikapnya. "Apa yang kau lakukan?!" tanya Jae in panik, matanya melebar.
"Aku akan menjawab semuanya setelah kau membuka pintu ini!" Lika menggedor-gedor pintu kaca mobil tersebut, mengabaikan tatapan Jae in.
Dengan berat hati Jae in membuka kunci pintu mobil itu, dan dengan cepat Lika membukakan, berlari ke arah layar yang menampilkan sosok dirinya.
Suasana semakin menegangkan saat Jae in ikut keluar dan menyaksikan langsung Lika yang tengah terpaku di hadapan layar iklan pusat perbelanjaan tersebut. Langkahnya terasa berat, seperti memikul ratusan ton di kepalanya, merasa terjebak dalam situasi yang mencekam.
Pandangan Lika tak teralihkan, memastikan setiap lekuk dan gerakan. Perlahan lika meraba kulit wajahnya, matanya yang cantik pun mengeluarkan setitik air yang berkilau dari sinaran cahaya.
Wajahnya yang tanpa sehelai kain dan penutup, mengundang perhatian mereka yang berlalu lalang. Kerumunan mengelilingi mereka dalam ketegangan, ponsel dan kamera menangkap sang model Iklan yang telah lama hilang.
Jae in terperangkap, kesulitan dalam melakukan sebuah tindakan. Para pengunjung yang penasaran mengelilinginya dalam bentuk lingkaran, bagai semut dengan gula.
Langkah Ryu na tegas dengan Heels hitam yang mengkilap, melangkah keluar dari pusat perbelanjaan tersebut. Setibanya di pintu masuk, pandangannya tertuju ke arah kerumunan, lalu melihat ke arah layar iklan yang telah Ia sewa.
"Mereka begitu sangat menyukainya," gumam Ryu na sembari melepaskan kaca mata hitamnya.
"Yah, dia begitu sangat memikat." Lanjutnya terkekeh. "Yang benar saja,"Ryu na mengalihkan pandangannya dari kerumunan tersebut, melanjutkan langkahnya dengan headset yang terpasang di telinga, menyamarkan suara bising sekelilingnya.
***
Hae rin yang tersadar dalam pingsannya, perlahan membuka kedua matanya. Ia seketika terkejut saat menyadari Queen tengah menatapnya dengan intens.
"Ada apa?" tanya Hae rin setelah bangun dari sebuah ranjang tempatnya di letakkan.
"Apa Tante tidur nyenyak sekali?" tanya Queen, tersenyum di balik cadarnya.
"Kenapa?!" tanya Hae rin balik dengan mata yang melebar.
"Kau mendengkur sangat keras," lanjut Queen dan tertawa pelan, diikuti seorang perawat di belakangnya.
Hae rin mengalihkan pandangannya ke arah perawat tersebut, menatap tajam mereka, merasa kesal dan malu.
"Ayo pergi!" Hae rin turun dari tempatnya, mengambil tasnya dan meraih tangan Queen sebelum beranjak pergi.
Setibanya di pintu keluar, Hae rin menuruni beberapa anak tangga dengan hentakan, masih merasa kesal dengan kejadian sebelumnya.
"Aku tidak akan membawamu ke tempat ini lagi!" gerutu Hae rin, pandangannya lurus ke bawah.
Queen yang berjalan di belakangnya, menoleh ke arah kerumunan dan berhenti mendadak.
Menyadari langkah Queen yang terhenti, membuat Hae rin kembali kesal dan menoleh. "Ada apa lagi?!"
Queen menunjuk ke arah kerumunan, melihat sang Ayah dari kejauhan. "Ayah!" jawabnya tanpa mengalihkan pandangan.
Hae rin terkejut, memejamkan matanya sembari perlahan melihat ke arah tempat tersebut.
Matanya seketika melebar saat Ia kini bertatapan langsung dengan Jae in dari kejauhan, mulutnya menganga, merasakan masalah besar yang akan menghampirinya setelah ini.
"Aishhh, shibal!" batin Hae rin, wajahnya tampak frustasi.
Tatapan Jae in terlihat sangat tajam meskipun dari kejauhan, membuat Hae rin bergegas menghampirinya dengan langkah berat.
Langkah Queen mengikuti langkahnya, tangannya erat dalam genggaman Hae rin, saat beberapa langkah lagi, pandangan Queen teralihkan ke arah layar kaca di hadapannya.
"Ibu..," lirih Queen, membuat Hae rin kembali melebar matanya, pandangannya ikut teralihkan ke arah layar tersebut, membuatnya semakin frustasi dan ingin menghilang dari tempatnya saat ini.
Langkah Jae in cepat menghampiri Adiknya, meraih dan menggenggam erat tangan Hae rin.
"Lihat apa yang kau buat!" bentak Jae in penuh amarah.
Pandangannya teralihkan ke arah kerumunan di depannya, lalu menoleh ke arah Jae in di hadapannya. "A-apa yang terjadi?" gagap Hae rin.
To be continued.
KAMU SEDANG MEMBACA
Quadrangle Romance: Mandalika한국아
Teen FictionMandalika, gadis Indonesia dari keluarga berkecukupan, mengalami trauma masa kecil setelah diculik gurunya. Akibat dari penculikan tersebut, Ia terkurung selama bertahun-tahun lamanya. Tepat saat usianya memasuki 23 tahun, Mandalika dibebaskan, namu...