BAB (2) Pandangan pertama.

120 17 5
                                    

"Lho, Ca! Gua salah apa?"

Suara Manda terdengar serak dan putus asa. Tetapi, jawab Caca tak memberikan penghiburan, malah menambah luka.

"Kamu nggak salah, tapi aku yang salah... Karena ngenalin Angga ke kamu!" Bentaknya. Suara itu keras dan tajam, seperti pisau yang menyayat telinga Manda. Tanpa menunggu balasan, Caca menutup telepon dengan kasar. Membuat Manda seketika terdiam.

"Ca! Hallo, Ca!" Teriaknya, memanggil dalam keputusasaan. Tapi tidak ada jawaban.
"Argh! Pria sialan!" Kemarahan meledak, dan ponselnya terbang menuju cermin. Suara kaca pecah mengisi ruangan, serpihan kecil berserakan di atas meja rias, berkilauan di bawah cahaya lampu.

"Ck! Hidup lebih lama di sini akan membuatku gila!" Geramnya kesal, tangan terkepal dan napas tersengal.

(⁠ノ⁠`⁠Д⁠´⁠)⁠ノ⁠彡

Keesokan harinya, aroma masakan Mama menyapa dari dapur. Manda berjalan dengan langkah berat, pikirannya masih diselimuti amarah dan kesedihan.

"Manda sudah memikirkannya," ucapnya pelan, membuka lemari dan meraih gelas. Air es dingin mengalir ke gelas, berharap dapat mendinginkan kepalanya yang hampir meledak.

Mama menoleh, matanya penuh kasih sayang namun khawatir. "Apa? Ke luar negeri?"

"Iya lah, ke mana lagi?! Manda udah mutusin buat pergi ke Korea. Karna Manda sedikit memahami bahasanya," jawab Manda tegas, duduk di kursi meja makan, menatap Mamanya dengan penuh tekad.

Mama Manda menghela napas panjang.
"Baik, Kamu akan menempuh pendidikan kuliahmu di sana. Mama berharap kamu dapat merubah kelakuanmu itu," ucapnya lembut namun tegas.

Manda mengangguk, merasa sedikit lega.
"Its okay, aku setuju itu!" serunya, meskipun hati masih bergolak.

"Mama akan mengurusnya. Kau harus bersiap!" Mama melanjutkan memasak, sementara Manda kembali ke kamarnya, membawa beban pikiran yang masih berat.

ʕ⁠ಠ⁠_⁠ಠ⁠ʔ

Dua minggu kemudian, di bandara, suasana haru dan cemas terasa kental.
"Sudah siap? Ada yang terlupa?" tanya Mama, matanya penuh perhatian.

"Tidak, Mama Papa nanti jenguk Manda kan?" Suara Manda hampir tak terdengar, getar emosinya jelas.

"Tentu saja, Papa Mama jenguk kamu kok. Kamu belajar yang giat di sana ya, Nak!" Papa mengelus rambutnya, mencoba menenangkan.

"Jaga kesehatanmu, Nak!" Mata Mama berkaca-kaca, dan Manda merasa sesak melihatnya.

"Baik, Manda pergi dulu, sampai jumpa," pamit Manda, melambaikan tangan dengan perasaan campur aduk.

Bandara Incheon, Korea.

Setelah sepuluh jam perjalanan yang melelahkan, Manda tiba di Bandara Incheon.
"Haduh, jemputannya lama banget sih!" keluhku, mata ini sibuk mencari sosok yang ditunggu.

Beberapa saat kemudian, seorang supir taksi datang tergopoh-gopoh.
"Bapak dari mana aja? Aku udah di sini satu jam loh, Pak!" Ocehnya, nada suaranya tak bisa menyembunyikan kesal.

Quadrangle Romance: Mandalika한국아Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang