"Mulai lagi deh!" keluh Manda sembari melirik tajam ke arah sepatu yang masih melekat di kakinya. Aku hanya bisa mendesah dan berjalan mendekatinya, berlutut di hadapannya, mulai melepaskan sepatunya satu persatu.
"Kau yakin tidak ingin makan bersama?" tanyaku, mencoba sekali lagi.
"Tidak," jawab Gyumin singkat. Matanya bersinar dengan ide yang tiba-tiba muncul di kepalanya, lalu dia duduk tegak.
"Bagaimana kalau kita makan di luar?" tanyanya dengan nada penuh harap, seakan ide itu bisa mengubah segalanya.Aku menggeleng perlahan, menahan senyum dengan tangan yang masih membuka sepatunya.
"Tidak baik kalau kita makan di luar dengan makanan yang sudah disuguhkan. Kita harus menghargainya," kataku dengan nada lembut tapi tegas.Gyumin mendesah keras, lalu menghempaskan tubuhnya kembali ke ranjang.
"Baiklah, terserah!" ucapnya dengan nada kesal, lalu membalikkan badan dan menutup matanya.Melihat reaksinya, aku merasa sedikit bersalah.
"Ya sudah, aku akan menyusul temanku," kataku pelan sembari melangkah keluar kamar, berharap suasana bisa mereda.Namun, langkahku terhenti ketika mendengar Gyumin yang bergumam dengan nada rendah.
"Kau memang tidak lagi menyayangiku, mencintaiku pun tidak!" katanya sembari memejamkan matanya lebih erat.Aku merasakan dada ini berdenyut sakit. Aku berbalik dan menatapnya.
"Gyumin!" panggilku, mencoba mencari penjelasan dari sorot matanya yang tertutup."Pergilah, jangan hiraukan aku. Aku sudah terbiasa," katanya lagi, suara Gyumin terdengar pahit.
Rasa bersalah semakin mendalam, aku menghampirinya dan duduk di tepi ranjang.
"Mari bicara," pintaku, mencoba meraih perhatiannya.Gyumin membuka sebelah matanya, menatapku dengan tatapan lelah.
"Apa?" tanyanya datar.Aku menggoyang-goyangkan kaki Gyumin dengan lembut, mencoba membangkitkan semangatnya.
"Ayo, bangun!" kataku dengan nada lebih ceria."Tidak mau!" balasnya, masih dengan nada merajuk.
"Ku bilang bangun!" desakku, mencoba menarik selimut yang menutupi sebagian tubuhnya.
Tiba-tiba, Gyumin meraih tangan Manda dan menariknya ke dalam pelukan.
"Hentikan semuanya," bisik Gyumin, suaranya berubah lembut, sembari mencium leher Manda dengan penuh kasih.
Aku terdiam, terperangkap dalam pelukan hangatnya. Perasaan campur aduk membuatku tidak mampu melawan, dan aku terhanyut dalam moment ini.
Di dapur, Anin mengamati hidangan yang sudah tersaji di meja makan.
"Pria itu tampan sekali, dia sungguh memikat hatiku!" gumamnya pada diri sendiri.
"Apa yang sedang Manda lakukan dengan Pria itu, kenapa lama sekali!" katanya sambil melirik jam dinding.Perlahan, Anin berjalan menuju kamar Manda.
"Pintunya terbuka, kenapa belum turun juga," gumamnya penasaran.Di kamar, dering telepon membangunkan kami dari moment itu. Aku meraih ponsel di meja dan menjawabnya dengan napas yang masih tersengal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Quadrangle Romance: Mandalika한국아
Teen FictionMandalika, gadis Indonesia dari keluarga berkecukupan, mengalami trauma masa kecil setelah diculik gurunya. Akibat dari penculikan tersebut, Ia terkurung selama bertahun-tahun lamanya. Tepat saat usianya memasuki 23 tahun, Mandalika dibebaskan, namu...