BAB (76) Ke-tiga kali-nya.

7 1 0
                                    

Rintik hujan membasahi tangannya yang terbuka. Jari manisnya berhias cincin pengantin, sebagai tanda sebuah ikatan mereka yang asing.

"Ibu, hujannya semakin deras, nanti Ayah marah...," peringat Queen, menatap Ibunya yang terdiam merenung.

Lika menoleh, tersenyum di balik cadar hitam, matanya berseri indah, menenangkan siapa saja yang menatapnya. "Ini menyenangkan..," sahutnya dengan suara lembut.

Perlahan menjulur tangannya, Queen tersenyum bahagia di balik cadarnya, matanya indah seperti mereka, Gyumin juga Manda.

Saat hendak keluar mencari keberadaan Lika dengan Queen, Jae in melihat mereka tengah bermain air di teras rumah. Angin berhembus kencang, suasana sekitar menjadi sangat dingin, menembus kehangatan.

Dengan langkah cepat, Jae in datang menghampiri, meraih tangan Istrinya dan tanpa sengaja menyenggol Queen hingga terjatuh ke dalam genangan, membuat Lika seketika terkejut dan berusaha melepas genggaman tangan Jae in.

"Lepaskan! Dia terjatuh karena mu!" bentak Lika, merasa iba dengan gadis kecil yang basah kuyup karena ketidak sengajaan suaminya.

"Cuacanya tidak baik untukmu, ayo masuk!" Jae in membawanya dengan paksa memasuki dalam rumah, meninggalkan Queen sendiri. Dan tak lama kemudian, mendengar suara gaduh dari arah luar, Kedua orangtua Lika menghampiri sumbernya, mereka menemukan Cucunya yang sedang berusaha untuk bangkit.

"Apa yang kamu lakukan?!" bentak Mama Lika kepada Cucunya, membuat Queen seketika terkejut dan menangis.

Tanpa basa-basi, Kakeknya pun menghampiri dan menenangkannya, menggendong Queen dalam keadaan basah kuyup, membasahi bajunya yang kering. "Ma!" bentak Papa Lika, matanya tajam menatap Istrinya.

Mama Lika berdecak kesal, menatap tajam Cucunya sebelum berbalik pergi meninggalkan mereka.

"Queen baik baik saja?" tanya Kakek lembut, matanya berkaca-kaca dengan tatapan iba.

Queen membuka cadarnya yang basah, memancar kecantikan yang tak kalah memikatnya dari sang Ibu. Perpaduan Manda dan Gyumin terlukis indah di wajahnya, matanya yang sipit, hidung indahnya, menggambarkan sang Ayah.

"Kakek, dingin...," rengek Queen, memeluknya erat.

Papa Lika menatap Cucunya sebelum masuk ke dalam rumah, matanya masih berkaca-kaca. "Nanti kalau Queen ninggalin Kakek, terus Kakek sama siapa?" tanyanya sembari berjalan menghampiri Lika dan Jae in.

"Kakek kan bisa ke rumah Queen," jawab Queen menggunakan bahasa Inggris, membuat Kakeknya menghela napas berat, memikirkan nasip cucunya di Korea nanti.

Beberapa saat yang lalu, di ruang keluarga.

"Baik! Tapi ada satu syarat!" tegas Mama Lika, tatapannya tajam seperti belati, membuat lawan bicaranya terdiam.

"Jauhkan dari mereka!" lanjutnya, pandangannya kosong, mengingat kejadian lima tahun yang lalu.

Beberapa minggu kemudian, Bandara internasional Indonesia.

Wanita paruh baya itu melepas cadar Putrinya, menatapnya dengan mata yang berkaca-kaca. "Pulanglah secepatnya, jaga kesehatanmu...," terdiam sejenak.
"Jangan melakukannya lagi." ucapnya pelan, hampir tak terdengar. Perasaan cemas terlihat jelas di wajahnya.

"Mama, aku baik-baik saja...," lirih Lika, tersenyum ke arah mereka berdua.

Papa Lika menepuk pelan pundak Jae in, kecemasan menyelimuti perasaannya. "Jaga istrimu baik-baik, dan kembalilah dengan selamat." ujarnya. Jae in mengangguk dengan mantap, meyakinkan kedua mertuanya.

Quadrangle Romance: Mandalika한국아Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang