BAB (66) Tiga pria itu.

16 4 0
                                    

Yoo Jin menginjak pedal gas dengan penuh tekanan, suara deru mesin mobilnya menggema di jalan yang sepi. Perbukitan menjulang di kejauhan, menanti di ujung horizon yang nampak samar-samar. Semakin mendekat, cahaya matahari terbenam menciptakan bayang-bayang panjang yang menari di atas aspal, menambah dramatisasi suasana.

Ketika sampai di perbukitan yang terpencil, Yoo Jin berhenti mendadak, debu beterbangan di sekelilingnya. Dia membuka kotak merah di kursi penumpang, mata tajamnya mengamati isi di dalamnya, sebuah pistol yang berkilauan di bawah cahaya senja. Setelah memastikan senjata itu masih di tempatnya, dia menutup kotak tersebut dan menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan detak jantungnya yang semakin cepat.

Dengan jantung yang berdebar sangat kencang, Yoo Jin keluar dari mobil dan memindai sekelilingnya. Hening dan sepi, hanya suara angin yang berbisik di antara pepohonan. Dia berlari menuju bukit, kaki-kakinya hampir tersandung di antara batu dan akar yang mencuat. Sampai di puncak, dia menemukan sebuah pohon besar, akarnya menjalar ke segala arah seperti tangan-tangan raksasa yang menjulur dari tanah.

Yoo Jin mulai menggali tanah dengan tangannya, menciptakan lubang yang cukup dalam untuk mengubur pistol tersebut. Keringat mengalir di pelipisnya, bercampur dengan tanah yang menempel di kulit. Setelah selesai, dia menutup kembali lubang itu dan duduk sejenak, merasakan detak jantungnya yang masih belum tenang.

(↼⁠_⁠↼⁠)

Di rumah sakit, suasana mencekam memenuhi udara. Mama Manda berdiri tegap di depan tiga pria yang tampak canggung dan gelisah di hadapannya. Wajahnya tegang, matanya memancarkan kemarahan yang tertahan.

"Jauhi putriku!" bentaknya dengan suara yang penuh otoritas. Ketiga pria itu menundukkan kepala, tak berani menatap langsung ke mata orang tua Manda.
"Kalian tidak akan melihatnya lagi!"

Papa Manda, dengan raut wajah penuh kekhawatiran, mengalihkan pandangannya ke arah Gyumin.
"Apa yang sebenarnya terjadi?" tanyanya, suaranya gemetar.

Gyumin mendongak, matanya berkaca-kaca. Dengan suara yang terputus-putus, dia mulai menceritakan kejadian yang membawa mereka ke titik ini. Setiap kata yang keluar dari mulutnya seperti beban berat yang harus Ia lepaskan, membuat suasana semakin tegang.

(⁠´⁠-⁠﹏⁠-⁠')

Di toilet rumah sakit, Gyumin menatap bayangan dirinya di cermin. Matanya sembab, luka lebam di wajahnya masih terasa sakit. Tangannya gemetar saat meraba bekas pukulan dari Manda.

"Bangunlah, dan pukul aku sepuas hatimu...," gumamnya dengan suara bergetar, tangisnya pecah kembali. Dia menggigit bibirnya, mencoba menahan isak tangis yang mengalir deras.

"Saat kau terbangun, apakah kita masih dapat bertemu kembali?" bisiknya, air mata tanpa henti mengalir di pipinya. Kenangan tiga tahun lalu bersama Manda membanjiri pikirannya, mengingat janji yang pernah mereka buat.

Gyumin tersenyum pahit ke arah cermin, air mata kembali mengalir. Doohyun masuk ke dalam toilet, membasuh wajahnya sebelum menatap Gyumin dari pantulan cermin.

"Segera penjarakan Ji Young!" titah Doohyun dengan suara tegas.

Gyumin mengangguk.
"Aku sudah akan melakukannya. Rekaman CCTV perundungan Ji Young sudah berada di tanganku, namun...," kata-katanya tergantung.

Doohyun menatap langsung ke arah Gyumin.
"Kau berat untuk melepaskan setan itu?!"

Gyumin balas menatapnya.
"Bantu aku melakukannya... Jadilah saksi dalam persidangan!" ujarnya dengan penuh keyakinan.

Quadrangle Romance: Mandalika한국아Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang