Chapter 42 - Gejolak Hasrat

280 12 1
                                    

Xavia segera mengusap kedua pipinya. Ia menoleh ke arah pintu di samping. Suara Sean terdengar cemas memanggilnya. Sedikit ragu, ia berjalan menuju pintu.

Wajah cemas Sean tersaji untuknya. Pemuda itu segera maju. Xavia mundur beberapa langkah sampai pinggangnya menyentuh tepi wastafel. Keduanya saling berpandangan.

"Xavia, maafkan aku. Kumohon jangan dipikirkan."

Sean berdiri di depan Xavia. Jarak mereka sangat dekat. Tatapannya mengunci pandangan gadis di hadapannya.

"Aku tidak memikirkan apa pun. Kenapa kamu bicara seperti itu?"
Xavia menggeleng sambil terus mundur saat Sean semakin mendekat padanya.

"Xavia, apakah kamu habis menangis?" tanya Sean dengan tatapan lembut.

Xavia hanya menggeleng. Perlahan Sean mengangkat tangannya mengusap pipi licin Xavia. Matanya terangkat ke mata Xavia. Terlihat olehnya kesedihan di manik hijau itu. Tangannya segera meraih tubuh ramping itu ke dadanya.

"Maafkan aku."

Xavia hanya terdiam dalam pelukan Sean. Hingga saat kedua tangan pria itu merangkum wajahnya. Ia hanya menatapnya sendu. Matanya terpejam saat Sean mendekatkan wajah.

Namun, ciuman itu tidak kunjung dirinya rasakan. Sean hanya sedang menatapnya saja sambil mengagumi kesempurnaan di hadapannya.

"Beristirahatlah. Aku harus pergi sekarang," bisik Sean.

Xavia segera membuka matanya. Pria itu hanya tersenyum, lantas melenggang pergi begitu saja. Xavia mematung di tempat dalam perasaan yang bergelora. Bodoh! Kenapa ia berpikir jika Sean akan menciumnya?

..........................................................

"Bagaimana keadaan Xavia? Apakah dia baik-baik saja sekarang?" tanya Deborah pada Sean saat keduanya berada di taman. Wanita itu sedang menyiram bunga. Sementara Sean sedang menunggu Tuan Hernandez untuk segera berangkat ke kantor.

"Xavia sudah baik-baik saja. Meski semalaman dia terus mengigau," jawab Sean.

"Mengigau? Sepertinya dia sangat shock."

Deborah menoleh sesaat pada Sean sebelum mengembalikan pandangan pada pohon-pohon bunga lily di depannya.

Sebenarnya dia tidak begitu mencemaskan Xavia. Jika semalam ia menelepon Sean untuk segera pulang, itu karena dirinya tidak mau Janied melakukan hal buruk pada Xavia yang sekarang berstatus istri putranya.

Dia tidak sudi jika sampai Janied mencuri hak Sean. Jika bukan karena Xavia istrinya Sean, masa bodoh Janied mau melakukan apa pun pada gadis itu.

Sean sendiri masih memikirkan Xavia sampai sekarang. Terutama tentang kejadian semalam. Apakah Janied sudah berhasil mendapatkan Xavia? Sementara Xavia pun tampak sangat sensitif saat dirinya menyebut nama pemuda itu.

"Sean, ayo kita berangkat! Maaf sudah membuatmu lama menunggu!"

Suara Tuan Hernandez membuyarkan lamunan Sean. Pria itu pun menoleh ke arah sumber suara tersebut. Tuan Hernandez menyambutnya sambil tersenyum hangat.

"Tidak masalah, Presdir."

Sean segera menghampiri pria berpakaian formal di sana. Kemudian dia dan Tuan Hernandez segera berjalan bersisian menuju mobil.

"Sean, aku mendapat undangan untuk datang ke pesta yang diadakan oleh para buruh di Salvador. Namun, sepertinya aku tidak bisa datang ke sana. Bagaimana kalau kamu dan Xavia yang datang? Aku tidak enak hati jika tidak ada yang datang."

Tuan Hernandez bicara pada Sean saat mereka duduk bersisian di dalam mobil. Ia menoleh pada pemuda di sampingnya dengan tatapan penuh harap.

"Jika itu yang Anda inginkan, maka saya dan Xavia akan ke sana." Sean menjawab dengan wajah tenang.

MENANTU MISKIN PRESDIR (return)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang